Aare dan Peradaban Sungai

By the river of Babylon, there we sat down. Yeah, we wept, when we remembered Zion. –Boney M-

Kang Emil dan keluarga sedang berduka. Emmeril hanyut di sungai Aare, Bern, Swiss telah diikhlaskan oleh Kang Emil dan keluarga. Masjid-masjid di Jawa Barat bahkan di negara ini menunaikan shalat ghaib dan berdoa bersama untuk almarhum Emmeril. Doa-doa yang dipanjatkan sederas aliran Sungai Aare dan sebeku lelehan salju di wilayah Bern. Bagaimanapun, lumrah dan manusia seorang ayah seperti Kang Emil hanyut dalam kesedihan atas musibah yang dialaminya.

Di sisi lain, bagi manusia-manusia tegar dan sabar musibah merupakan tolok-ukur seberapa besar ketahanan diri dalam menghadapi dera, ditinggalkan oleh orang-orang terkasih, kehilangan hal yang mencintai dan dicintai. Puncak tertinggi dari setiap musibah adalah sikap rela melepas dan menyadari bahwa segala apapun yang ada di dunia hanya kesementaraan saja. Saya percaya betul, Kang Emil dan keluarga memiliki semua ini.

Saya tahu sungai Aare hanya sebatas pada layar kaca dan imaji-imaji di media sosial serta gambar pada koran. Sebuah sungai yang tidak dapat disamakan dengan kondisi sungai-sungai di negara ini. Saat dilihat dari gambar, Sungai Aare sepanjang 295 Km berair bersih dan jernih pada saat-saat tertentu. Kekeruhan air sungai dapat diakibatkan oleh lelehan salju tidak sekeruh air sungai di negara ini.

Bagi orang-orang Indonesia, seperti halnya almarhum Emmeril, kondisi Aare menabur pesona dan mengundang nyali untuk disentuh dan diselami. Anak-anak agraris memandang kolam, danau, sungai, dan laut serupa dengan sebuah arena yang harus diarungi. Bahkan, beberapa hari setelah peristiwa memilukan di Sungai Aare, tiga anak diberitakan hanyut di Sungai Cipelang Sukabumi, dua anak dapat diselamatkan dan seorang lagi dikabarkan meninggal dunia.

Jenazah Emmeril telah ditemukan oleh para petugas yang berikrar akan melakukan pencarian sampai jenazah benar-benar ditemukan. Sebuah komitmen kemanusiaan dari petugas di Kota Bern dan menyiratkan betapa nilai-nilai kemanusiaan itu mampu menembus dan mengoyak perbedaan latar belakang. Peristiwa nahas di Sungai Aare, selain membawa duka mendalam bagi Kang Emil dan keluarga, pun memiliki pesan penting bagi kita, melalui kepedihan dan kesedihan justru menjadi wasilah suara adzan berkumandang dengan lirih di sela-sela gemercik air di Sungai Aare. Dapat saja, sepanjang sejarah kehidupan manusia, baru pertama kali suara adzan dilantunkan di sungai ini.

Seperti halnya dalam bait-bait lagu River of Babylon, sungai ibarat aliran air mata, perubahan yang tidak pernah mengalami henti. Tidak hanya Boney M yang menjadikan sungai sebagai tema dalam sebuah lagu. Peradaban-peradaban besar masa lalu selalu beririsan erat dengan kehadiran sungai. Peradaban Mesir tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Sungai Nil. Darinya telah lahir anasir-anasir penting dari kebudayaan; dari mulai penemuan dan penggunaan aksara hingga kelahiran keyakinan kuno (salah satunya pemujaan terhadap Anqet. Peradaban besar Mesir Kuno adalah peradaban sungai. Meskipun Piramida merupakan salah satu peninggalan besar dari peradaban kuno ini, pada masanya hanya merupakan kuburan raja-raja Mesir Kuno, tak lebih dari itu.

Mesopotamia, wilayah bulan sabit subur, merupakan peradaban besar yang dilintasi oleh Sungai Eufrat dan Tigris. River of Babylon yang dikumandangkan oleh Boney M menurut beberapa pengamat lirik musik merupakan Sungai Eufrat. Babilonia adalah peradaban besar, darinya telah tercetus Codex Hammurabi yang memengaruhi norma-norma hukum di Timur Tengah. Nebukadnezar membangun taman-taman gantung, hingga orang-orang Israel yang diperbudak dipaksa membangun Menara Babel.

Ada tangisan yang tersedak dari nurani orang-orang Yahudi tersirat pada lirik River of Babylon, mereka merindukan Zion (Sinai). Sejarah orang-orang Israel dipenuhi oleh awan kelam, di Babilonia Baru mereka dibakar hidup-hidup, dikejar-kejar, hingga Yerusalem benar-benar dibumihanguskan oleh Nebukadnezar.. Mereka ibarat klan-klan yang tidak memiliki pemukiman. Satunya-satunya harapan bagi mereka adalah melantunkan syair-syair tetua mereka tentang tanah yang dijanjikan. Bagi orang-orang Yahudi, Sungai Eufrat dan Tigris merupakan genangan darah, dan Menara tinggi bernama Babel (Bab –El atau pintu Tuhan) hanya Menara ratapan seperti ketika mereka membangun kuburan raja-raja Mesir Kuno di Giza.

