Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mengumumkan dua kasus baru Flu Burung yang telah dikonfirmasi oleh Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kasus pertama seorang pegawai berinisial TS (L, 40 tahun), warga Kota Tangerang, provinsi Banten. Pada 15 Maret 2015, kasus mulai mengeluh tidak enak badan, namun tetap bekerja. Tanggal 17 Maret 2015, timbul gejala demam, batuk berdahak dan berobat jalan ke rumah sakit swasta. Tanggal 21 Maret 2015 TS berobat ke IGD Rumah Sakit swasta lainnya, hasil foto toraks menunjukkan Pleuropneumonia dextra. Karena tetap demam dan batuk disertai lemas dan mual, pada malam harinya kasus berobat kembali ke rumah sakit dan dirawat dengan diagnosis kerja Efusi pleura dextra et causa pneumonia. Pada tanggal 23 Maret 2015, kasus mengalami perburukan dan dirawat di ICU dengan diagnosis Efusi pleura dextra, pneumonia dan gangguan fungsi hati. Esok harinya tanggal 24 Maret 2015 kasus bertambah sesak dan didiagnosis sebagai Suspek Flu Burung, semakin memburuk dan dan meninggal dunia pada pukul 16.25 WIB. Tanggal 25 Maret 2015, Balitbangkes menyatakan hasil pemeriksaan laboratorium PCR kasus TS Positif H5N1.
Kasus kedua berinisial MAIPS (L, 2 tahun) merupakan anak dari kasus TS, tinggal satu rumah dengan orangtuanya. Tanggal 11 Maret 2015, timbul gejala demam, batuk dan pilek kemudian berobat ke rumah sakit swasta dan dirawat. Pada 16 Maret 2015, kasus keluar dari rumah sakit, namun di rumah mengeluh kembung dan batuk. Keadaan kasus tidak ada perubahan, kasus mengeluh sesak dan dirujuk ke rumah sakit swasta lainnya. Karena semakin memburuk, tanggal 26 Maret 2015, kasus dirujuk ke Rumah Sakit Persahabatan jam 02.40 WIB, dan meninggal dunia pukul 04.10 WIB. Tanggal 26 Maret 2015, Balitbangkes menyatakan hasil pemeriksaan laboratorium PCR kasus MAIPS Positif H5N1.
Tim Ditjen PP dan PL, Badan Litbangkes, Dinas Kesehatan Kota Tangerang dan Puskesmas Tangerang, Unit Reaksi Cepat Penyakit Hewan Menular Strategis (URCPHMS) Kementan telah melakukan penyelidikan epidemiologi ke rumah penderita dan lingkungan sekitar. Di rumah kasus tidak memiliki hewan peliharaan baik unggas maupun lainnya, namun di lingkungan tetangga kasus banyak terdapat warga yang memelihara burung hias dan burung dara. Kemungkinan faktor risiko pada kasus antara lain Unggas peliharaan tetangga disekitar rumah kasus; dan Kontak langsung dan tidak langsung dengan unggas peliharaan kakak kasus di Kab. Bogor.
Dengan bertambahnya dua kasus ini, sejak tahun 2005 hingga berita ini dipublikasikan, jumlah kumulatif kasus Flu Burung di Indonesia adalah 199 kasus dengan 167 kematian.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dr. Mohamad Subuh, MPPM selaku National Focal Point for International Health Regulation (IHR) telah menginformasikan tentang kasus ini ke WHO.
Pemerintah bersama seluruh masyarakat telah melakukan berbagai upaya pengendalian Flu Burung sejak tahun 2005. Dalam periode 10 tahun (2005 2014) tampak kecenderungan penurunan kasus Flu Burung pada hewan dan manusia. Selama 9 bulan sejak bulan Juni 2014 sampai dengan Februari 2015 tidak ditemukan kasus Flu Burung di Indonesia.
Keberhasilan pengendalian Flu Burung sangat ditentukan oleh peran dan dukungan seluruh masyarakat terutama peran masyarakat dalam upaya pencegahan. Upaya yang dapat dilakukan masyarakat adalah menghindari kontak dengan unggas sakit atau mati mendadak; menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan berperilaku hidup bersih dan sehat; dan kenali gejala Flu Burung yaitu demam/panas tinggi, batuk dan sakit tenggorokan. Jika ada tanda-tanda Flu Burung segera berobat ke puskesmas atau rumah sakit.
