Segala hal harus diawali dengan ‘kebahagiaan’, begitu kata Saya kepada para siswa pada awalan mengajar hari tadi. “Ayo tersenyum!” Lanjut saya. Entahlah, dengan tanpa alasan apa pun tiba-tiba banyak di antara mereka tersenyum, hangat dan tentu saja mengajak agar mereka berbahagia. “ Benang kusut yang ada di dalam diri ini mari kita hilangkan! Siap?” Saya menatap mereka berkeliling.
“ Siap, pak!” Jawab mereka, masih tersenyum dan dipenuhi oleh raut wajah bahagia.
Setelah berdoa, saya memberikan beberapa pertanyaan sederhana: “ Kenapa kalian berdoa terlebih dahulu sebelum belajar? Kenapa kalian berdoa sambil tertunduk dan membacanya dalam hati?”
“ Supaya kita diberi ilmu yang bermanfaat, Pak!” Jawab salah seorang siswa.
“ Benar!” Saya melanjutkan, “ Pernahkah kalian membayangkan diri sendiri seperti apa, minat dan bakal diri sendiri itu apa? Apa kelemahan dan kelebihan diri kalian? Kalian bisa melakukan apa dalam hidup ini? “
Kelas tiba-tiba hening, diantara mereka saling bertatap wajah.
“ Setelah berdoa, sekarang kita merenung terlebih dahulu, pejamkan mata kalian, kita masuk ke dalam diri masing-masing, gali dan eksplorasi apa kelebihan dan kekurangan diri kita masing-masing, bagaimana siap?”
Kelas hening, yang Saya dengar adalah hembusan nafas para siswa, keluar masuk melalui saluran pernafasan mereka secara perlahan.
Kami berusaha menemukan makna (meaning) sebelum belajar. Makna merupakan hal awal yang harus dimiliki oleh siapa pun sebelum melakukan kegiatan. Dengan makna ini, pikiran akan jernih dan sikap akan dipenuhi oleh energi positif.
Kemudian Saya melanjutkan memberikan materi-materi ajar, Saya hanya menuliskan peta konsep, kemudian mengajak kepada para siswa untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi peta konsep tersebut menjadi satu rangkaian pengetahuan baru.
Hal yang Saya lakukan sebetulnya bukan cara baru dalam metode mengajar. Ini merupakan hal klasik namun sering dilupakan, kadang akan dianggap membuang-buang waktu saja, selama 20 menit jam pelajaran hanya dihabiskan oleh sikap dan tindakan-tindakan yang dianggap sepele.
Namun, selama 20 menit inilah, sebuah babak baru kegiatan belajar dan mengajar tercipta. Di dalam kelas dengan bangku dan meja dingin, dinding-dinding yang –seolah- memenjarakan para siswa, Saya berusaha mengeluarkan mereka dari penjara pikiran seperti itu. Bahwa, belajar adalah kegiatan menyenangkan bukan menegangkan. Karena belajar merupakan kegiatan menyenangkan, hal pertama yang harus ada yaitu: kebahagiaan dalam diri.
“ Kita akan melakukan sesuatu apa pun harus diawali dengan kebahagiaan, jika tidak demikian, bagaimana kita akan senang dalam belajar, ada banyak siswa di Negara ini yang takut oleh pelajaran Matematika dan Fisika, begitu kan? Salah satu diantaranya bias jadi kita, kenapa? Sebab, kegiatan belajar tersebut tidak diawali dengan kebahagiaan. Maka jadilah siswa yang berbahagia!”
Terus terang, hampir semua siswa menampakkan wajah bahagia di dalam kelas.
“ Kalian sudah bahagia?”
“ Sudah!”
“ Kebahagiaan tidak sempurna tanpa sebuah karya, sekarang mari kita ke sawah bersama-sama, kita gali hal-hal penting yang ada di sawah bersama-sama. Kalian bebas menuliskan apa pun di alam terbuka, tidak akan Bapak nilai dengan angka, sebab kalian telah bisa mengukur seberapa jauh kemampuan kalian…”
Dan kami pun ke sawah, bercanda, berbahagia, mengobrol, tanpa beban.
KANG WARSA
Posting Komentar untuk "Belajar Bahagia"