Demokrasi Politis

Demokrasi di Negara ini telah memberikan ruang gerak baru kepada warga Negara sejak reformasi digulirkan. Ruang gerak baru tersebut mewujud dalam bentuk kemerdekaan dan kebebasan. Harus dipahami, kemerdekaan apa pun memang merupakan cita-cita dari demokrasi, warga Negara berhak mengemukakan pendapat, kehendak, dan suaranya tanpa dibedakan oleh status social dan kedudukan.

Akan tetapi, ada beberapa anomaly dalam perjalanan demokrasi di Negara ini. Pembiasan demokrasi di Negara-negara ke-tiga (Asia dan Afrika) biasa mengalami anomaly dan pembiasan dari cita-cita asal dan dasar diwujudkannya sistem demokrasi ini. Masalah ini timbul sebagai bentuk baru merdeka setelah warga Negara terpenjara dalam sistem sejarah selama beberapa decade.

Kecuali adanya hegemoni dari penguasa dalam menerjemahkan demokrasi secara global, warga Negara pun sering menafsirkan hal krusial dalam demokrasi, demokrasi selalu diartikan kebebasan dasar dalam mengemukakan pendapat. Anomaly demokrasi di Negara ke-tiga tidak bersifat verbal, kecuali sudah benar-benar menyentuh ranah actual.

Undang-undang memang memberikan sinyal kemerdekaan dan kebebasan berserikat dan berkumpul bagi warga Negara tanpa kecuali. Ini diterjemahkan, maka sejak dibuka keran kebebasan di tahun 1999, demokrasi di Negara ini kembali mengkrucut pada demokrasi politis. Adalah wajar, demokrasi politis lebih besar daripada Negara harus membangun kembali tatanan perekonomian ketika reformasi di Negara ini salah satunya dilator belakangi oleh krisis multi dimensi ujung decade ke-3 pemerintahan Orde Baru.

Demokrasi politis ditandai dengan lahirnya kembali partai-partai politik yang pernah ada di era Orde Lama sebab sebagian besar partai politik tersebut tidak diberi ruang kemerdekaan di era Orde Baru demi alasan kestabilan Negara. Suasana orde lama kembali mewarnai panggung politik Negara ini. Seperti halnya pada pemilu pertama, pesta demokrasi tahun 1999 pun dimeriahkan oleh banyak partai politik. Demokrasi diterjemahkan sebagai hak untuk memilih dan dipilih.

Fakta sejarah ini penting dijadikan permenungan. Fase-fase Negara ini dalam menjalani sistem demokrasi tidak selinear yang dibayangkan. Selama lebih dari 350 tahun Negara ini dijajah. bentuk pemerintahan colonial Belanda yang menerapkan bentuk monarki telah merenggut kemerdekaan kelompok akar rumput. Kemerdekaan hanya dimiliki oleh siapa saja yang paling dekat dengan domain kekuasaan Hindia Belanda.

Tekanan kerangkeng ini memunculkan sebuah sikap dari warga pribumi, kelompok akar rumput untuk membebaskan diri dari sistem yang telah menekan kebebasan mereka. Terbentuklah Republik Indonesia. Bung Karno menyebut di masa ini merupakan era revolusi, tentu saja kemenangan kaum revolusioner, bangsa yang mau berjuang!

Orde Lama terbentuk. Pembahasaan orde lama ini sebenarnya berasal dari cara pandang kekuasaan Orde Baru, untuk memberikan persepsi kepada masyarakat bahwa kehidupan di zaman pemerintahan Orde Lama merupakan hal-hal yang telah usang. Lahirnya Orde Lama bersamaan dengan masih tertanamnya semangat revolusi dalam diri warga Negara. Syahdan, ketika dibentuk partai-partai politik pun, idealisme dan keyakinan mereka terhadap lembaga di mana mereka berada sangat tinggi. Tidak sekedar menganggap bahwa demokrasi adalah kebebasan berserikat dan berkumpul juga merupakan era dimana warga Negara harus memberikan partisipasi politiknya dengan benar.

