Beberapa media massa seperti New York Times, BBC, dan Telegraph memberitakan dengan gempita peledakan Bom di Boston Maraton. Pelaku peledakan sampai saat ini belum diketahui. Agen Amerika, FBI membuat pernyataan: Akan mengejar pelaku peledakan bom sampai ke ujung dunia sekalipun.
Kekhawatiran muncul dari organisasi-organisasi Islam di Amerika Serikat. Mereka khawatir , jika pelaku peledakan bom tersebut berasal dari Kelompok Islam Radikal. Memang, sejauh ini belum diketahui siapa aktor di balik peristiwa peledakan bom tersebut. Segala kemungkinan bisa terjadi; bisa dilakukan oleh ektrimis kulit putih, kelompok radikal ekstrim kanan, atau oleh kelompok Islam radikal.
Kekhawatiran itu menjadi pertanda, betapa upaya-upaya men-stereotif-kan Islam sebagai agama kaum radikal telah berhasil dilakukan -terutama oleh media-media massa Barat. Padahal, pasca peledakan bom, organisasi-organisasi Islam di Amerika Serikat telah membuat beberapa pernyataan; Kebencian mereka terhadap aksi teror dalam bentuk apa pun. Sebab, agama tidak mengajarkan kepada manusia untuk saling bunuh, meledakan bom, dan melakukan aksi-aksi teror lainnya.
Pasca 11 September, merupakan rangkaian rencana global, di mana peristiwa tersebut terjadi secara runut, diawali dengan runtuhnya komunisme di Eropa Timur. Dalam Class Of Civilizationnya, Samuel F Huntington telah menyitir hal tersebut, dalam bahasa sederhana bisa disimpulkan: Pertentangan dalam ranah budaya tersebut bukan hal main-main ketika telah masuk ke dalam ranah politik global. Ketika setan-setan telah mati pun,para pecinta perang (Ksatria) akan menciptakan setan-setan baru yang harus mereka perangi dan musuhi.
Faktanya, sejarah - baik yang tertulis dalam kitab suci ataupun tercatat dalam lembaran-lembaran kehidupan manusia- harus diakui tidak pernah nihil dari keterlibatan para pemegang hegemoni. Gramsci menyebut alur sejarah kehidupan akan selalu dipegang oleh mereka- para pemegang hegemoni kekuasaan. Segalanya dicitrakan dalam simbol-simbol, sebutan-sebutan yang tidak dikenal sebelumnya. Simbol dan sebutan hanya akan ditujukan oleh para pemegang hegemoni kepada kelompok yang mereka anggap musuh dan harus dibinasakan. Entah itu dalam ranah ideologi atau pun teologi.
Toleransi dalam sebuah hegemoni hanya berlalu bagi mereka yang telah menjadi kelompok-kelompok satelit dari si pemegang hegemoni. Beberapa negara monarki di Eropa sama sekali tidak tersentuh oleh pandangan anti demokrasi oleh dunia, sementara ketika di dunia ke-tiga ada negara yang dengan terang-terangan menerapkan sistem monarki akan diserang habis-habisan.
Harus dipertanyakan kembali, apakah konspirasi global ini memang merupakan fakta atau sekedar takhayul modern?
Kekhawatiran muncul dari organisasi-organisasi Islam di Amerika Serikat. Mereka khawatir , jika pelaku peledakan bom tersebut berasal dari Kelompok Islam Radikal. Memang, sejauh ini belum diketahui siapa aktor di balik peristiwa peledakan bom tersebut. Segala kemungkinan bisa terjadi; bisa dilakukan oleh ektrimis kulit putih, kelompok radikal ekstrim kanan, atau oleh kelompok Islam radikal.
Kekhawatiran itu menjadi pertanda, betapa upaya-upaya men-stereotif-kan Islam sebagai agama kaum radikal telah berhasil dilakukan -terutama oleh media-media massa Barat. Padahal, pasca peledakan bom, organisasi-organisasi Islam di Amerika Serikat telah membuat beberapa pernyataan; Kebencian mereka terhadap aksi teror dalam bentuk apa pun. Sebab, agama tidak mengajarkan kepada manusia untuk saling bunuh, meledakan bom, dan melakukan aksi-aksi teror lainnya.
Pasca 11 September, merupakan rangkaian rencana global, di mana peristiwa tersebut terjadi secara runut, diawali dengan runtuhnya komunisme di Eropa Timur. Dalam Class Of Civilizationnya, Samuel F Huntington telah menyitir hal tersebut, dalam bahasa sederhana bisa disimpulkan: Pertentangan dalam ranah budaya tersebut bukan hal main-main ketika telah masuk ke dalam ranah politik global. Ketika setan-setan telah mati pun,para pecinta perang (Ksatria) akan menciptakan setan-setan baru yang harus mereka perangi dan musuhi.
