Novel Miguel de Cervantes (Tahun 1605)
Novel classic ini, saya padatkan dari naskah aslinya yang dimuat dalam Guttenberg Project. -Kang Warsa-
Saat fajar menyingsing, Don Quixote meninggalkan penginapan dengan hati penuh sukacita. Ia begitu gembira karena kini telah diangkat sebagai ksatria sehingga ia hampir tidak bisa mengendalikan Rocinante, kudanya.
Namun, teringat nasihat sang pemilik penginapan tentang perlengkapan yang dibutuhkan, seperti uang dan pakaian, ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu guna mempersiapkan semuanya.
Selain itu, ia ingin mencari seorang pengawal, seorang tetangganya yang bekerja sebagai petani miskin tetapi dianggap cukup layak untuk menjadi pelayan seorang ksatria.
Dengan tujuan itu, ia memacu Rocinante menuju desanya. Rocinante, yang tampaknya mengenali arah pulang, berlari begitu cepat hingga hampir tidak tampak menyentuh tanah. Ia baru menempuh perjalanan pendek ketika tiba-tiba terdengar jeritan dari semak-semak di sebelah kanan. Suara itu lemah, seperti seseorang dalam kesulitan.
Don Quixote segera berseru, "Puji syukur kepada surga yang memberiku kesempatan pertama untuk menunaikan tugas seorang ksatria! Jeritan ini pasti berasal dari seseorang yang membutuhkan bantuan dan perlindungan."
Ia segera membelokkan Rocinante menuju arah suara tersebut. Tidak jauh dari sana, ia melihat seekor kuda betina diikat pada sebuah pohon ek, sementara pada pohon ek lainnya, seorang pemuda berusia sekitar lima belas tahun diikat dengan tubuh telanjang dari pinggang ke atas.
Pemuda itu menangis dan berteriak kesakitan karena seorang petani memukulinya dengan ikat pinggang, sambil memaki dan mengancam, "Tutup mulutmu dan buka matamu!"
Pemuda itu memohon, "Aku tidak akan melakukannya lagi, Tuan! Demi Tuhan, aku berjanji akan lebih hati-hati menjaga domba-dombamu."
Melihat hal ini, Don Quixote dengan nada marah berseru, “Orang kasar yang hina! Tidak pantas bagimu memukul seseorang yang tidak bisa melawan. Ambil kudamu dan tombakmu, dan aku akan menunjukkan padamu arti keberanian sejati!”
Petani itu, yang ketakutan melihat Don Quixote dengan baju zirah lengkap dan tombak terangkat, segera membela diri, “Tuan Ksatria, pemuda ini adalah pelayanku. Aku mempekerjakannya untuk menjaga dombaku, tetapi ia begitu ceroboh sehingga aku kehilangan satu domba setiap hari. Ketika aku menghukumnya, ia menuduhku tidak mau membayar upahnya. Demi Tuhan, tuduhan itu tidak benar.”
Don Quixote menjawab, “Diam, bajingan tak tahu malu! Segera bayar upahnya atau bersiaplah menghadapi kemarahan tombakku!”
Dengan gemetar, petani itu melepaskan ikatan pemuda tersebut. Ketika Don Quixote menanyakan jumlah upah yang belum dibayar, pemuda itu menjawab, “Sembilan bulan, tujuh real setiap bulan.”
Don Quixote segera menghitung jumlahnya menjadi enam puluh tiga real dan memerintahkan petani itu membayarnya di tempat.
Namun, petani itu berkilah bahwa ia tidak membawa uang. Ia berjanji akan membayar pemuda itu jika ia mau pulang bersamanya. Mendengar ini, pemuda tersebut berseru, “Tidak, Tuan! Jangan biarkan aku ikut dengannya lagi. Ia pasti akan membunuhku!”
Don Quixote, dengan penuh percaya diri, berkata, “Ia tidak akan berani melanggar sumpahnya. Aku memerintahkanmu untuk mematuhi apa yang telah dijanjikan, atau aku akan kembali dan menghukummu!”
Setelah itu, Don Quixote melanjutkan perjalanannya, merasa telah berhasil memperbaiki ketidakadilan. Namun, begitu ia pergi, petani tersebut menangkap pemuda itu lagi dan memukulinya lebih keras dari sebelumnya. Dengan marah, pemuda itu bersumpah akan mencari Don Quixote untuk meminta pertanggungjawaban, tetapi ia pergi dengan tubuh penuh luka, sementara petani itu tertawa puas.
