Bulan Januari 2015, Radar Sukabumi memberitakan sikap anarkis para anggota berandalan bermotor yang mengayun-ayunkan senjata tajam di sebuah pusat perbelanjaan. Gangster bermotor ini menamai dirinya Manusia Ingin Lebih Damai (MILD). Sudah tentu antara nama yang mereka lekatkan terhadap kelompoknya sangat kontradiktif dengan tindakan yang menebar ancaman dan intimidatif tersebut. Peristiwa tujuh tahun lalu ini telah mendapatkan reaksi keras dari berbagai unsur masyarakat dan pemerintah.
Keberadaan berandalan bermotor, lebih tepat disebut gangster bermotor menimbulkan rasa khawatir dari para orangtua siswa karena tidak sedikit para pelajar menjadi bagian dari kelompok anarkis ini. Tidak perlu menunggu satu dekade, tiga tahun setelah kasus ancaman dari kelompok MILD, gangster bermotor lainnya muncul di Sukabumi dengan berbagai nama. Kemunculan gangster bermotor ini menjadi bom waktu pada beberapa tahun ke depan keamanan masyarakat terutama para pelajar menjadi hal riskan.
Dalam dua tahun terakhir, 2020-2022, kekerasan dalam bentuk kriminalitas dari mulai mengintimidasi hingga berujung pembunuhan telah dilakukan beberapa kali. Kasus-kasus ini berbuntut perkelahian antar gangster atau sikap membabi-buta mereka dalam mengekspresikan dendam kepada kelompok lainnya.
Pemerintah Kota Sukabumi telah mengambil sikap untuk “menghilangkan” gangster bermotor di Sukabumi melalui deklarasi bersama menolak gangster bermotor. Di masa pandemi, satu tahun lalu, Polresta Sukabumi menyelenggarakan kegiatan inkubasi kreativitas remaja di Rumah Kreatif Milenial (RKM). Peserta pelatihan berasal dari remaja yang pernah terlibat dalam aktivitas gangster bermotor dan mereka yang putus sekolah. Berbagai kreativitas dan vokasi dasar diberikan kepada para remaja sebagai implementasi mengisi kekosongan kegiatan para remaja. Polresta Sukabumi juga memiliki tujuan memberikan bekal vokasi dan kecakapan dasar kepada para remaja melalui RKM ini.
Walakin, meskipun kegiatan-kegiatan positif telah dilakukan oleh seluruh entitas masyarakat dan pemerintah untuk meminimalisasi arogansi gangster bermotor, kasus-kasus baru yang melibatkan mereka masih kerap terjadi. Akhir tahun 2021, aksi kriminal gangster bermotor di Cimuncang telah merenggut nyawa seorang perempuan akibat sabetan senjata tajam. Kriminalitas ini tidak lama setelah pada pertengahan tahun 2021, kebiadaban gangster motor telah melukai seorang remaja di Kelurahan Benteng Kota Sukabumi.
Hari Jumat, pukul 11.00, seorang pelajar berusia 13 tahun mengalami luka berat pada bagian punggung akibat sabetan celurit dua orang gangster motor di daerah Cipeujeuh. Masyarakat kembali memperlihatkan kegeramannya terhadap aksi brutal dan sadis ini. Dua pelaku setelah melakukan aksinya dengan merasa “gagah” mengayun-ayun celurit sambil ngebut motor. Aparat keamanan langsung merespon kasus ini dengan melakukan razia kendaraan bermotor di beberapa titik strategis dan jalan-jalan utama. Unsur Forkopimda Kota Sukabumi juga meresponnya dengan kegiatan Deklarasi Menolak Keberadaan Berandalan Bermotor.
Endapan Masalah dan Kekerasan
Pertanyaan yang sering dikemukakan terhadap aktivitas gangster bermotor antara lain: “Kenapa mereka menjadi begitu brutal dan sadis? Di mana peran mereka yang sering menggemakan Hak Asasi Manusia? Dan apa saja langkah yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi kriminalitas gangster bermotor?
Tidak ada asap tanpa ada api tetap menjadi rujukan setiap peristiwa yang terjadi. Kekerasan yang dilakukan oleh para remaja akhir-akhir ini memiliki penyebab kompleks dan harus dikerucutkan agar kita dapat menemukan akar permasalahan patologi sosial yang sering melibatkan para remaja, kelompok umur yang masih rentan dalam mencari jati diri mereka. Dari beberapa kasus, keterlibatan para remaja dengan latar belakang “remaja dari keluarga menengah ke bawah” lebih tinggi dari remaja dari keluarga menengah ke atas. Dari sini dapat disimpulkan, faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu kenakalan remaja di samping libido eksistensi mereka yang masih meluap-luap.
Faktor determinan, selain faktor ekonomi yang menjadi pemantik kenakalan remaja dan kebuasan gangster bermotor adalah genetika manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari pemenuhan kebutuhan dasar. Basic Needs tertinggi dari manusia dalam bentuk aktualisasi diri diperlihatkan secara berbeda-beda. Para remaja, di masa transisi sering memilih cara mengaktualisasikan diri mereka pada kutub ekstrim yang sering menafikan nalar sehat.
