Akhnatun dan Embun

Sore ini, cuaca tiba-tiba menjadi cerah. Hanya beberapa gumpalan awan cumulus saja mengendap di ufuk sebelah selatan, tepat seperti hinggap di atas puncak Gunung Arca. Pandangan menjadi jernih, seperti mata rabun yang tiba-tiba di depannya diletakkan sebuah lensa dengan ukuran yang tepat.


Padahal, tiga jam sebelumnya, menjelang ashar, setiap orang sempat berpikir hujan akan mengguyur Kota Sukabumi dengan deras seperti hari-hari selanjutnya. Siapakah dia yang telah menggiring gumpalan awan pekat itu, kemudian dengan sangat cepat terjadi perubahan dari mendung menjadi cerah? Pertanyaan ini tentu tidak berarti untuk meragukan tentang adanya Sang Maha Pengatur dan Gerak semesta.


Seorang anak didik saya sudah tentu akan memberikan jawaban dengan cepat, segalanya telah diatur oleh Dia, Yang Maha Kuasa, Gusti Alloh. Meskipun tentu saja, persoalan pergantian cuaca dari mendung menjadi cerah ini tidak sesederhana seperti yang sering kita sangka. Konstruksi alam ini memerlukan keterlibatan hukum dan aturan serta milyaran rumus unsur yang terpola seperti sebuah coding atau pengkodean dalam aplikasi-aplikasi di ponsel cerdas kita, sangat rumit dan membutuhkan kecerdasan yang dahsyat agar pengkodean setiap unsur dapat menampilkan tampilan fenomena alam yang memukau.


Akhnatun, salah seorang Firaun pra Ramses pernah mengalami kemahatakjuban kreasi alam yang hadir di dalam jiwa-nya. Dia bertanya kepada dirinya: Siapakah yang telah menempatkan titik-titik embun pada kuncup bunga di halaman istanaku pagi ini? Tentu saja setiap dari kita banyak mengira bahwa setiap bunga yang mekar di halaman itu diciptakan untuk menyambut diri kita di pagi hari. 


Bagi penganut skeptisisme hingga atheisme tentu saja tidak demikian, bunga mekar itu tumbuh begitu saja, bunga tidak memiliki niat apapun untuk menyambut manusia di pagi hari. Tentu saja, akan dipandang lain oleh seorang sastrawan dan budayawan yang selalu berusaha memasuki jiwa bunga-bunga yang mekar.


Akhnatun pada akhirnya menempatkan dirinya pada posisi penganut monotheisme, dia meyakini kepada kemahakuasaan yang manunggal. Keyakinan lamanya yaitu paganisme ditinggalkan, mayoritas orang Mesir Kuno mengikuti jejaknya, sebagian agamawan menentang Akhnatun demi alasan elitisme. Kaum agamawan itu mengira akan tersisihkan karena tidak lagi memiliki akses terhadap ritual-ritual dan akan sepi mengumandangkan fatwa serta petuah teologis.


Namun Akhnatun tetap meyakini: Hanya Dialah yang telah menempatkan titik embun pada kuncup bunga, tidak ada yang lainnya. Di eta Akhnatun, spiritualitas meningkat, peradaban dihadirkan untuk mendukung sikap kontemplatif bukan sekadar membangun gedung mewah dan megah namun sepi dari nilai ilahi.


Tidak ada fatwa teologis dari kaum agamawan, bagi dirinya, pengabdian kepada Tuhan merupakan hal sakral, persujudan kepadaNya terletak pada hati dan kebeningan jiwa, sebab Dia selalu hadir di dalam jiwa yang jauh dari sikap jumawa dan merasa diri sebagai pemegang kunci menuju istana Tuhan. 


KANG WARSA

GURU MTs RIYADLUL JANNAH -ANGGOTA PGRI KOTA SUKABUMI


Dikirim dari iPhone saya

Posting Komentar untuk "Akhnatun dan Embun"