Faktanya, sejarah - baik yang tertulis dalam kitab suci ataupun tercatat dalam lembaran-lembaran kehidupan manusia- harus diakui tidak pernah nihil dari keterlibatan para pemegang hegemoni. Gramsci menyebut alur sejarah kehidupan akan selalu dipegang oleh mereka- para pemegang hegemoni kekuasaan. Segalanya dicitrakan dalam simbol-simbol, sebutan-sebutan yang tidak dikenal sebelumnya. Simbol dan sebutan hanya akan ditujukan oleh para pemegang hegemoni kepada kelompok yang mereka anggap musuh dan harus dibinasakan. Entah itu dalam ranah ideologi atau pun teologi.
Toleransi dalam sebuah hegemoni hanya berlalu bagi mereka yang telah menjadi kelompok-kelompok satelit dari si pemegang hegemoni. Beberapa negara monarki di Eropa sama sekali tidak tersentuh oleh pandangan anti demokrasi oleh dunia, sementara ketika di dunia ke-tiga ada negara yang dengan terang-terangan menerapkan sistem monarki akan diserang habis-habisan.
Harus dipertanyakan kembali, apakah konspirasi global ini memang merupakan fakta atau sekedar takhayul modern?
Dalam pergulatan ideologi dan teologi kita telah mengetahui banyak fakta-fakta sejarah, ideologi dan teologi sering dicampur adukan. Keterlibatan dan konspirasi Para Pemuka Yahudi di Jerusalem bersama raja Herodes untuk membunuh Jesus merupakan pandangan untuk menyatukan antara idelogi dengan teologi. Sebab, bagi para pemuka Yahudi: Yahudi adalah sebagai gerakan kenegaraan sekaligus sebagai gerakan keagamaan.
Maka, ketika Jesus berhasil mereka bunuh (dalam Quran tidak demikian), didirikanlah lembaga negara yang dibangun berlandaskan keagamaan. Perayaan-perayaan kaum pagan pun disakralkan, peristiwa-peristiwa unlogispun dimasukan ke dalam keyakinan. Tiga hari pasca Yesus disalib, karena secara logis Yesus memang tidak meninggal, lalu Yesus muncul lagi, dengan nada haru para pembesar Yahudi menyebut: sebuah mukjizat dari Tuhan terhadap Anak-nya.
Perisitwa ini ditulis sendiri oleh para pengikut Yesus, dalam Yohannes : Di antara prajurit itu (prajurit Herodes) menikam lambung Yesus, lalu keluarlah darah dan air. (19:34), dari sini diketahui, tiga hari setelah disalib, ternyata Yesus masih hidup. Namun kelicikan para Rabi Yahudi langsung mencaarkan ideologi ke dalam teologi Ketuhanan Yesus.
Apakah mereka- Para Rabi jahat dari kaum Yahudi dan kelompok-kelompok jahat seperti Saul mengganti keyakinan mereka dengan menjadi Krsiten? Sama sekali tidak. Merekalah yang telah melakukan konspirasi jahat dan menciptakan agama baru tanpa mereka harus menjadi pengikut agama baru tersebut. Bahkan tidak sampai di sana, Kebencian Saul kepada Yesus ketika Yesus menyebarkan kebenaran telah berbalik arah, ketika Yesus telah tidak ada di tanah Jerusalem, Saul mengubah namanya menjadi Paulus. Lantas, kemanakah para murid setia Yesus? Ketika Keimanan telah dipermainkan oleh seorang pembenci Yesus?
Dalam sejarah Islam pun demikian. Pola-pola da'wah Rasulullah dan Rasul-rasul sebelumnya adalah sama. Strateginya pun sama. Rasulullah tidak jauh berbeda dengan Rasul-rasul sebelumnya, tidak mengkalim sebagai seorang raja, tidak pernah memadukan antara ideologi dan teologi. Jalur kerasulan adalah jalur nubuwat yang dipenuhi oleh pancaran wahyu. Rasulullah menolak ketika para sahabat akan membuatkan untuk beliau sebuah mahkota juga singgasana. Namun, pembiasan itu semakin jelas ketika Rasulullah telah meninggal, perpecahan di dalam tubuh umat menjadi-jadi karena berbeda pandangan politik, dilatar belakangi bungan oleh konsep teologi namun oleh kerakusan terhadap kekuasaan. Generasi-genarasi setelahnya kembali ke dalam ideologi tribalisme Jahiliyyah, mereka tidak disatukan lagi oleh Islam tetapi oleh sebuah Dinasti da garis keturunan...
Dalam The Battle for God, Karen Armstrong mengupas tentang gerakan-gerakan keagamaan dari keyakinan mana pun selalu diwali oleh munculnya sikap inferioritas dari kelompok minoritas. Padahal Rasulullah tidak mengajarkan demikian, dalam sejarah Rasulullah kita melihat adanya gerakan-gerakan dari kelompok minoritas kreatif. Sebuah kelompok yang tidak didasari oleh bagaimana cara mendapatkan kekuasaan, tetapi dilatari oleh bagaimana menorehkan prestasi.
Adalah wajar, ketika Agama dijadikan senjata dan alat untuk mendapatkan kekuasaan, dalil-dalil dalam agama akan ditafsirkan dari sudut pandang politik, bukan ditafsirkan dengan sudut pandang telogi. Dunia, dengan mudah terprovokasi oleh hasudan-hasudan kelompok Yahudi sebagaimana mereka telah mengubah pandangan manuia terhadap Yesus.
