Melonggarkan pembatasan sosial dan penjarakan fisik tanpa disertai seperangkat aturan dan kejelasan penerapan protokol kesehatan maksimum sangat berisiko. Penularan virus korona di Indonesia dan sejumlah daerah masih terjadi, tidak hanya dalam kluster tertentu juga menunjukkan penularan atau transmisi lokal. Kenaikan kasus positif di atas 1000 orang memiliki arti pandemic Covid-19 masih berada di gelombang I menuju masa puncaknya.
Beberapa hari setelah kehidupan normal baru diberlakukan oleh pemerintah pusat, sejumlah daerah mengikutinya dengan pertimbangan matang, antara lain: kehidupan normal baru di Jawa Barat disebut dengan terminologi adaptasi kebiasaan baru (AKB) untuk menghindari pemahaman yang keliru di masyarakat terhadap istilah kehidupan normal baru seolah kehidupan kembali normal; daerah-daerah lain yang masih menunjukkan penularan tinggi virus korona tidak mungkin menerapkan kebijakan pelonggaran pembatasan sosial.
Sebelumnya, para ahli epidemologi memberikan peringatan terhadap kebijakan menyongsong kehidupan normal baru, pelonggaran sarana angkutan umum, pembukaan kembali aktivitas ekonomi, tanpa upaya edukasi dan sosialisasi dari pemerintah dapat memunculkan penularan virus korona yang lebih massif dengan transmisi lokal. Padahal, untuk Indonesia, puncak pandemi Covid-19 kemungkinan besar baru terjadi di pertengahan sampai akhir Juni 2020.
Kehidupan selama pandemi Covid-19 dan ketakutan kita terhadap penularan virus memang telah memperlihatkan kehidupan yang canggung, tidak wajar, dan sangat dilematis. Sektor perekonomian terhambat, rantai pasokan terputus, distribusi barang tersendat sudah tentu berdampak pada tersendatnya pertumbuhan ekonomi selama tiga bulan terakhir. Sementara itu, membuka kembali aktivitas ekonomi, rumah makan diperbolehkan beraktivitas, mall-mall dibuka kembali, mau tidak mau merupakan situasi yang dapat melahirkan kerumunan manusia dalam skala besar. Meskipun protokol kesehatan maksimum diterapkan, siapa pun tidak akan ada yang pernah tahu melalui cara apa penularan virus korona berlangsung.
Beberapa kasus penularan Covid-19 di bandara saat sejumlah bandara dibuka kembali menjadi bukti bahwa penularan virus korona dapat terjadi kapan saja dan menyerang kepada siapa pun tanpa memandang apakah orang-orang itu memakai masker, mengenakan pelindung wajah, dan menerapkan protokol kesehatan lainnya. Tanpa kehati-hatian dari kita, virus tetap menular.
Kehidupan Normal Baru di Daerah
Kehidupan normal baru diharapkan berlangsung di masyarakat untuk menjaga stabilitas perekonomian. Dari sisi kesehatan, sejumlah daerah tetap memberikan edukasi dan sosialisasi pentingnya penerapan protokol kesehatan, terutama saat melakukan aktivitas di luar rumah. Sebenarnya bukan hanya itu, pemerintah daerah juga harus mampu menerjemahkan aturan-aturan atau regulasi pemerintah pusat dalam memberi makna yang tepat terhadap kehidupan normal baru. Strategi yang tepat selama kehidupan normal baru dapat menjadi salah satu sebab percepatan pemulihan berbagai sektor yang terdampak oleh pandemi Covid-19.
Bantuan sosial dari pemerintah pusat dan daerah telah didistribusikan kepada masyarakat terdampak. Rencananya, pendistribusian bantuan sosial tersebut akan dilakukan sebanyak empat kali selama empat bulan. Pendistribusian bantuan sosial pemerintah memang masih memiliki kekurangan dalam hal pendataan penerima baru dan pembaharuan data lama yang berujung pada salah sasaran penyalurannya. Pemerintah telah menyatakan, kekurangan pendisitribusian bantuan sosial sebelumnya akan diperbaiki pada pendistribusian bansos tahap selanjutnya.
