Saya sering memperhatikan anak kecil, misalkan anak saya. Juga pernah memperhatikan diri saya ketika kecil lewat ingatan-ingatan yang masih terawat (Baca: Tersisa). Betapa anak kecil memiliki satu karakter khusus, dia ingin dan selalu “ Ingin Menjadi Apa Saja” . Anak Saya ingin menjadi Berbie, anak lelaki Anda mungkin ingin menjadi Batman, bisa jadi karena ingin menjadinya itu, ada dari sebagian anak kita ingin menjadi Pocong. Maka, demi alasan ini, dibuatlah motivasi tentang anak, penguatan cita-cita besar mereka. Ingin menjadi apa.
Orang dewasa sudah tentu berbeda dengan anak-anak. Mereka lebih fokus pada cara mendapatkan kemenangan. Tapi, ini penting diketahui, motivasi “ Ingin Menjadi Apa Saja” yang tertanam sejak masa kanak-kanak akan tetap terbawa dan mengakar kuat dalam diri manusia. Muncullah keinginan-keinginan, harapan-harapan, juga fantasi-fantasi. Bedanya hanya sedikit, antara logis dan tidak logis. “ Ingin Menjadi Apa Saja”-nya seorang anak bisa kita sebut un-logic, tidak dapat diterima oleh akal, sementara keinginan kita pun oleh sebagian orang bisa dikatakan bertentangan jauh dengan prinsip-prinsip sebenarnya kehidupan.
Ada baiknya dicerna. Konsekwensi dari “ Ingin Menjadi Apa Saja” adalah antara kemenangan dan kekalahan. Disini penting sekali penyiapan mental juara, siap menang, paling utama adalah siap menerima kekalahan. Menang sebenarnya bukan karena kita lebih hebat dari orang lain, ini hanya masalah kesiapan saja. Kekalahanpun demikian, bukan karena kita lebih bodoh dari lawan, ini disebabkan oleh kesiapan itu tadi. Namun, egosentris ” Ingin Menjadi Apa Saja” yang telah tertanam di dalam diri kita ini menjadi hantu menakutkan bahwa kita harus tetap menang, bagaimana pun caranya. Tidak ingin dikatakan kalah, sebab kekalahan merupakan aib besar.
Untuk kota Sukabumi, empat tahun lalu, 2008, perhelatan demokrasi , Pilkada digelar. Komisi Pemilihan Umum dan PNS dipaksa oleh sebuah aturan, harus bersikap netral. Pilakda dimenangkan oleh Muslikh dan Mulyono. Disini, ada kemenangan dan kekalahan. Niat “Ingin Menjadi Apa Saja” para calon ternyata lebih kuat desakannya, dia tidak lebih lemah dari seorang anak yang “Ingin Menjadi Apa Saja”, calon pasangan yang kalah dalam Pilkada Kota Sukabumi 2008 mengajukan gugatan, ada kecurangan, penggelembungan suara, dan lain sebagainya. Ini bentuk protes terhadap kinerja juri. Sama halnya dengan protesnya seorang anak ketika dia kalah lomba.
Sebab cara kita ini sering bercermin pada masa kanak-kanak kita, maka ada baiknya kita tiru cara orangtua merespon kekalahan si anak. Siapapun, mau calon legislative, calon presiden, calon gubernur, dan calon walikota, Anda harus siap dengan konsekwensi dari pilihan Anda. Terutama Tim Suksesnya. Semua ingin menang, tapi tetap harus ada yang kalah. Jika Anda mengalami kekalahan lakukan oleh Tim Anda:
Tim Sukses, walaupun seorang calon mengalami kekalahan, harus bisa meyakinkan bahwa kandidatnya itu tetap keluar sebagai pemenang. Kibuli saja dengan pepatah kuno namun manjur sesungguhnya Kekalahan merupakan kemenangan yang tertunda!. Meskipun kandidatnya itu kalah, namun setidaknya dia telah berani masuk ke arena pertempuran. Yakinkan hal itu, bahwa harapan masih ada. Bila perlu, belikan sebuah piagam dalam bentuk penghormatan, dorong agar dia mau menerima kemenangan dalam kekalahan. Anggap saja, kitalah pemenangnya.
Ini sebetulnya hakikat dari sebuah kekalahan. Naluri dasar manusia, dia sebagai apa pun, akan tetap menginginkan kemenangan, Vini Vidi Vici. Dari sinilah bermula, sebuah paham Utilitarianisme , bahwa kehidupan manusia harus diusahakan menghindari apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya. Jika manusia masih tetap bergumul dan memuja-muji apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya, maka sebetulnya dia telah kalah dalam hidup. Boleh saja kita kalah dari berbagai lomba, kalah di Pemilukada, Kalah di Pileg, Kalah di Pilpres, atau Kalah main catur, namun… setidaknya, kita jangan kalah dalam menghadapi hidup!
KANG WARSA
Posting Komentar untuk "Kekalahan"