<
Sebenarnya bukan kebiasaan baru, sebab kebiasaan harus didasari oleh norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Ini hanya merupakan sikap kurang baik saja, masyarakat di Sukabumi menambal jalan berlobang dengan urugan tanah, batu, sampah, rumput, bahkan lumpur dari selokan.
Sikap seperti ini lahir tidak ajeg, namun dilatar belakangi oleh beberapa faktor. Pertama, satu dekade lalu, muncul sikap baru, para pemuda memanfaatkan jalan rusak sebagai peluang untuk menghasilkan uang. Jalan rusak diurug dengan dengan kerikil atau apa pun, supaya terlihat ada pekerjaan memperbaiki jalan. Pemuda lain menenteng kaleng kue atau ember, kemudian memungut uang kepada pengguna jalan.
Lambat laun, sikap ini diikuti oleh pemuda dari berbagai kampung. Jalan rusak diurug dengan apa saja yang penting seolah terlihat ada pekerjaan, ladang pencarian uang yang mereka pungut kepada penggunan jalan. Disadari atau tidak, sikap ini telah mengendap dalam masyarakat Sukabumi selama satu dekade. Tidak heran, sekarang menjadi trend baru, masyarakat mengurug jalan berlobang atau rusak dengan apa saja.
Kedua, regulasi pemerintah dalam merespon perbaikan jalan cenderung lamban. Padahal, di dalam APBD Provinsi dan Kota, perbaikan infrastruktur jalan ini telah dianggarkan. Bahkan di setiap APBD, dicantumkan biaya tidak terduga, pemerintah seperti lupa terhadap: anggaran berbasis kinerja. Hal lain, sering munculnya tumpang tindih dalam penganggaran perbaikan infra struktur, Pemerintah Kota akan melemparkan perbaikan jalan kepada Pemerintah Provinsi demi alasan, jalan yang harus diperbaiki merupakan jalan Provinsi.
Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini? Sila kirim saran dan pendapat Anda ke: redaksi@sukabumi-discovery.com
Dikirim dari ponsel cerdas BlackBerry 10 saya dengan jaringan Indosat.
Posting Komentar untuk "#Tren Sosial: Jalan Rusak Diurug Tanah, Kerikil, Batu, Hingga Lumpur"