Meskipun demikian, bukan berarti kekurangan di atas merupakan bukti keteledoran baik pemerintah pusat mau pun daerah. Hal ini menunjukkan tekad baik dan program jaring pengaman sosial masyarakat selama pandemi yang dikeluarkan secara mendesak memang memerlukan keterlibatan seluruh pihak, terutama para stake-holder di wilayah agar data penerima bantuan sosial benar-benar valid dan sesuai peruntukkannya dan tepat sasaran sesuai harapan masyarakat.
Perhatian pemerintah kepada masyarakat terdampak Covid-19 bagaimana juga harus diapresiasi, sebab pemerintah dari pusat hingga daerah sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 berkewajiban memajukan kesejahteraan umum, jangan sampai ada masyarakat yang terpuruk hingga terjerembab pada kondisi paling buruk selama pandemi Covid-19.
Langkah pemerintah pusat diikuti oleh seluruh pemerintah daerah dengan merealokasi dan merelokasi anggaran untuk kegiatan pencegahan dan penanganan Covid-19. Para aparatur sipil negara (ASN) diberikan kesempatan oleh pemerintah daerah, menyisihkan uang gaji setiap bulan untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Dalam kondisi seperti ini, dengan dalih dan alasan apapun, dalam urusan “pemenuhan kebutuhan”, setiap orang dituntut untuk memerhatikan orang lain juga. Kekurangan yang harus diperbaiki dalam pengalokasian gaji para ASN di antaranya harus disertai oleh kebijakan relaksasi pinjaman oleh lembaga keuangan.
Masyarakat terdampak Covid-19 rata-rata mereka yang bergerak di sektor informal, sudah tentu kelompok ini lah yang harus benar-benar mendapatkan perhatian lebih dari seperangkat kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah selama pandemi. Randi, salah seorang pedagang batagor yang biasa mangkal di Jl. Kapt Harun Kabir sudah dua puluh tahun menggeluti usahanya, mengatakan, sejak awal penerapan pembatasan sosial mengalami penurunan omzet sampai 60 persen jika dibandingkan dengan sebelum pandemi.
Ketahanan Pangan Daerah di Era Normal Baru
Ketersediaan pangan daerah merupakan hal paling krusial tidak hanya di saat pandemi, di saat kehidupan normal juga tidak dapat dimungkiri pasokan pangan sebagai suatu kebutuhan pokok yang tidak dapat ditawar-tawar, harus ada. Beberapa hari lalu, Polres Sukabumi Kota menggagas pembentukan kampung tangguh dan zona ketahanan pangan di Kelurahan Sindangsari dan Sindangpalay.
Gerakan yang baik seperti ini mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kota Sukabumi sebab regulasi dan aturan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah memang membutuhkan keterlibatan semua pihak terutama di tengah pandemi yang belum jelas kapan selesai.
Di samping itu, menciptakan ketahanan pangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama masyarakat merupakan upaya menjaga stabilitas sosial dan ekonomi. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa pemerintah daerah diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, keragaman konsumsi dan keamanan pangan terhadap pangan lokal, dan penanganan rawan pangan pada masyarakat miskin.
Membangun kampung tangguh dan zona ketahanan pangan di tengah pandemi Covid-19 merupakan upaya pemerintah daerah dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat. Semua pihak harus terlibat dalam upaya menciptakan ketahanan pangan di tengah pandemi Covid-19. Keterlibatan Polri dan TNI dalam program kampung tangguh dan zona ketahanan pangan diharapkan dapat mempercepat program baik seperti ini. Mau tidak mau, ketahanan pangan sangat berdampak pada stabilitas sosial dan ekonomi. Suatu daerah jika kekurangan pangan akan berakibat pada kerawanan sosial.
Berdasarkan pada kajian organisasi pangan dunia (FAO): ketersediaan pangan merupakan hal mutlak selama pandemi Covid-19 setiap negara harus bisa mengantisipasi hal krusial ini. Sudah tentu, upaya pemenuhan ketersediaan pangan dan antisipasinya memerlukan bekerjasama dan inovasi serta improvisasi.
Harus diakui, ketersediaan lahan pertanian di Kota Sukabumi dengan luas ± 1.300 hektar menjadi satu penyebab belum mampu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. Hal lainnya, dengan luas lahan ini, ketersediaan pangan mandiri hanya mampu memenuhi 35 persen warga.
Penanaman sorgum, tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku industri merupakan langkah strategis untuk menjawab keterbatasan lahan pertanian dalam pemenuhan ketersediaan pangan di Kota Sukabumi. Sebagai bahan pangan, sorgum berada pada urutan ke-5 setelah gandum, jagung, padi, dan jelai. Sorgum merupakan makanan pokok penting di Asia Selatan dan Afrika sub-sahara.
