Novel Miguel de Cervantes (Tahun 1605)
Setelah mempersiapkan segalanya, Don Quixote merasa bahwa penundaannya merugikan dunia, mengingat banyaknya ketidakadilan yang harus ia perbaiki. Maka, pada pagi hari di bulan Juli sebelum matahari terbit, ia mengenakan baju zirah, menaiki Rocinante, dan dengan tombak di tangan, ia meninggalkan rumahnya secara diam-diam. Ia merasa bangga dan puas dapat memulai misinya.
Namun, tak lama setelah perjalanan dimulai, ia teringat bahwa ia belum resmi diangkat menjadi ksatria, yang menurut aturan, membuatnya tidak berhak menggunakan senjata melawan ksatria lain. Pikiran ini sempat menggoyahkan semangatnya, tetapi ia memutuskan untuk mengangkat dirinya sebagai ksatria dengan bantuan orang pertama yang ia temui, sebagaimana contoh dari buku-bukunya.
Dengan tekad yang diperbarui, Don Quixote melanjutkan perjalanan, mengikuti langkah Rocinante. Sepanjang jalan, ia berbicara sendiri, membayangkan sejarah heroiknya akan ditulis oleh seorang ahli sihir bijak, dan bahwa nama serta perbuatannya akan diabadikan dalam seni dan sastra. Ia juga melantunkan pujian untuk Dulcinea, "wanita hatinya," yang ia anggap sebagai inspirasi dalam semua petualangannya, meskipun ia hanya mengenalnya dalam khayalannya.
Hari itu berlalu tanpa peristiwa besar, yang membuat Don Quixote semakin tidak sabar untuk bertemu dengan tantangan pertama yang dapat membuktikan keberanian dan kekuatannya. Namun, di bawah panas matahari yang menyengat, ia terus berfantasi dan menghidupkan petualangan seperti yang sering ia baca dalam buku-bukunya.
Beberapa penulis mengatakan petualangan pertama Don Quixote terjadi di Puerto Lápice, sementara yang lain menyebut tempat kincir angin. Namun, catatan dari La Mancha menyebutkan bahwa ia menghabiskan sepanjang hari di jalan hingga malam tiba, dengan dirinya dan Rocinante kelelahan serta kelaparan. Saat mencari tempat untuk beristirahat, ia melihat sebuah penginapan yang tampak seperti kastil di matanya.
Di pintu penginapan, ada dua gadis desa yang sedang dalam perjalanan ke Seville bersama para pembawa barang. Dalam khayalannya, Don Quixote menganggap mereka sebagai wanita bangsawan yang menjaga gerbang kastil. Ketika seorang penggembala babi meniup terompet untuk mengumpulkan ternaknya, Don Quixote merasa itu adalah tanda kedatangannya yang diumumkan oleh seorang kurcaci istana.
Ia pun mendekati penginapan, dan penampilannya yang aneh dengan baju zirah lengkap membuat kedua gadis itu takut dan masuk ke dalam. Menyadari ketakutan mereka, Don Quixote dengan sopan berkata, “Para nona tidak perlu takut, karena saya adalah seorang ksatria yang menjunjung kehormatan dan melindungi kaum lemah.”
Namun, penampilannya yang kikuk justru membuat kedua gadis itu tertawa. Hal ini membuat Don Quixote kesal, tetapi sebelum situasi memburuk, pemilik penginapan keluar untuk menenangkan suasana. Dengan sikap ramah, pemilik penginapan, yang tampak seperti "penguasa kastil" di mata Don Quixote, menawarkan tempat beristirahat meskipun tanpa tempat tidur.
Don Quixote, yang tetap hidup dalam dunianya sendiri, menerima tawaran tersebut dengan hormat, merasa bahwa ia telah menemukan tempat yang layak untuk petualangannya.
Don Quixote, yang kelaparan setelah seharian berkelana, akhirnya menemukan sebuah penginapan yang baginya tampak seperti kastil megah. Tuan rumah, yang sebenarnya hanyalah seorang pria Andalusia biasa, menyambutnya dengan ramah namun bingung melihat tamu yang mengenakan baju zirah dan helm aneh.
Ketika para gadis desa di penginapan mencoba membantu Don Quixote melepas baju zirahnya, mereka berhasil melepas pelindung dada dan punggungnya, tetapi tidak dapat melepaskan helmnya karena terikat pita hijau. Don Quixote menolak memotong pita tersebut, sehingga ia terpaksa mengenakan helmnya sepanjang malam, menciptakan pemandangan yang aneh dan lucu.
Sambil berbicara dengan para gadis, Don Quixote dengan gaya bahasa puitisnya mengklaim bahwa mereka adalah wanita bangsawan dari kastil tersebut. Para gadis, meskipun bingung, akhirnya memutuskan untuk menyiapkan makanan sederhana untuknya. Karena hari itu adalah Jumat, mereka hanya bisa menyediakan ikan asin buruk dan roti hitam yang keras.
Don Quixote, yang tetap terjebak dalam dunianya, menganggap ikan tersebut sebagai "trout" yang lezat dan pelayanan para gadis sebagai perlakuan kehormatan. Dengan helmnya yang tetap terikat, ia tidak bisa makan sendiri, sehingga salah satu gadis harus menyuapinya. Untuk minum, tuan rumah membuat lubang di buluh dan menuangkan anggur melalui buluh itu ke dalam mulutnya.
Saat Don Quixote makan, seorang tukang potong babi tiba sambil meniup serulingnya, yang semakin menguatkan keyakinan Don Quixote bahwa ia benar-benar berada di kastil megah dengan musik pengiring. Meski merasa bangga, ia juga gelisah karena belum diangkat menjadi ksatria, sesuatu yang ia percaya wajib sebelum memulai petualangan sejati.