Di ujung kekuasaannya, Soekarno menerapkan satu hal aneh, sebuah anomaly dalam kehidupan demokrasi. Bung Karno memadukan antara Demokrasi Barat (Amerika dan Eropa) dengan Sosialisme Timur (Soviet dan Negara Satelitnya) dalam sistem demokrasi terpimpin. Kemerdekaan kembali dikuasai oleh satu tangan. Keretakan hubungan Barat dengan Indonesia di era Orde Baru ini menjadi alasan tersendiri; Negara-negara Barat kembali mengalihkan pandangan dan strategi-strategi politiknya ke Indonesia. Bahasa-bahasa kekuasaan memojokkan sistem Barat sebagai biang keladi tumbuhnya kolonialisme dan imperialism. Diteriakanlah semangat Anti Nekolim.

Sebagai Partai pengatasnama Rakyat, PKI mengambil keuntungan besar dalam kondisi Negara seperti ini. PKI memasukkan ideologi-ideologi dasarnya kepada rakyat Indonesia. Lebih dari itu, PKI pun berhasil mengambil hati Soekarno. Di tahun 1965, kegenitan dari para elit PKI ini berujung pada peristiwa Gerakan 30 September. Sudah tentu kondisi Negara seperti ini membawa Negara kepada krisis di berbagai bidang kehidupan. Dengan sangat mudah, kekuasaan akan dikendalikan oleh siapa pun yang memegang hegemoni politik dan ekonomi. Disini, terbukalah ruang bargaining antara untuk menggulingkan dan membangun kembali Negara. PKI dicekal, bahkan diberangus, orde baru lahir.

Di awal pemerintahan Orde Baru, Soeharto berjanji akan menempatkan kembali demokrasi Negara ini ke dalam kerangka Pancasila. Demokrasi tidak sekedar menyentuh hal ikhwal perpolitikan, demokrasi pancasila sebagai asas tunggal harus menyentuh ranah-ranah penting kehidupan bernegara. Kestabilan politik, ekonomi terangkum dalam Ipoleksosbunhankam. Ini menjadi pilot project Orde Baru.

Berbeda dengan Soekarno, penekanan kepemimpinan Soekarno sebagai Panglima tertinggi Revolusi menyentuh pada pribadinya semata. Sementara dengan kepintaran memainkan strategi, Soeharto membawa kepemimpinan dirinya sebagai mandataris MPR dengan mengumandangkan kekuasaan oleh sistem. Ada perbedaan antara hegemoni kekuasaan pribadi dengan hegemoni kekuasaan oleh sistem. Terhadap yang pertama, warga Negara akan memiliki semangat revolusioner sementara untuk hal ke-dua, warga Negara akan lebih focus pada kestabilan Negara. Di era orde baru ini kehidupan seolah berjalan lurus dan datar. Pembangunan menjadi ikon Negara.

Keruntuhan orde baru berbanding lurus dengan semakin bertambahnya usia Soeharto sebagai Bapak Pembangunan. Entah kebetulan atau tidak, krisis moneter di decade ke 3 kepemimpinan Soeharto menerjang Indonesia. Karena bidikan utama pemerintahan orde baru adalah peningkatan ekonomi dan pembangunannya, ketika krisis angin kencang yang berhembus sebagai akibat dari krisis moneterini, kekuasaan orde baru pun ikut terguncang. Warga Negara menuntut lahirnya kembali pemerintahan baru, orde paling baru. Reformasi lahir.

Sebagai tuntutan kemerdekaan berpolitik, pada tahun 1999 diselenggarakan pemilihan umum yang diikuti oleh multi partai. Substansinya, Negara kembali ke era awal kemerdekaan. Perbedaannya pada kata yang dipakai antara revolusi dengan reformasi, berjuang dan menata ulang.

Di era reformasi, ketika kebebasan tidak ditempatkan dalam koridor konstitusi maka timbul dugaan kuat, bahwa apa pun selalu berhubungan dengan politik. Demokrasi politis lebih mendominasi dari sekedar demokrasi di bidang lain. Sebagai contoh: orang akan lebih dengan mudah berpindah ke karir politik dengan meninggalkan karir ekonominya di era reformasi ini, bahkan warga Negara akan dengan lebih mudah dimobilisasi demi alasan politik daripada mengerjakan hal remeh-temeh di bidang ekonomi.

Demokrasi akan berjalan dengan baik, jika ditempatkan dalam koridor konstitusi sebagaimana seharusnya demokrasi ditempatkan. Barangkali seperti itu. [ ]

KANG WARSA-

Posting Komentar untuk "Demokrasi Politis"