Beberapa hari setelah kehidupan normal baru diberlakukan oleh pemerintah pusat, sejumlah daerah mengikutinya dengan pertimbangan matang, antara lain: kehidupan normal baru di Jawa Barat disebut dengan terminologi adaptasi kebiasaan baru (AKB) untuk menghindari pemahaman yang keliru di masyarakat terhadap istilah kehidupan normal baru seolah kehidupan kembali normal; daerah-daerah lain yang masih menunjukkan penularan tinggi virus korona tidak mungkin menerapkan kebijakan pelonggaran pembatasan sosial.
Sebelumnya, para ahli epidemologi memberikan peringatan terhadap kebijakan menyongsong kehidupan normal baru, pelonggaran sarana angkutan umum, pembukaan kembali aktivitas ekonomi, tanpa upaya edukasi dan sosialisasi dari pemerintah dapat memunculkan penularan virus korona yang lebih massif dengan transmisi lokal. Padahal, untuk Indonesia, puncak pandemi Covid-19 kemungkinan besar baru terjadi di pertengahan sampai akhir Juni 2020.
Kehidupan selama pandemi Covid-19 dan ketakutan kita terhadap penularan virus memang telah memperlihatkan kehidupan yang canggung, tidak wajar, dan sangat dilematis. Sektor perekonomian terhambat, rantai pasokan terputus, distribusi barang tersendat sudah tentu berdampak pada tersendatnya pertumbuhan ekonomi selama tiga bulan terakhir. Sementara itu, membuka kembali aktivitas ekonomi, rumah makan diperbolehkan beraktivitas, mall-mall dibuka kembali, mau tidak mau merupakan situasi yang dapat melahirkan kerumunan manusia dalam skala besar. Meskipun protokol kesehatan maksimum diterapkan, siapa pun tidak akan ada yang pernah tahu melalui cara apa penularan virus korona berlangsung.
Beberapa kasus penularan Covid-19 di bandara saat sejumlah bandara dibuka kembali menjadi bukti bahwa penularan virus korona dapat terjadi kapan saja dan menyerang kepada siapa pun tanpa memandang apakah orang-orang itu memakai masker, mengenakan pelindung wajah, dan menerapkan protokol kesehatan lainnya. Tanpa kehati-hatian dari kita, virus tetap menular.
Kehidupan Normal Baru di Daerah
Kehidupan normal baru diharapkan berlangsung di masyarakat untuk menjaga stabilitas perekonomian. Dari sisi kesehatan, sejumlah daerah tetap memberikan edukasi dan sosialisasi pentingnya penerapan protokol kesehatan, terutama saat melakukan aktivitas di luar rumah. Sebenarnya bukan hanya itu, pemerintah daerah juga harus mampu menerjemahkan aturan-aturan atau regulasi pemerintah pusat dalam memberi makna yang tepat terhadap kehidupan normal baru. Strategi yang tepat selama kehidupan normal baru dapat menjadi salah satu sebab percepatan pemulihan berbagai sektor yang terdampak oleh pandemi Covid-19.
Bantuan sosial dari pemerintah pusat dan daerah telah didistribusikan kepada masyarakat terdampak. Rencananya, pendistribusian bantuan sosial tersebut akan dilakukan sebanyak empat kali selama empat bulan. Pendistribusian bantuan sosial pemerintah memang masih memiliki kekurangan dalam hal pendataan penerima baru dan pembaharuan data lama yang berujung pada salah sasaran penyalurannya. Pemerintah telah menyatakan, kekurangan pendisitribusian bantuan sosial sebelumnya akan diperbaiki pada pendistribusian bansos tahap selanjutnya.
Meskipun demikian, bukan berarti kekurangan di atas merupakan bukti keteledoran baik pemerintah pusat mau pun daerah. Hal ini menunjukkan tekad baik dan program jaring pengaman sosial masyarakat selama pandemi yang dikeluarkan secara mendesak memang memerlukan keterlibatan seluruh pihak, terutama para stake-holder di wilayah agar data penerima bantuan sosial benar-benar valid dan sesuai peruntukkannya dan tepat sasaran sesuai harapan masyarakat.