Kasus pertama seorang pegawai berinisial TS (L, 40 tahun), warga Kota Tangerang, provinsi Banten. Pada 15 Maret 2015, kasus mulai mengeluh tidak enak badan, namun tetap bekerja. Tanggal 17 Maret 2015, timbul gejala demam, batuk berdahak dan berobat jalan ke rumah sakit swasta. Tanggal 21 Maret 2015 TS berobat ke IGD Rumah Sakit swasta lainnya, hasil foto toraks menunjukkan Pleuropneumonia dextra. Karena tetap demam dan batuk disertai lemas dan mual, pada malam harinya kasus berobat kembali ke rumah sakit dan dirawat dengan diagnosis kerja Efusi pleura dextra et causa pneumonia. Pada tanggal 23 Maret 2015, kasus mengalami perburukan dan dirawat di ICU dengan diagnosis Efusi pleura dextra, pneumonia dan gangguan fungsi hati. Esok harinya tanggal 24 Maret 2015 kasus bertambah sesak dan didiagnosis sebagai Suspek Flu Burung, semakin memburuk dan dan meninggal dunia pada pukul 16.25 WIB. Tanggal 25 Maret 2015, Balitbangkes menyatakan hasil pemeriksaan laboratorium PCR kasus TS Positif H5N1.
Kasus kedua berinisial MAIPS (L, 2 tahun) merupakan anak dari kasus TS, tinggal satu rumah dengan orangtuanya. Tanggal 11 Maret 2015, timbul gejala demam, batuk dan pilek kemudian berobat ke rumah sakit swasta dan dirawat. Pada 16 Maret 2015, kasus keluar dari rumah sakit, namun di rumah mengeluh kembung dan batuk. Keadaan kasus tidak ada perubahan, kasus mengeluh sesak dan dirujuk ke rumah sakit swasta lainnya. Karena semakin memburuk, tanggal 26 Maret 2015, kasus dirujuk ke Rumah Sakit Persahabatan jam 02.40 WIB, dan meninggal dunia pukul 04.10 WIB. Tanggal 26 Maret 2015, Balitbangkes menyatakan hasil pemeriksaan laboratorium PCR kasus MAIPS Positif H5N1.
Tim Ditjen PP dan PL, Badan Litbangkes, Dinas Kesehatan Kota Tangerang dan Puskesmas Tangerang, Unit Reaksi Cepat Penyakit Hewan Menular Strategis (URCPHMS) Kementan telah melakukan penyelidikan epidemiologi ke rumah penderita dan lingkungan sekitar. Di rumah kasus tidak memiliki hewan peliharaan baik unggas maupun lainnya, namun di lingkungan tetangga kasus banyak terdapat warga yang memelihara burung hias dan burung dara. Kemungkinan faktor risiko pada kasus antara lain Unggas peliharaan tetangga disekitar rumah kasus; dan Kontak langsung dan tidak langsung dengan unggas peliharaan kakak kasus di Kab. Bogor.
Dengan bertambahnya dua kasus ini, sejak tahun 2005 hingga berita ini dipublikasikan, jumlah kumulatif kasus Flu Burung di Indonesia adalah 199 kasus dengan 167 kematian.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dr. Mohamad Subuh, MPPM selaku National Focal Point for International Health Regulation (IHR) telah menginformasikan tentang kasus ini ke WHO.
Pemerintah bersama seluruh masyarakat telah melakukan berbagai upaya pengendalian Flu Burung sejak tahun 2005. Dalam periode 10 tahun (2005 2014) tampak kecenderungan penurunan kasus Flu Burung pada hewan dan manusia. Selama 9 bulan sejak bulan Juni 2014 sampai dengan Februari 2015 tidak ditemukan kasus Flu Burung di Indonesia.
Keberhasilan pengendalian Flu Burung sangat ditentukan oleh peran dan dukungan seluruh masyarakat terutama peran masyarakat dalam upaya pencegahan. Upaya yang dapat dilakukan masyarakat adalah menghindari kontak dengan unggas sakit atau mati mendadak; menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan berperilaku hidup bersih dan sehat; dan kenali gejala Flu Burung yaitu demam/panas tinggi, batuk dan sakit tenggorokan. Jika ada tanda-tanda Flu Burung segera berobat ke puskesmas atau rumah sakit.
Posting Komentar untuk "Laporan Kasus Flu Burung"