Eufrat dan Tigris tidak hanya menyisakan kesedihan bagi orang-orang Yahudi. Saat pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan menaklukkan Baghdad, ratusan ribu hingga jutaan lembar kertas, dan buku-buku yang telah dipersembahkan oleh ulama-ulama muslim klasik dihanyutkan ke dalam Sungai Tigris. Di masa lalu, sungai-sungai di Mesopotamia dipenuhi oleh mayat-mayat orang Yahudi, pada 1.500 tahun kemudian Tigris berubah warna menjadi hitam pekat sebagai akibat tinta yang luntur dari buku-buku literatur peradaban. Saya memiliki pandangan, berbeda dengan orang-orang Islam yang harus kehilangan peradaban pada masa puncak kejayaannya, orang-orang Yahudi justru telah melahirkan literatur dalam bentuk cerita rakyat di masa kepedihan.

Tentu saja, situasi yang membuat mereka menjadi klan pesakitan mengharuskan mereka menginformasikan hal-hal penting pada simbol-simbol yang hanya mereka pahami. Orang Yahudi kuno hingga sekarang secara telaten membangun dan mengabadikan cerita-cerita itu yang tersimpan pada simbol-simbol. Meskipun Menara Babel dan Piramida dibangun oleh mereka saat menjadi bangsa budak, Yahudi generasi saat ini memandang kedua bangunan itu merupakan mahakarya penuh simbolis. Mereka memiliki keyakinan, peradaban di Sungai Eufrat dan Tigris sama sekali tidak memihak pada mereka, namun paling tidak dari situlah cikal bakal ketahanan ras dan klaim mereka sebagai bangsa besar mulai mengakar dan kadung dipercaya oleh mayoritas manusia di muka bumi ini. Bahkan, klaim mereka sebagai bangsa besar dan ras unggul ini termaktub dalam kitab suci.

Yang harus kita pahami, Al-Quran justru mengilustrasikan Bangsa Yahudi dengan sebutan “Aku telah memberikan keutamaan kepada kalian di alam ini”. Dalam Surat Al-Baqarah ayat ke 47 ini sudah semestinya penerjemahan tidak lagi menggunakan kalimat “Aku telah melebihkan kalian di atas segala umat” karena memang bukan demikian maknanya. Dampak besar terhadap ketidakakuratan penerjemahan ini berpengaruh signifikan terhadap pola pikir manusia, bahkan banyak di antara kita yang benar-benar mengakui bahwa orang-orang Yahudi merupakan manusia cerdas.

Peradaban Sungai mengalir dari wilayah Mesopotamia ke Timur saat dua peradaban besar: Mohenjo Daro dan Yang Tse terbangun. Dua peradaban sungai ini memberi pengaruh signifikan terhadap perkembangan sejarah manusia pada fase berikutnya. Peradaban sungai ini telah membuka cara baru koordinasi manusia antar wilayah. Peradaban Mohenjo Daro di India sebenarnya diawali oleh eksodus bangsa Arya ke wilayah ini di era revolusi kognitif. Keyakinan dan tradisi yang sebelumnya tidak pernah dikenal kemudian berkembang di wilayah ini, dan kita menyaksikan tradisi Vedanta serumpun dan serupa dengan tradisi bangsa Arya (Aryan: Persia). Kendati demikian, peradaban dan kebudayaan yang menyertainya harus dipandang sebagai sintesis antar unsur-unsur kebudayaan satu bangsa dengan bangsa lainnya.

Sekitar 800.000 hingga 20.000 tahun lalu, sepanjang bantaran Sungai Solo telah dihuni oleh manusia-manusia yang mulai mengembangkan sistem kehidupan sebagai akibat dari revolusi kognitif. Fosil Pithecanthropus Soloensis ditemukan pada tahun 1933. Komunitas manusia dari solo ini merupakan masyarakat nomaden pemburu dan berpindah-pindah tempat. Kehadiran Manusia dari Solo ini lebih dahulu hadir dari pada Homo Sapiens Neanderthalensis yang hidup pada periode 500.000 hingga 30.000 tahun lalu.

Peradaban sungai di berbagai tempat mengandung pesan universal tentang kebutuhan mendasar manusia terhadap air sejak dari dulu hingga sekarang tidak dapat ditawar-tawar. Bahkan, para leluhur Sunda telah menentukan pakem: saat sebuah perkampungan akan didirikan, syarat mutlak dan paling utama yang harus dipenuhi adalah kehadiran sungai atau air. Tempat-tempat di daerah Jawa Barat selalu diawali dengan kata Ci (cahaya yang dipantulkan melalui air).

Kang Warsa

Posting Komentar untuk "Aare dan Peradaban Sungai"