Novel classic ini, saya padatkan dari naskah aslinya yang dimuat dalam Guttenberg Project. -Kang Warsa-
Saat fajar menyingsing, Don Quixote meninggalkan penginapan dengan hati penuh sukacita. Ia begitu gembira karena kini telah diangkat sebagai ksatria sehingga ia hampir tidak bisa mengendalikan Rocinante, kudanya.
Namun, teringat nasihat sang pemilik penginapan tentang perlengkapan yang dibutuhkan, seperti uang dan pakaian, ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu guna mempersiapkan semuanya.
Selain itu, ia ingin mencari seorang pengawal, seorang tetangganya yang bekerja sebagai petani miskin tetapi dianggap cukup layak untuk menjadi pelayan seorang ksatria.
Dengan tujuan itu, ia memacu Rocinante menuju desanya. Rocinante, yang tampaknya mengenali arah pulang, berlari begitu cepat hingga hampir tidak tampak menyentuh tanah. Ia baru menempuh perjalanan pendek ketika tiba-tiba terdengar jeritan dari semak-semak di sebelah kanan. Suara itu lemah, seperti seseorang dalam kesulitan.
Don Quixote segera berseru, "Puji syukur kepada surga yang memberiku kesempatan pertama untuk menunaikan tugas seorang ksatria! Jeritan ini pasti berasal dari seseorang yang membutuhkan bantuan dan perlindungan."
Ia segera membelokkan Rocinante menuju arah suara tersebut. Tidak jauh dari sana, ia melihat seekor kuda betina diikat pada sebuah pohon ek, sementara pada pohon ek lainnya, seorang pemuda berusia sekitar lima belas tahun diikat dengan tubuh telanjang dari pinggang ke atas.
Pemuda itu menangis dan berteriak kesakitan karena seorang petani memukulinya dengan ikat pinggang, sambil memaki dan mengancam, "Tutup mulutmu dan buka matamu!"
Pemuda itu memohon, "Aku tidak akan melakukannya lagi, Tuan! Demi Tuhan, aku berjanji akan lebih hati-hati menjaga domba-dombamu."
Melihat hal ini, Don Quixote dengan nada marah berseru, “Orang kasar yang hina! Tidak pantas bagimu memukul seseorang yang tidak bisa melawan. Ambil kudamu dan tombakmu, dan aku akan menunjukkan padamu arti keberanian sejati!”
Petani itu, yang ketakutan melihat Don Quixote dengan baju zirah lengkap dan tombak terangkat, segera membela diri, “Tuan Ksatria, pemuda ini adalah pelayanku. Aku mempekerjakannya untuk menjaga dombaku, tetapi ia begitu ceroboh sehingga aku kehilangan satu domba setiap hari. Ketika aku menghukumnya, ia menuduhku tidak mau membayar upahnya. Demi Tuhan, tuduhan itu tidak benar.”
Don Quixote menjawab, “Diam, bajingan tak tahu malu! Segera bayar upahnya atau bersiaplah menghadapi kemarahan tombakku!”
Dengan gemetar, petani itu melepaskan ikatan pemuda tersebut. Ketika Don Quixote menanyakan jumlah upah yang belum dibayar, pemuda itu menjawab, “Sembilan bulan, tujuh real setiap bulan.”
Don Quixote segera menghitung jumlahnya menjadi enam puluh tiga real dan memerintahkan petani itu membayarnya di tempat.
Namun, petani itu berkilah bahwa ia tidak membawa uang. Ia berjanji akan membayar pemuda itu jika ia mau pulang bersamanya. Mendengar ini, pemuda tersebut berseru, “Tidak, Tuan! Jangan biarkan aku ikut dengannya lagi. Ia pasti akan membunuhku!”
Don Quixote, dengan penuh percaya diri, berkata, “Ia tidak akan berani melanggar sumpahnya. Aku memerintahkanmu untuk mematuhi apa yang telah dijanjikan, atau aku akan kembali dan menghukummu!”
Setelah itu, Don Quixote melanjutkan perjalanannya, merasa telah berhasil memperbaiki ketidakadilan. Namun, begitu ia pergi, petani tersebut menangkap pemuda itu lagi dan memukulinya lebih keras dari sebelumnya. Dengan marah, pemuda itu bersumpah akan mencari Don Quixote untuk meminta pertanggungjawaban, tetapi ia pergi dengan tubuh penuh luka, sementara petani itu tertawa puas.
Posting Komentar untuk "Don Quixote (Bagian 4)"