Satu Tahun Pandemi: Kapan Covid-19 Usai?



Akhir Desember 2019 virus korona menyerang Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Badan kesehatan dunia (WHO) mengingatkan wabah yang kemudian dikenal dengan sebutan Covid-19 merupakan ancaman serius bagi dunia. Meskipun pemerintah Tiongkok melakukan lockdown di episentrum penyebaran virus, saat itu, masyarakat dunia bisa menonton bagaimana para tenaga kesehatan di Wuhan berjibaku melayani pasien-pasien positif Covid-19. Penularan virus korona begitu tinggi di kota ini, saat Universitas John Hopkins mempublikasikan laporan penyebaran virus korona melalui situs webnya, saat itu, kasus positif korona di Tiongkok telah mencapai angka 80 ribu lebih.

Sebelum kasus Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi global dan darurat kesehatan dunia, pikiran umat manusia menyangka akibat yang ditimbulkan oleh virus korona jenis SARS-Cov-2 hanya flu biasa saja atau hanya musiman. Sejumlah negara melakukan tindakan pencegahan melalui penutupan bandara internasional dan mengeluarkan pelarangan masuknya warga negara lain baru berlangsung beberapa minggu setelah virus korona dinyatakan sebagai virus mematikan dengan penularan sangat masif.

Indonesia baru mengumumkan Covid-19 sebagai situasi darurat kesehatan pada 2 Maret 2020. Presiden Joko Widodo memberikan keterangan resmi setelah kasus pertama Covid-19 ditemukan di negara ini. Maret 2020 merupakan babak baru bagi Indonesia, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, dalam menghadapi pentas drama kehidupan di masa pandemi memalui sejumlah cara dan kebijakan pencegahan dan penyelesainnya. Informasi Penting Selama Pandemi

Berita di berbagai platform media menjadikan isu penularan virus korona sebagai headline dan topik utama pada bulan Februari 2020. Kendatipun demikian, pemberitaan ini sama sekali tidak pernah dianggap sebagai peringatan kepada setiap negara untuk sesegera mungkin mengambil langkah antisipasi sebelum virus korona benar-benar menyebar keluar dari kota asal penularan, Wuhan.

Di Indonesia, kebijakan pencegahan dan penanganan Covid-19 baru dilakukan oleh pemerintah dari pusat hingga daerah setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Covid-19. Perkembangan kebijakan pemerintah, sejak saat itu, menjadi perhatian masyarakat.

Peningkatan jumlah kasus Covid-19 juga menjadi sorotan berbagai pihak, hampir tidak ada celah –baik di dunia nyata atau ruang-ruang maya– memperbincangkan tema lain kecuali virus korona selama satu bulan sejak pengumumannya oleh presiden.

Sampai satu tahun pandemi tercatat sebanyak 1,33 juta orang dinyatakan positif, 1,4 juta sembuh, dan 36.166 meninggal dunia. Peningkatan penularan sampai Maret 2021 masih cukup tinggi meskipun pemerintah telah menerapkan kebijakan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat berskala mikro. Artinya, kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah memang sudah seharusnya dipatuhi oleh masyarakat dan disertai seperangkat tindakan yang mesti diterapkan ketika aturan tersebut dilanggar.

Peningkatan Covid-19 juga disebabkan oleh minimnya tes dan penelusuran. Merujuk analisis yang dilakukan data Kementerian Kesehatan, nilai korelasi antara kasus baru harian dengan jumlah uji PCR tiap harinya berada di angka 0,89. Artinya, semakin banyak yang dites maka cenderung bermunculan kasus baru yang lebih banyak. Begitu juga sebaliknya.

Peningkatan juga terjadi di daerah. Data dari situs resmi informasi Covid-19 Kota Sukabumi, sampai 2 Maret 2021 tercatat sebanyak 3.717 orang positif, 2.870 sembuh, dan 83 orang meninggal dunia. Sampai saat ini, kasus positif dengan kondisi pemulihan melalui isolasi baik mandiri ataupun dirawat di rumah sakit tercatat sebanyak 218 orang. Peningkatan kasus positif selama satu pekan ini memperlihatkan kurva yang mulai melandai. Jika dibandingkan dengan satu pekan lalu, selama tiga hari berturut-utur, peningkatan angka positif berada pada kisaran 1 sampai 7 orang.