Perhatian pemerintah kepada masyarakat terdampak Covid-19 bagaimana juga harus diapresiasi, sebab pemerintah dari pusat hingga daerah sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 berkewajiban memajukan kesejahteraan umum, jangan sampai ada masyarakat yang terpuruk hingga terjerembab pada kondisi paling buruk selama pandemi Covid-19.
Langkah pemerintah pusat diikuti oleh seluruh pemerintah daerah dengan merealokasi dan merelokasi anggaran untuk kegiatan pencegahan dan penanganan Covid-19. Para aparatur sipil negara (ASN) diberikan kesempatan oleh pemerintah daerah, menyisihkan uang gaji setiap bulan untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Dalam kondisi seperti ini, dengan dalih dan alasan apapun, dalam urusan “pemenuhan kebutuhan”, setiap orang dituntut untuk memerhatikan orang lain juga. Kekurangan yang harus diperbaiki dalam pengalokasian gaji para ASN di antaranya harus disertai oleh kebijakan relaksasi pinjaman oleh lembaga keuangan.
Masyarakat terdampak Covid-19 rata-rata mereka yang bergerak di sektor informal, sudah tentu kelompok ini lah yang harus benar-benar mendapatkan perhatian lebih dari seperangkat kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah selama pandemi. Randi, salah seorang pedagang batagor yang biasa mangkal di Jl. Kapt Harun Kabir sudah dua puluh tahun menggeluti usahanya, mengatakan, sejak awal penerapan pembatasan sosial mengalami penurunan omzet sampai 60 persen jika dibandingkan dengan sebelum pandemi.
Ketahanan Pangan Daerah di Era Normal Baru
Ketersediaan pangan daerah merupakan hal paling krusial tidak hanya di saat pandemi, di saat kehidupan normal juga tidak dapat dimungkiri pasokan pangan sebagai suatu kebutuhan pokok yang tidak dapat ditawar-tawar, harus ada. Beberapa hari lalu, Polres Sukabumi Kota menggagas pembentukan kampung tangguh dan zona ketahanan pangan di Kelurahan Sindangsari dan Sindangpalay.
Gerakan yang baik seperti ini mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kota Sukabumi sebab regulasi dan aturan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah memang membutuhkan keterlibatan semua pihak terutama di tengah pandemi yang belum jelas kapan selesai.
Di samping itu, menciptakan ketahanan pangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama masyarakat merupakan upaya menjaga stabilitas sosial dan ekonomi. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa pemerintah daerah diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, keragaman konsumsi dan keamanan pangan terhadap pangan lokal, dan penanganan rawan pangan pada masyarakat miskin.
Membangun kampung tangguh dan zona ketahanan pangan di tengah pandemi Covid-19 merupakan upaya pemerintah daerah dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat. Semua pihak harus terlibat dalam upaya menciptakan ketahanan pangan di tengah pandemi Covid-19. Keterlibatan Polri dan TNI dalam program kampung tangguh dan zona ketahanan pangan diharapkan dapat mempercepat program baik seperti ini. Mau tidak mau, ketahanan pangan sangat berdampak pada stabilitas sosial dan ekonomi. Suatu daerah jika kekurangan pangan akan berakibat pada kerawanan sosial.
Berdasarkan pada kajian organisasi pangan dunia (FAO): ketersediaan pangan merupakan hal mutlak selama pandemi Covid-19 setiap negara harus bisa mengantisipasi hal krusial ini. Sudah tentu, upaya pemenuhan ketersediaan pangan dan antisipasinya memerlukan bekerjasama dan inovasi serta improvisasi.
Harus diakui, ketersediaan lahan pertanian di Kota Sukabumi dengan luas ± 1.300 hektar menjadi satu penyebab belum mampu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. Hal lainnya, dengan luas lahan ini, ketersediaan pangan mandiri hanya mampu memenuhi 35 persen warga.
Penanaman sorgum, tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku industri merupakan langkah strategis untuk menjawab keterbatasan lahan pertanian dalam pemenuhan ketersediaan pangan di Kota Sukabumi. Sebagai bahan pangan, sorgum berada pada urutan ke-5 setelah gandum, jagung, padi, dan jelai. Sorgum merupakan makanan pokok penting di Asia Selatan dan Afrika sub-sahara.
Posting Komentar untuk "Strategi Pemerintah Daerah di Bidang Ketahanan Pangan"