Menyelamatkan Lahan Pertanian dan Budaya

Dalam Musyawarah Perencanaan  Pembangunan (Musrenbang) antara tahun 2006-2010, pernah diusulkan pembangunan dan pengembangan sawah serta kampung wisata di Kota Sukabumi. Usulan ini memiliki kesan terlalu melangit untuk direalisasikan jika dipandang dari sudut bahwa pembangunan selalu berkutat pada pengadaan hal-hal fisik semata. Bahkan, usulan ini selama hampir empat tahun sama sekali tidak – jangankan masuk ke dalam skala prioritas- sekedar untuk masuk ke dalam deretan sejumlah pembangunan fisik lainnya pun sama sekali tidak pernah. Usulan ini masih kalah trend oleh usulan pembangunan dan renovasi ratusan gang dengan panjang hanya 50 meter saja.

Jika dikatakan terlalu melangit memang benar, sebab konsep dalam usulan pembangunan dan pengembangan sawah wisata ini mebutuhkan kejernihan dan cara pandang kita terhadap konsep-konsep pembangunan di negara ini. Alam pikiran kita, masyarakat di negara-negara ke-tiga, masih menginjakkan pikiran bahwa pembangunan itu harus bersifat massive, terlihat, dan bisa terukur agar mudah dihitung dan segera selesai. Sementara, pembangunan sawah dan kampung wisata membutuhkan pengekplorasian nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat, agar sawah dan kampung wisata yang tercipta tersebut bisa sesuai dengan kondisi, sosial budaya masyarakat setempat.

Padahal, usulan melangit ini masih kalah oleh beberapa konsep pembangunan di negara ini yang memiliki kesan melangit seperti; pembangunan kesejahteraan masyarakat, keluarga benerancana, dan pembangunan pendidikan. Artinya, konsep pembangunan sawah dan kampung wisata ini bisa direalisasikan jika i'tikad baik dari pemerintah dan masyarakat sekitar benar-benar telah menyentuh ranah holistik konsep pembangunan.

Salah satu latar belakang dari usulan pembangunan sawah dan kampung wisata adalah betapa di era ketika dunia telah memasuki sebuah ruang bernama Global Village, arah pembangunan akan mengikuti trend terkini yang sedang membanjiri arus kehidupan global. Lahan-lahan pertanian secara perlahan akan semakin tergerus oleh penyediaan bangunan-bangunan, ruko, perumahan, bahkan pusat-pusat perbelanjaan dari yang mega besar sampai ke mini market-mini market. Ini merupakan ancaman bukan laten tetapi ancaman permanent dan kongkrit bagi ketahanan pangan di negara ini. Jika sawah-sawah dibiarkan tergerus oleh keberadaan bangunan maka akan semakin mengecil produksi pertanian; padi.

Mayoritas dari kita memang kurang menyadari jika invasi kemajuan ini merupakan salah satu ancaman bagi kelangsungan manusia juga karena kita memang menikmati apa yang telah dihasilkan oleh pembangunan-pembangunan di era teknomasia ini. Orang akan lebih senang memasuki mall-mall, entah itu berbelanja atau sekedar jalan-jalan daripada harus berjalan di atas pematang sawah. Maka, ancaman besar ini lebih tidak dirasakan oleh mayoritas dari kita. Intinya, kemudahan telah menjadi alasan keberadaan mall dan mini market akan lebih mudah diterima daripada kita mengusulkan sebuah konsep pembangunan untuk menyelamatkan nasib areal pesawahan dan lahan-lahan penduduk di perkampungan.

Pembangunan kampung wisata pun dilatar belakangi oleh semakin hebatnya invasi budaya dari berbagai penjuru dunia menyerang ruang-ruang sempit kehidupan masyarakat. Harus diakui, teori evolusi sosial dan budaya ini dibantah habis-habisan oleh para penganut keyakinan namun dalam praktik kehidupan semua itu diterima dengan lapang. Proyeksi pikiran warisan leluhur kita tergerus oleh apa yang telah diciptakan oleh kemajuan jaman. Tidak bisa dibohongi, hawu dan seeng secara permanen telah dikalahkan oleh kompor gas dan magic-com.

Jika kita tidak mengarahkan konsep pembangunan ini secara utuh dan dibumbui oleh upaya kita untuk menyelamatkan apa yang telah diwariskan oleh leluhur, kakek, nenek, dan orang tua kita. Di masa depan, kekhawatiran tentang hilangnya lahan pertanian, lunturnya budaya bangsa, tidak akan menjadi satu kekhawatiran lagi tetapi akan menjadi hal yang memang telah hilang dalam kehidupan kita. Kemudian kita akan mengenang masa lalu, bahwa di negara ini pernah mengalami sebuah masa; di mana beras , padi, dan kapas bisa menghidupi masyarakat. [ ]
KANG WARSA | SUKABUMI DISCOVERY
Dikirim dari Windows E-mail

Posting Komentar untuk "Menyelamatkan Lahan Pertanian dan Budaya"