Fitur Kehidupan Terdampak

Kasus pertama pandemi Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 telah meruntuhkan anggapan bahwa Covid-19 tidak mungkin menyerang dan menular terjadap orang-orang Indonesia. Ketika Covid-19 baru dinyatakan sebagai darurat kesehatan dunia, wacana yang berkembang di negara ini justru menungkapkan ketahanan imunitas warga sangat mustahil dapat dibobol oleh penularan virus. Padahal, beberapa tahun sebelumnya epidemi akibat virus pernah dialami oleh Indonesia, mulai dari flu Spanyol, flu Asia, flu burung, infeksi saluran pernapasan akut, dan flu babi.

Pandemi Covid-19 tidak sekadar menggugurkan anggapan dan wacana kekebalan tubuh warga Indonesia, fitur-fitur kehidupan terdampak olehnya juga bukan hanya kesehatan. Eksistensi dan penularan coronavirus disease 2019 jenis virus baru Sars ini telah mampu menggerus tatanan fitur kehidupan hingga menampilkan wajah baru dunia.

Kebijakan pencegahan dan penanggulangan pandemi di dunia yang serentak dilakukan, seperti penjarakan fisik dan sosial, mau tidak mau telah menampilkan wajah baru cara manusia bersosialisasi. Aturan karantina dan isolasi merupakan hal berat bagi manusia modern yang telah terbiasa mengikat diri mereka dengan bentuk-bentuk relasi, koneksi, dan koodinasi. Hanya dengan adaptasi lah pada akhirnya wajah baru cara bersosialisasi dilahirkan oleh manusia selama pandemi. Hal baik yang terjadi selama pandemi –terutama pada fitur perekonomian- yaitu bermunculan platform-platform baru cara bertransaksi dengan memanfaatkan kemajuan bidang infotech.

Sejumlah inovasi bermunculan selama pandemi. Pasar modern dan daring mengalami peningkatan sebagai akibat dari penerapan pembatasan sosial dan penjarakan fisik. Inovasi tidak sekadar dimunculkan oleh masyarakat, pemerintah juga dipaksa berpikir keras bagaimana agar pelayanan kepada masyarakat tetap berlangsung maksimal. Inovasi daerah selama pandemi ditekankan oleh pemerintah pusat demi alasan: pandemi tidak boleh dijadikan alasan pelayanan harus terhenti dan mandek. Kebijakan bekerja dari rumah (WFH) benar-benar telah menumbuhkan inovasi pelayanan oleh pemerintah kepada warga.

Disrupsi terbesar di bidang sosial yang terdampak oleh pandemi yaitu pendidikan. Kebijakan pembelajaran jarak jauh selama pandemi sebagai cara mencegah penularan virus korona pada kluster pendidikan, di sisi lain mengharuskan dunia pendidikan kehilangan ruh kegiatan belajar dan mengajar konvensional, pertemuan tatap muka antar warga sekolah.

Sekitar 31,8 juta anak usia sekolah dasar sampai sekolah lanjut tingkat atas tinggal di 15 provinsi dengan kasus positif Covid-19 terbanyak dan ada 19,4 juta atau 61 persen anak Indonesia tidak memiliki akses internet di rumahnya sehingga tidak bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh. Kepemilikan gawai dan akses internet menjadi masalah kegiatan pendidikan jarak jauh.

Pelajar yang tidak memiliki gawai dan belum dapat mengakses internet melemah partisipasi pembelajarannya dibanding pelajar yang telah memiliki gawai dan mampu mengakses internet. Lembaga-lembaga pendidikan memang telah menempuh dua cara kegiatan pembelajaran selama pandemi; tatap muka atau luring bagi siswa nirgawai dan belajar secara daring. Kekhawatiran yang muncul selama pendidikan jarak jauh yaitu spiritualitas pendidikan menurun dan melahirkan kesenjangan layanan pendidikan.

Ikhtiar Bersama Berdamai dengan Pandemi

Tiga bulan sejak Covid-19 diumumkan oleh pemerintah, saya mulai menulis opini dan essai terkait virus korona. Sebagian besar tulisan telah dipublikasikan oleh media cetak dan daring. Tulisan-tulisan inilah yang menjadi bahan baku buku: Sukabumi dan Covid-19, Ikhtiar Bersama Berdamai dengan Pandemi. Buku ini merupakan puzzle yang saya susun berdasarkan bagiannya masing-masing.

Pemilihan kata “berdamai” dalam judul buku ini bukan berarti bentuk kekalahan manusia dari serangan virus korona. Dalam perspektif universal, meskipun peradaban manusia telah menempati puncak piramida kemajuan , walakin tidak dapat disangkal , manusia tetap saja hanya menjadi bagian paling kecil dari mahluk lain yang menempati planet Bumi ini. Dari sinilah, kita sebagai manusia harus benar-benar menyadari peristiwa-peristiwa yang menyertai kehidupan manusia tidak terlepas dari subyek manusia sendiri sebagai bagian dari penghuni Bumi di samping mahluk lain.