Kita tidak dapat memungkiri situasi seperti ini: para remaja tiba-tiba bermunculan dalam kehidupan millennium kedua dengan berbagai pernak-pernik pakaian dan warna-warni rambut, mereka terlihat lebih mencolok dari remaja lainnya. Mereka lebih ekstrovert dan ekspresif. Kemapanan menjadi benteng yang harus mereka langkahi. Sikap mereka seperti ini dipandang berseberangan dengan norma kehidupan yang telah mengakar di masyarakat.
Aktualisasi diri para remaja harus selalu terbingkai dalam pranata baru yang mereka ciptakan; peer group dan wadah yang dapat menampung kuantitas mereka. Kita harus tidak terkejut, organisasi-organisasi, LSM, Ormas, dan OKP bermunculan dengan anggota baru yang terdiri dari para remaja. Tanpa pengendalian yang kuat dari penggagas, pemerintah, dan masyarakat melalui seperangkat aturan tertulis dan tidak tertulis, kemunculan kelompok baru ini kerap menimbulkan konflik.
Konflik kelompok ini kadang dipicu oleh hal sepele, namun dapat menyalakan ghirah atau gairah remaja dan sensasi kekuatan anggota kelompok. Hormon keberanian meningkat di saat mereka bertemu dengan sesama remaja sebagai warisan genetika dari nenek moyang manusia saat mereka hidup di masa berburu dan meramu. Terlebih, masyarakat Nusantara Kuno atau nenek moyang kita memang tidak mengenal terma “kalah”. Semboyan Mardika atau Perlaya begitu kuat memengaruhi alam bawah sadar pribadi.
Pengaruh Sistem Pendidikan
Pengendalian pikiran dan sikap banal remaja adalah sistem pendidikan yang tepat bagi mereka. Sistem pendidikan modern, jika penerapannya, tidak memperhatikan mentalitas dan kekuatan daya tampung mereka terhadap materi ajar justru dapat menjadi masalah yang mengendap. Kenakalan remaja dapat saja muncul sebagai pelampiasan mereka terhadap ketidaksukaan dalam menerima materi pelajaran yang menjadi beban bagi mereka. Tanpa memperhatikan fase perkembangan dan pertumbuhan dari kanak-kanak menjadi remaja, sistem pendidikan justru dapat meracuni diri mereka.
Harus diakui, usia kanak-kanak sebagai fase emas pertumbuhan dan perkembangan manusia dirusak oleh cara manusia dewasa yang memaksakan anak-anak agar sesuai dengan keinginan mereka. Anak usia dini dipaksa menyimpan setiap memori yang diinginkan oleh orang dewasa seperti harus mampu membaca, menulis, dan menghitung tanpa disadari telah menempatkan anak-anak pada habitat sangar tanpa keceriaan. Anak yang telah dapat membaca dan menulis dinilai lebih berhasil daripada anak yang memiliki kecepatan berlari dan lincah sisi motoriknya. Norma, susila, dan keadaban seharusnya menjadi materi yang diberikan kepada anak-anak dari pada menjejali dunia mereka dengan matematika.
Beban semakin besar dirasakan oleh anak-anak saat menginjak remaja. Dapur pacu, processor, dan ruang penyimpanan yang seharusnya digunakan sesuai fase perkembangan anak justru dijejali berbagai memori kedewasaan dan dapat merusak diri anak saat menginjak remaja. Dari sinilah sistem pendidikan berperan penting sebagai pengendali fase transisi dari usia anak menuju remaja.
Kenakalan remaja, perkelahian pelajar, penyalahgunaan obat terlarang tidak dapat disangkal sering dilakukan oleh para pelajar yang ditelurkan dari rahim sistem pendidikan modern. Sistem pendidikan lama (kuno), seperti; padepokan, paguron, padukuhan, asrama, dan pesantren dapat diandalkan sebagai katalisator penanganan kenakalan remaja.
Karena faktanya, sistem pendidikan kuno justru lebih memperhatikan tingkat kebutuhan siswa dan santri dari sekadar menjejali mereka dengan materi-materi yang melangit namun tidak menyentuh di wilayah yang membumi. Kita jarang menerima informasi tawuran antar paguron silat, padepokan, dan pesantren karena sistem pendidikan lama ini memiliki orang-orang yang masih dihormati karena kharismanya.
Pemerintah bersama masyarakat memang harus memilih menempatkan para remaja pada lembaga-lembaga dengan sistem pendidikan kuno di samping mereka menuntut ilmu di sekolah-sekolah atau menghabiskan waktu mereka di pranata sosial seperti ormas dan OKP. Sistem pendidikan kuno telah teruji beberapa abad dan telah mengedukasi masyarakat dari tahun ke tahun. Penanganan kenakalan remaja dan kekerasan gangster bermotor memerlukan keterlibatan seluruh pihak, konvergensi sistem pendidikan kuno dan modern perlu dipraktikkan dalam dunia pendidikan kita saat ini.
Dimuat Radar Sukabumi, 31 Mei 2022
Posting Komentar untuk "Menolak Gangster Motor di Sukabumi"