Setelah mempersiapkan segalanya, Don Quixote merasa bahwa penundaannya merugikan dunia, mengingat banyaknya ketidakadilan yang harus ia perbaiki. Maka, pada pagi hari di bulan Juli sebelum matahari terbit, ia mengenakan baju zirah, menaiki Rocinante, dan dengan tombak di tangan, ia meninggalkan rumahnya secara diam-diam. Ia merasa bangga dan puas dapat memulai misinya.
Namun, tak lama setelah perjalanan dimulai, ia teringat bahwa ia belum resmi diangkat menjadi ksatria, yang menurut aturan, membuatnya tidak berhak menggunakan senjata melawan ksatria lain. Pikiran ini sempat menggoyahkan semangatnya, tetapi ia memutuskan untuk mengangkat dirinya sebagai ksatria dengan bantuan orang pertama yang ia temui, sebagaimana contoh dari buku-bukunya.
Dengan tekad yang diperbarui, Don Quixote melanjutkan perjalanan, mengikuti langkah Rocinante. Sepanjang jalan, ia berbicara sendiri, membayangkan sejarah heroiknya akan ditulis oleh seorang ahli sihir bijak, dan bahwa nama serta perbuatannya akan diabadikan dalam seni dan sastra. Ia juga melantunkan pujian untuk Dulcinea, "wanita hatinya," yang ia anggap sebagai inspirasi dalam semua petualangannya, meskipun ia hanya mengenalnya dalam khayalannya.
Hari itu berlalu tanpa peristiwa besar, yang membuat Don Quixote semakin tidak sabar untuk bertemu dengan tantangan pertama yang dapat membuktikan keberanian dan kekuatannya. Namun, di bawah panas matahari yang menyengat, ia terus berfantasi dan menghidupkan petualangan seperti yang sering ia baca dalam buku-bukunya.
Beberapa penulis mengatakan petualangan pertama Don Quixote terjadi di Puerto Lápice, sementara yang lain menyebut tempat kincir angin. Namun, catatan dari La Mancha menyebutkan bahwa ia menghabiskan sepanjang hari di jalan hingga malam tiba, dengan dirinya dan Rocinante kelelahan serta kelaparan. Saat mencari tempat untuk beristirahat, ia melihat sebuah penginapan yang tampak seperti kastil di matanya.
Di pintu penginapan, ada dua gadis desa yang sedang dalam perjalanan ke Seville bersama para pembawa barang. Dalam khayalannya, Don Quixote menganggap mereka sebagai wanita bangsawan yang menjaga gerbang kastil. Ketika seorang penggembala babi meniup terompet untuk mengumpulkan ternaknya, Don Quixote merasa itu adalah tanda kedatangannya yang diumumkan oleh seorang kurcaci istana.
Ia pun mendekati penginapan, dan penampilannya yang aneh dengan baju zirah lengkap membuat kedua gadis itu takut dan masuk ke dalam. Menyadari ketakutan mereka, Don Quixote dengan sopan berkata, “Para nona tidak perlu takut, karena saya adalah seorang ksatria yang menjunjung kehormatan dan melindungi kaum lemah.”
Namun, penampilannya yang kikuk justru membuat kedua gadis itu tertawa. Hal ini membuat Don Quixote kesal, tetapi sebelum situasi memburuk, pemilik penginapan keluar untuk menenangkan suasana. Dengan sikap ramah, pemilik penginapan, yang tampak seperti "penguasa kastil" di mata Don Quixote, menawarkan tempat beristirahat meskipun tanpa tempat tidur.
Don Quixote, yang tetap hidup dalam dunianya sendiri, menerima tawaran tersebut dengan hormat, merasa bahwa ia telah menemukan tempat yang layak untuk petualangannya.
Don Quixote, yang kelaparan setelah seharian berkelana, akhirnya menemukan sebuah penginapan yang baginya tampak seperti kastil megah. Tuan rumah, yang sebenarnya hanyalah seorang pria Andalusia biasa, menyambutnya dengan ramah namun bingung melihat tamu yang mengenakan baju zirah dan helm aneh.
Ketika para gadis desa di penginapan mencoba membantu Don Quixote melepas baju zirahnya, mereka berhasil melepas pelindung dada dan punggungnya, tetapi tidak dapat melepaskan helmnya karena terikat pita hijau. Don Quixote menolak memotong pita tersebut, sehingga ia terpaksa mengenakan helmnya sepanjang malam, menciptakan pemandangan yang aneh dan lucu.
Sambil berbicara dengan para gadis, Don Quixote dengan gaya bahasa puitisnya mengklaim bahwa mereka adalah wanita bangsawan dari kastil tersebut. Para gadis, meskipun bingung, akhirnya memutuskan untuk menyiapkan makanan sederhana untuknya. Karena hari itu adalah Jumat, mereka hanya bisa menyediakan ikan asin buruk dan roti hitam yang keras.
Don Quixote, yang tetap terjebak dalam dunianya, menganggap ikan tersebut sebagai "trout" yang lezat dan pelayanan para gadis sebagai perlakuan kehormatan. Dengan helmnya yang tetap terikat, ia tidak bisa makan sendiri, sehingga salah satu gadis harus menyuapinya. Untuk minum, tuan rumah membuat lubang di buluh dan menuangkan anggur melalui buluh itu ke dalam mulutnya.
Saat Don Quixote makan, seorang tukang potong babi tiba sambil meniup serulingnya, yang semakin menguatkan keyakinan Don Quixote bahwa ia benar-benar berada di kastil megah dengan musik pengiring. Meski merasa bangga, ia juga gelisah karena belum diangkat menjadi ksatria, sesuatu yang ia percaya wajib sebelum memulai petualangan sejati.
Posting Komentar untuk "Don Quixote (Bagian 2)"