Konetifitas Alam dengan Manusia

Sejarah telah mencatat – untuk negara ini – alam menolak beberapa sistem dan ideologi yang berusaha ditegakkan dengan cara apa pun. Dari kekhilafahan, komunisme, commonwealth, kepausan, hingga keinginan untuk mendirikan negara berlandaskan agama, tidak pernah berdiri mulus di negara ini.

Kenapa alam malah menerima berdirinya kerajaan-kerajaan di nusantara sebelum kemerdekaan dan kokohnya demokrasi Pancasila berdiri sebagai landasan berpijak negara ini sejak kemerdekaan hingga sekarang? Sudah pasti hal ini bukan tanpa alasan.

Alam semesta sebagai makro-kosmos dan manusia sebagai mikro-kosmos telah diciptakan oleh Alloh sebagai jagat-jagat yang saling terkoneksi satu sama lain. Alam akan menerima kehadiran apa pun, sistem dan ideologi apapun saat diterapkan dalam kehidupan manusia dan bukan merupakan ancaman bagi alam, maka alam akan menerimanya. Pun sebaliknya, ketika sikap dan segala pikiran manusia bertentangan dengan alam dan merupakan ancaman baginya, maka alam akan menolak atau memuntahkannya kembali.

Koneksi antara alam dan manusia tersebut saling kait mengait, sebagai contoh; ketika ke dalam tubuh manusia - baik disengaja atau pun tidak - masuk zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, secara otomatis, tubuh akan menolak, berontak, jika tidak sakit kemungkinan akan meninggal. Begitulah koneksi antara alam dan manusia telah terjalin sejak semula diciptakan oleh Alloh.

Sistem, ideologi, gagasan, dan wawasan merupakan hasil budaya dan peradaban manusia. Olah akal pikiran manusia ini telah menghasilkan berbagai varian sistem dan ideologi. Sebagian manusia sering salah kaprah, membenturkan sistem dan ideologi seolah; ini sistem Ilahi dan ini sistem profane (tidak abadi). Membenturkan sesuatu yang bersifat adi-kodrati dengan sesuatu yang fana merupakan ketidakadilan. Pikiran manusia sering menyentuh ranah ‘seolah-olah’, pikiran tentang benar dan tidaknya sesuatu pun hanya sebatas pada menduga, hipotesa, atau ‘katanya’. Dari sinilah, pertempuran sengit ideologi dan pemikiran bermula.

Alam sudah tentu menolak keseragaman namun cenderung menerima keberagaman karena kekompleksan dan keheterogenan merupakan karakter yang melekat pada alam. Sebagai alam kecil, maka keadaan manusia akan dipengaruhi secara langsung oleh karakter alam, kekompleksan dan keberagaman melekat dengan mutlak pada manusia. Manusia yang lahir dan berkembang di tempat dengan karakter agraris akan melakukan penyesuaian baik dari cara berpikir hingga bersikap dengan kondisi alam dimana mereka tinggal. Ketika ada pola pikir dan sikap yang bertolak belakang dengan keadaan dimana mereka tinggal sudah dipastikan akan timbul ketidakharmonisan konektifitas. Akan saling tolak-menolak.

Begitu pun dalam penerapan sistem, ideologi, dan bentuk negara, ketika hal-hal tersebut berseberangan dengan karakter alam dan tidak sesuai dengan kondisi dimana manusia tinggal, secara otomatis alam akan menolak kehadiran hal-hal tersebut karena dianggap sebagai sebuah ancaman.

Sayang sekali, manusia sering memosisikan diri mereka sebagai bagian yang terpisahkan dari alam, bahkan mengaku-aku sebagai makro kosmos, akibat yang lahir adalah super ego semakin meningkat sementara ketawadhuan dan sikap ‘handap asor’ menurun tajam. Manusia telah merasa mampu menegakkan hukum-hukum Alloh di muka bumi tanpa mengeja dengan baik jika keberadaan alam dan manusia pun merupakan rancangan besar dari-Nya. Manusia pun telah menempatkan diri mereka sebagai mahluk yang bisa menerapkan aturan-aturan yang dibuat tanpa dikorelasikan dengan kehadiran alam semesta sebagai sumber aturan sistematis yang telah diciptakan oleh Alloh.

Saat sistem, ideologi, rancangan, bentuk, dan pola pikir dalam membangun sebuah negara didasari oleh semangat melepaskan diri dari konektifitas antara manusia dengan alam, yang akan lahir adalah;pertumpahan darah, kekasaran penegakkan hukum, pemalsuan ayat-ayat Tuhan dalam kehidupan, kerakusan terhadap keyakinan, hingga manusia merasa angkuh dan berdiri sebagai pembela agama serta pembela Tuhan.

Padahal, kebaikan apa pun tidak perlu diawali dengan berbagai prasyarat, kebaikan tetaplah kebaikan, dia akan diterima oleh alam. Kejahatan tetaplah kejahatan, dia akan ditolak secara otomatis oleh alam. Untuk sampai pada sebuah negara yang baik, maka bukan sekadar diperlukan sistem serta ideologi yang baik melainkan harus lahir manusia-manusia baik. Itu saja cukup.

Posting Komentar untuk "Konetifitas Alam dengan Manusia"