Pertumbuhan komunitas dan para pelaku seni budaya di Kota Sukabumi merupakan suatu keniscayaan di era internet. Pertumbuhan dan perkembangannya didasari oleh sikap ingin menggali, menjadi, dan memiliki bentuk-bentuk seni budaya yang koheren saling interdepedensi dengan manusia Sukabumi dan lingkungannya. Sebelum internet digunakan secara masif oleh masyarakat, perkembangan dan eksistensi seni dan budaya di Sukabumi tampak saling independen dan berjalan sendiri-sendiri. Era internet, tanpa disadari oleh siapapun telah membawa perubahan revolusioner terhadap pola pikir manusia untuk mengkonvergensikan saluran atau beberapa kanal kehidupan.
Seni, budaya, dan teknologi seperti halnya hasil-hasil dari kemajuan zaman perlahan-lahan memang harus mengikuti sifat-sifat kepelbagaian yang tampak semakin cair. Seperti yang terjadi pada barang-barang hasil teknologi, misalnya televisi, telepon, dan komputer di era prainternet ketiganya berjalan masing-masing pada kanal secara terpisah. Ketiga barang tersebut meskipun dikatakan sebagai penemuan baru era modern tetapi masing-masing berjalan secara independen, tidak berada dalam satu genggaman atau dalam satu perangkat portable.
Era pascakebenaran atau post-truth awalnya ditandai –salah satunya– oleh pembentukan komunitas-komunitas yang memiliki tujuan, karakteristik, dan ideologi satu akar yang tidak lagi terikat secara ketat dan rigid oleh aturan-aturan yang dibangun atas dasar suatu keyakinan. Pascakebenaran memiliki arti adanya peningkatan cerita-cerita fiksi baru yang terus-menerus dibahasakan kemudian muncul seolah sebagai suatu kebenaran. Sayangnya, varian kebenaran baru ini cenderung hanya diakui oleh kelompok tertentu sambil mempertanyakan kebenaran lain yang dikemukakan oleh kelompok berbeda.
Era pascakebenaran juga ditandai oleh kesanggupan manusia untuk mengemukakan pertanyaan terhadap pandangan dan penafsiran yang telah mapan berkembang selama berabad-abad di masyarakat. Munculnya pertanyaan-pertanyaan ini menyebabkan orang-orang harus mencari tahu dan jawaban terhadapnya.
Di tahun 1970-an hingga awal reformasi, jarang sekali pertanyaan –seperti ini: apa sih seni dan budaya azali atau asli Sukabumi? – di dalam kehidupan masyarakat. Seni dan budaya yang berkembang di masyarakat di era prainternet dipandang oleh orang-orang Sukabumi sebagai seni dan budaya Sunda secara umum, tanpa harus dicari-cari unsur kekhasannya yang menjadi pembeda dengan seni dan budaya lainnya meskipun masih berada dalam satu wilayah, Tatar Sunda. Era internet memaksa orang-orang Sukabumi untuk menguraikan hal-hal umum menjadi bagian detil atau sebaliknya mencari-cari hal detil untuk dipadukan kemudian membentuk hal baru, seni dan budaya baru.
Pertanyaan lain yang muncul di era post-truth yang mengemuka di masyarakat Kota Sukabumi yaitu: apakah ciri khas atau karakter khusus hingga simbol yang dapat mewakili kota ini? Jawaban terhadap pertanyaan yang telah mengemuka selama satu setengah dekade sampai saat ini belum dapat dimanifestasikan baik oleh masyarakat juga pemerintah Kota Sukabumi. Apakah memang dipandang kurang penting atau bukan merupakan masalah krusial yang harus dijawab? Namun, kelahiran beragam komunitas dan para pelaku seni budaya di Kota Sukabumi selama satu setengah dekade ini juga dapat dipandang sebagai cara untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan tadi.
Jika saja tiga komponen pembangun suatu daerah yaitu seni, budaya, dan teknologi harus berjalan pada saluran yang konvergen, dari detail atau khusus ke bentuk baru yang diakui bersama, sudah semestinya tiga komponen ini berjalan saling interdepedensi dan bersamaan pada satu kanal. Seni, budaya, dan teknologi tidak boleh dibiarkan berjalan independen, masing-masing.
Dalam skala yang lebih besar, wadah-wadah atau komunitas-komunitas seni dan budaya di Kota Sukabumi juga harus berjalan pada saluran yang sama, tujuannya agar dapat dinikmati, dilihat, dan dipandang secara utuh oleh masyarakat. Pada satu sisi, pemanfaatan teknologi di era internet telah menjadi satu kelaziman, komunitas-komunitas seni dan budaya harus mengisi ruang-ruang ini baik dalam mementaskan pertunjukan, diskusi seni-budaya, dialog budaya, hingga ceramah seni dan budaya.
Hal baik yang muncul selama pandemi Covid-19 yaitu media sosial dan saluran YouTube tidak hanya digunakan untuk menulis status, berbicara, dan mempertontonkan hal remeh-temeh, namun mulai diisi oleh konten-konten kreatif, seni, dan hal-hal bergizi lainnya. Kesannya memang terlihat saling berkompetisi, namun jika dicermati, hal tersebut merupakan satu fakta alamiah bagaimana konten-konten tersebut pada akhirnya dapat diterima dan bertahan dinikmati oleh khalayak.
