Pilkada "Heppi"

Kesan yang timbul dalam benak saya saat melihat fenomena terkini dalam penyelenggaraan Pilkada Kota Sukabumi Tahun 2018 adalah satu pandangan bahwa Pilkada 2018 ini lebih "heppi" dari dua Pilkada sebelumnya. Sejak empat pasangan calon ditetapkan kemudian diberikan nomor urut oleh KPU, tahapan-tahapan yang dijalankan baik oleh penyelenggara dan peserta Pilkada berlangsung sangat tertib, tidak terjadi pelanggaran secara signifikan dilakukan oleh kedua belah pihak. Saat pemberian nomor urut dengan cara diundi di Gedung Juang'45 beberapa hari lalu, kandidat bersama para pendukungnya memperlihatkan semangat seremonial yang khas, berbahagia, seperti saat lagu Imagine karya John Lennon dinyanyikan di ruangan itu, semua ikut bernyanyi.

Mencermati apa yang dilakukan oleh Event Organizer (EO) mengapa mereka menyiapkan lagu Imagine saat pemberian nomor urutan pasangan calon, hal ini memiliki arti bahwa semangat atau spirit yang seharusnya dihadirkan oleh penyelenggara dan peserta Pilkada adalah ruh perdamaian dan persatuan. Lagu Imagine karya Lennon merupakan sebuah lagu yang syarat makna, meskipun beberapa tahun lalu, lagu ini pernah dipersoalkan oleh kalangan agamawan sebagai sebuah lagu agnostik karena syairnya mencoba meniadakan unsur penting dalam keyakinan: Imagine, no religion too , bayangkan jika tidak ada agama..

Terlepas dari hal di atas, menurut Lennon sebagai seorang seniman dan musikus, lebih luas lagi dia sebagai seorang budayawan, perpecahan, perang dunia, bencana kemanusiaan, dan perang dingin yang terjadi saat lagu ini diciptakan disebabkan oleh faktor-faktor determinan: semangat kebangsaan yang rigid, pandangan keagamaan yang jumud, dan sikap rasisme yang akut. Lennon merupakan seorang humanis yang memiliki pandangan spiritual tinggi saat dia melakukan lawatan ke India, bertemu dengan seorang Guru bersama pentolan-pentolan Beatles lainnya, sebuah lagu degan judul Across the Universe tercipta dari pengalaman spiritualnya ini. Namun, dunia yang penuh dengan kebasurd-an ini justru telah menampilkan sifat paradoksnya, Lennon sebagai seorang humanis itu justru meninggal dengan cara ditembak oleh penggemar setia Beatles. Artinya, menghadirkan kedamaian dan melahirkan perdamaian di dunia ini memang sangat sulit.

Lagu Imagine yang dikumandangkan saat penyelenggaran tahapan pemberian nomor urut pasangan calon seolah telah menjadi motris atau semangat penggerak bahwa penyelenggaraan Pilkada Kota Sukabumi 2018 harus berjalan dengan damai. Semua pihak telah menyadari, sejarah Pilkada kadang sering diwarnai oleh issue-issue seputar SARA yang didukung oleh informasi palsu atau hoax untuk memukul lawan sekaligus menaikkan image calon tertentu. Tetapi semua pihak juga telah menyadari dengan bersikap cerdas, issue SARA dan informasi hoax justru sangat merugikan bukan hanya terhadap lawan politik juga mencederai ruh dari demokrasi itu sendiri.

Demi alasan di atas, berbagai pihak baik sebagai Tim Sukses atau masyarakat pemilih lebih mengedepankan cara bagaimana mereka menampiilkan sikap positif daripada negatif baik di media social, media alat peraga, iklan, dan di dalam kehidupan sehari-hari. Jargon Pilkada "Heppi" memang tidak terlalu popular jika dibandingkan dengan jargon pasangan calon baik Ijabah, Faham, Mulia, dan Dermawan. Akan tetapi tetap saja, semua pihak menginginkan Pilkada Kota Sukabumi berjalan dengan sangat bahagia.

Beberapa survey yang dilakukan oleh lembaga internal partai politik atau lembaga survey independen menunjukkan arah positif warga kota dalam memandang Kota Sukabumi. Pandangan negatif terhadap Sukabumi seperti kemacetan, kesemerawutan tata kelola kota masih jauh dari pandangan positif warga kota yang memandang Sukabumi sebagai kota aman, nyaman, kota kecil sejuta cerita, dan pandangan positif lainnya. Artinya, warga Kota Sukabumi masih lebih mencintai kotanya sendiri daripada mempercayai  issue-issue yang dihembuskan secara parsial dan sporadis di media sosial oleh para pengguna medsos yang sering menggunakan satire negatif namun menyampaikan alasan hal itu dilakukan karena kecintaan mereka terhadap Kota Sukabumi.

Satire negatif di dalam medsos, sejauh pengamatan saya tidak hanya dilakukan oleh akun warga biasa, juga dilakukan oleh akun-akun yang selama lima tahun terakhir ini benar-benar mencicipi nektar dan madu kekuasaan. Ada beberapa –orang penting- di kota ini mempertanyakan: apa keberhasilan yang telah dicapai oleh pemerintah kota hingga saat ini? Sementara selama lima tahun terkhir, orang tersebut benar-benar mendapatkan fasilitas dari negara bahkan dari kota ini? Sepintas akan terlihat konyol namun peran manusia memang selalu menampilkan sikap ambigu, saat menerima madu kekuasaan dia akan mengatakan dirinya sebagai penerima hak, namun saat memberikan pandangan negatif terhadap kotanya dia akan memosisikan diri sebaga warga negara yang merasa ditindas. Semangat kekanak-kanakan inilah yang akan menjadi batu sandungan Pilkada "Heppi" di Kota Sukabumi.

Jika kita membaca buku Pemberontak karya Albert Camus, orang seperti di atas telah dapat dikategorikan sebagai pemberontak yang berpura-pura menjadi pahlawan. Dengan kata lain dapat disebut sebagai seorang pemberontak metafisik, seseorang yang melakukan protes terhadap kondisinya  dan menentang seluruh ciptaan. Ilustrasi yang tepat adalah pemberontakan budak terhadap perbudakan itu sendiri. Seseorang yang menolak mengakui kondisi di mana ia menemukan dirinya sendiri. Alih-alih ingin menciptakan Pilkada "Heppi", kelompok seperti ini justru menginginkan segala sesuatu harus disatukan melalui gerakan perpecahan terlebih dahulu dengan bayaran yang sangat mahal; persatuan dan perdamaian taruhannya. [ ]

Posting Komentar untuk "Pilkada "Heppi""