Don Quixote (Bagian 1)

Novel Miguel de Cervantes (Tahun 1605)

Di sebuah desa di La Mancha, yang namanya tak ingin disebutkan, hiduplah seorang bangsawan sederhana. Ia memiliki tombak, tameng tua, kuda kurus, dan anjing greyhound untuk berburu. Penghasilannya sebagian besar dihabiskan untuk makanan—daging sapi, salad, lentil, dan merpati—sementara sisanya digunakan untuk pakaian mewah di hari libur. Bangsawan itu, hampir berusia lima puluh tahun, dikenal kuat, kurus, rajin bangun pagi, dan seorang olahragawan hebat.

Meski dikenal terhormat, kebiasaannya membaca buku-buku kesatria dengan gairah berlebihan membuatnya melupakan tugasnya. Ia bahkan menjual sebagian tanahnya demi membeli lebih banyak buku. Karya favoritnya adalah tulisan Feliciano de Silva, yang penuh gaya dan metafora rumit. Kalimat-kalimat seperti *“alasan dari ketidakmasukakalan”* begitu memikatnya hingga ia berusaha memahaminya sepanjang malam, sesuatu yang bahkan Aristoteles takkan mampu pecahkan.

Ia terobsesi dengan kisah petualangan dan luka-luka para ksatria seperti Don Belianis, meski kisah itu sering kali tak masuk akal. Bangsawan ini bahkan sempat tergoda untuk menulis lanjutan buku-buku yang menurutnya tidak selesai, namun obsesinya yang lebih besar terhadap khayalan menghalanginya.

Dia sering berdebat dengan pendeta desa, seorang sarjana lulusan Siguenza, mengenai siapa yang lebih unggul: Palmerin dari Inggris atau Amadis dari Gaul. Namun, tukang cukur desa, Tuan Nicholas, berpendapat bahwa Ksatria Phœbus lebih unggul, dan jika ada yang mendekati kehebatannya, itu adalah Don Galaor, saudara Amadis. Galaor, menurutnya, sama beraninya tetapi tidak sentimentil seperti saudaranya.

Karena terlalu banyak membaca dan kurang tidur, pikirannya menjadi kacau. Dia mulai meyakini bahwa semua kisah yang dibacanya—sihir, pertempuran, tantangan, dan percintaan—adalah kenyataan. Dia percaya sepenuh hati bahwa Ksatria Pedang Berapi benar-benar ada, bahwa raksasa Morgante adalah sosok ramah di antara kaum raksasa, dan bahwa Reinaldos dari Montalban adalah pahlawan sejati. Obsesi ini membuatnya ingin meniru para ksatria pengembara, mengemban petualangan demi kehormatan dan kemuliaan abadi. Dalam khayalannya, dia sudah melihat dirinya menjadi Kaisar Trebizond.

Langkah pertama, dia membersihkan baju zirah tua milik leluhurnya yang berkarat. Namun, helmnya hanya sebuah morion sederhana. Dengan kreatif, dia menambahkan karton untuk membuat helm tertutup. Sayangnya, uji coba dengan pedangnya merusak helm itu dalam satu tebasan. Tak putus asa, dia memperkuatnya dengan batang besi hingga akhirnya puas, tanpa mencoba lagi, dan menyatakannya sempurna untuk digunakan.

Selanjutnya, dia memeriksa kudanya, yang meskipun kurus dan penuh kekurangan, dianggapnya lebih hebat dari Bucephalus milik Alexander atau Babieca milik Cid. Dia menghabiskan empat hari untuk memikirkan nama yang layak bagi kuda itu, hingga akhirnya memilih "Rocinante," nama yang menurutnya tinggi, nyaring, dan mencerminkan statusnya: sebelumnya hanya kuda biasa, kini menjadi yang pertama di antara semua kuda di dunia.

Setelah memberi nama kudanya, dia mulai memikirkan nama untuk dirinya sendiri. Setelah delapan hari merenung, dia memilih "Don Quixote." Mengikuti tradisi ksatria seperti Amadis dari Gaul, dia menambahkan asal-usulnya menjadi "Don Quixote dari La Mancha," untuk mengabadikan tempat asalnya dalam namanya.

Dengan perlengkapannya diperbaiki, morionnya diubah menjadi helm, kudanya dinamai, dan dirinya diberi gelar, dia menyadari satu hal masih kurang: seorang wanita untuk dicintainya. Menurutnya, seorang ksatria tanpa cinta bagaikan pohon tanpa buah atau tubuh tanpa jiwa. Dia membayangkan mengalahkan raksasa dan mengirimnya untuk bersujud di hadapan wanita pilihannya, mempersembahkan kemenangan itu sebagai penghormatan.

Dia kemudian memutuskan bahwa Aldonza Lorenzo, seorang gadis petani cantik dari desa tetangga yang pernah dia kagumi, akan menjadi wanita pujaannya. Namun, untuk menyelaraskan namanya dengan status seorang putri, dia memberinya gelar "Dulcinea del Toboso," nama yang menurutnya anggun, musikal, dan istimewa.
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Don Quixote (Bagian 1)"