Penampilan beberapa komunitas seni dan budaya dapat disaksikan secara daring oleh masyarakat Kota Sukabumi melalui beragam platform media sosial. Masyarakat juga berhak untuk menentukan dalam mengomentari, merespon, dan memberikan tanggapan terhadap penampilan-penampilan tersebut. Pertanyaan yang sering muncul terhadap perkembangan keberagaman komunitas seni dan budaya di suatu wilayah yaitu, apakah pemerintah daerah memiliki peranan penting dalam memadukan hingga mempersatukan keragaman komunitas? Apa bukti nyata peran tersebut yang memang dapat dirasakan langsung oleh komunitas dan para pelaku seni budaya tersebut?
Pemerintah provinsi dan daerah di Jawa Barat sebenarnya telah menempatkan komunitas pada formula pentahelix pembangunan di samping unsure-unsur lainnya. Artinya, pemerintah telah mencoba merangkul komunitas menjadi rekan sejawat untuk membangun daerah secara bersama-sama. Intervensi juga telah dilakukan oleh pemerintah dalam memberikan daya dukung terhadap keberadaan komunitas-komunitas seni dan budaya melalui penerbitan regulasi. Pemerintah Kota Sukabumi telah menerbitkan Peraturan Daerah tentang Cagar Budaya akhir-akhir ini, beberapa tahun lalu telah ditetapkan Dewan Kesenian dan pembangunan gedung kesenian, rencana pembentukan Dewan Kebudayaan dan pembangunan gedung budaya. Intervensi-intervensi tersebut merupakan ikhtiar pemerintah daerah dalam memberikan daya dukung terhadap eksistensi komunitas-komunitas seni dan budaya.
Daya dukung atau pangrojong dari pemerintah daerah terhadap komunitas-komunitas seni dan budaya memang tidak selalu mulus dan sesuai harapan. Tidak sedikit hal yang harus dibenahi bahkan diperbaiki darinya, baik dari konten regulasi, strategi membangun komunitas dalam satu atap, terlebih lagi dalam mempromosikan dan mengemas hasil yang telah diciptakan oleh komunitas seni dan budaya.
Hal lainnya, pemerintah juga sudah tentu harus memberikan fasilitas yang memadai bagi komunitas-komunitas seni dan budaya terutama pada penggunaan teknologi seperti gawai dan alat-alat pendukung pertunjukan, studio hitech, hingga studio alam yang dapat dijadikan fitur pendukung kreasi seni dan budaya.
Sebelum pandemi Covid-19, rancangan kebaikan untuk para pelaku seni dan budaya memang telah disusun oleh Pemerintah Kota Sukabumi. Pembuatan calendar of events, Saresehan Budaya, dan rencana strategis lainnya yang bertalian erat dengan cara memfungsikan seni dan budaya sebagai sumber pendapatan terbarukan bagi daerah.
Tentu saja, rencana-rencana baik ini belum dapat terselenggara demi untuk mematuhi protokol kesehatan selama pandemi. Selama pandemi ini merupakan waktu paling tepat bagi pemerintah daerah dan komunitas-komunitas untuk merancang ulang dan merevisi rencana-rencana strategis di bidang seni dan budaya agar lebih matang saat harus tampil setelah pandemi selesai.
Rencana-rencana Pemerintah Kota Sukabumi sebetulnya telah terangkum dalam misi pertama Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi: Mewujudkan masyarakat yang berakhlakulkarimah, sehat, cerdas, kreatif, dan berbudaya serta memiliki kesetiakawanan sosial. Artinya, memang harus ada suatu pekerjaan yang wajib dilakukan dan diupayakan oleh pemerintah dalam mewujudkannya.
Pertumbuhan komunitas seni, budaya, dan para pelakunya telah menjadi salah satu indikator kemunculan manusia-manusia kreatif di daerah. Meskipun kemunculan kreativitas ini bermula dari masing-masing individu, lahir secara alamiah, paling tidak pemerintah harus menyiapkan inkubator yang tepat agar komunitas dan para pelaku seni budaya tumbuh berkembang secara baik.
Catatan penting bagi pemerintah dan komunitas serta para pelaku seni budaya di Kota Sukabumi selama dua tahun ini adalah penempatan dua mata rantai dalam bagian formula pentahelix mulai tertaut satu sama lain. Namun, kromosom-kromosom pembentuknya memang harus diisi oleh nutrisi yang benar-benar dapat memunculkan kekhasan dan karakteristik pada seni dan budaya yang ingin dilahirkan agar pertanyaan seputar kekhasan seni budaya dan simbol Kota Sukabumi dapat terjawab.
Keterangan Gambar: Helaran Budaya Kota Sukabumi, sumber: genpi Jabar
Dipublikasikan Radar Sukabumi, 31 Agustus 2020
Posting Komentar untuk "Konvergensi Seni, Budaya, dan Teknologi di Kota Sukabumi"