Mari kita telaah kembali, perjalanan kehidupan Rasulullah ketika di Madinah, ketika membuka diri dan bercengkrama dengan Bani Qunaiqa, Bani Quraidzah, dan Bani Nadhir. Polarisasi hanya ada pada dua kutub: Baik dan Jahat, dan itu telah diakui secara universal. Sama halnya, sehebat apa pun Amerika, ketika mereka telah berani membantai ratusan nyawa anak-anak, merek adalah jahat. Begitu pun sebaliknya, seberapa besar pun keimanan seorag muslim, ketaatannya sudah tidak diragukan lagi, namun ketika mereka dengan rana senang dan menganggap ini sebagi jalan Tuhan dengan cara meledakkan bom di keramaian, maka dia telah menjadi manusia keji dan jahat.
Jalan Tuhan tidak mungkin akan dan harus ditegakkan oleh: pembunuhan, perebutan kekuasaan, perang, dan sikap-sikap dehumanisasi lainnya. Namun, kita sering tidak sadar.... [ ]
KANG WARSA | SUKABUMI DISCOVERY
Apakah mereka- Para Rabi jahat dari kaum Yahudi dan kelompok-kelompok jahat seperti Saul mengganti keyakinan mereka dengan menjadi Krsiten? Sama sekali tidak. Merekalah yang telah melakukan konspirasi jahat dan menciptakan agama baru tanpa mereka harus menjadi pengikut agama baru tersebut. Bahkan tidak sampai di sana, Kebencian Saul kepada Yesus ketika Yesus menyebarkan kebenaran telah berbalik arah, ketika Yesus telah tidak ada di tanah Jerusalem, Saul mengubah namanya menjadi Paulus. Lantas, kemanakah para murid setia Yesus? Ketika Keimanan telah dipermainkan oleh seorang pembenci Yesus?
Dalam sejarah Islam pun demikian. Pola-pola da'wah Rasulullah dan Rasul-rasul sebelumnya adalah sama. Strateginya pun sama. Rasulullah tidak jauh berbeda dengan Rasul-rasul sebelumnya, tidak mengkalim sebagai seorang raja, tidak pernah memadukan antara ideologi dan teologi. Jalur kerasulan adalah jalur nubuwat yang dipenuhi oleh pancaran wahyu. Rasulullah menolak ketika para sahabat akan membuatkan untuk beliau sebuah mahkota juga singgasana. Namun, pembiasan itu semakin jelas ketika Rasulullah telah meninggal, perpecahan di dalam tubuh umat menjadi-jadi karena berbeda pandangan politik, dilatar belakangi bungan oleh konsep teologi namun oleh kerakusan terhadap kekuasaan. Generasi-genarasi setelahnya kembali ke dalam ideologi tribalisme Jahiliyyah, mereka tidak disatukan lagi oleh Islam tetapi oleh sebuah Dinasti da garis keturunan...
Dalam The Battle for God, Karen Armstrong mengupas tentang gerakan-gerakan keagamaan dari keyakinan mana pun selalu diwali oleh munculnya sikap inferioritas dari kelompok minoritas. Padahal Rasulullah tidak mengajarkan demikian, dalam sejarah Rasulullah kita melihat adanya gerakan-gerakan dari kelompok minoritas kreatif. Sebuah kelompok yang tidak didasari oleh bagaimana cara mendapatkan kekuasaan, tetapi dilatari oleh bagaimana menorehkan prestasi.
Adalah wajar, ketika Agama dijadikan senjata dan alat untuk mendapatkan kekuasaan, dalil-dalil dalam agama akan ditafsirkan dari sudut pandang politik, bukan ditafsirkan dengan sudut pandang telogi. Dunia, dengan mudah terprovokasi oleh hasudan-hasudan kelompok Yahudi sebagaimana mereka telah mengubah pandangan manuia terhadap Yesus.
Mari kita telaah kembali, perjalanan kehidupan Rasulullah ketika di Madinah, ketika membuka diri dan bercengkrama dengan Bani Qunaiqa, Bani Quraidzah, dan Bani Nadhir. Polarisasi hanya ada pada dua kutub: Baik dan Jahat, dan itu telah diakui secara universal. Sama halnya, sehebat apa pun Amerika, ketika mereka telah berani membantai ratusan nyawa anak-anak, merek adalah jahat. Begitu pun sebaliknya, seberapa besar pun keimanan seorag muslim, ketaatannya sudah tidak diragukan lagi, namun ketika mereka dengan rana senang dan menganggap ini sebagi jalan Tuhan dengan cara meledakkan bom di keramaian, maka dia telah menjadi manusia keji dan jahat.
Jalan Tuhan tidak mungkin akan dan harus ditegakkan oleh: pembunuhan, perebutan kekuasaan, perang, dan sikap-sikap dehumanisasi lainnya. Namun, kita sering tidak sadar.... [ ]
KANG WARSA | SUKABUMI DISCOVERY
Dikirim dari Windows E-mail
Posting Komentar untuk "REKELSI: BOM BOSTON"