Pemilihan kata yang lebih tepat saat menghadapi virus yang kita pandang berbahaya bagi eksistensi manusia adalah “melawan”, tetapi siapakah sebenarnya yang menjadi tokoh protagonis dan siapa yang menjadi antagonis dalam pentas pertunjukan drama kehidupan pada babak di era milenium kedua masehi ini? Apakah virus yang kita pandang merupakan mahluk renik tanpa kesadaran benar-benar menyerang manusia setelah mereka melakukan berbagai koordinasi terlebih dahulu dengan virus-virus sealam semesta? Saya pikir, hanya manusia yang biasa melakukan konferensi, pertemuan, dan rapat besar dalam merencanakan segala sesuatu.

Virus korona hanya memerlukan habitat, tempat mereka hidup sebagai inang yang dapat mempertahankan keberadaan mereka. Jika saja manusia harus jujur terhadap keserakahan homo sapiens seperti kita, mahluk bernama manusia ini telah menguras berton-ton sumber daya dan potensi-potensi alam, bahkan cenderung terlalu berlebihan. Sejak fajar sejarah kehidupan terbit, peran dan pikiran subyektif manusia selalu menuduh kepada sesama mahluk lain penghuni planet ini yang dipandang merugikan manusia sebagai penyakit, harus diberantas. Kita jarang berpikir, kenapa virus korona ini tiba-tiba muncul? Bahkan ribuan tahun sebelum pandemi Covid-19 terjadi, dunia pernah menghadapi wabah dan bencana yang disebabkan oleh bakteri dan virus.

Kehadiran virus korona yang mampu memorakporandakan sendi-sendi kehidupan secara global harus menjadi bahan permenungan agar manusia dapat bersikap adil, obyektif, dan bijak mengakui keserakahan yang selama ini telah banyak melakukan pengrusakan. Virus korona memiliki habitat, menetap di dalam tubuh kelelawar, maka sangat masuk akal jika kelelawar sebagai salah satu tempat virus korona untuk bertahan hidup kemudian dikonsumsi oleh manusia, virus sebagai mahluk renik yang memiliki kecerdasan versi mereka, akan melakukan cara-cara bagaimana mereka mempertahankan diri.

Kehadiran virus korona yang telah dinyatakan sebagai pandemi global memiliki arti dunia saat ini, di awal millenium kedua masehi sedang memasuki krisis global di berbagai bidang. Isu dan wacana seputar penularan virus korona menjadi topik bahasan dan perbincangan baik di dunia nyata apalagi di ruang-ruang maya. Kapan Pandemi Usai? Dunia telah mulai bosan dengan pandemi Covid-19. pertanyaan kapan pandemi ini selesai sering dikeluarkan. Rasa bosan ini tidak muncul akhir-akhir ini. Pada Mei 2020, tagar #indonesiaterserah muncul. Hal tersebut merupakan ungkapan kekecewaan dari para tenaga medis yang berjuang di barisan depan melawan virus korona sementara sikap “masa bodoh” diperlihatkan oleh masyarakat dan sejumlah kebijakan kompromistis dari pemerintah. Artinya, semua pihak sedang mengalami kebingungan menghadapi pandemi Covid-19. Ketidakpastian kapan pandemi usai harus dilawan dengan sikap-sikap pasti dari semua pihak.

Penemuan dan produksi vaksin mejadi harapan baru bagi dunia bahwa pandemi yang telah meluluhlantakkan fitur-fitur kehidupan ini akan segera usai. Di sisi lain, menurut Clare Wenham, Profesor Global Health Policy di London School of Economics, pandemi Covid-19 tidak akan usai hingga populasi dunia terlindungi dari infeksi sebelum vaksin disuntikkan. Berdasarkan data baru semua manusia akan disuntik vaksin Covid-19 pada 2023 atau 2024. Ini karena butuh waktu untuk memproduksi dan mendistribusikan vaksin bagi miliaran penduduk dunia. Mungkin saja, tidak jauh berbeda dengan wabah-wabah yang telah terjadi dalam panggung sejarah kehidupan manusia, pemulihannya memerlukan waktu hingga bertahun-tahun. Kita memang mengharapkan hal sebaliknya. Pandemi Covid-19 harus segera usai.
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Satu Tahun Pandemi: Kapan Covid-19 Usai?"