Ditulis pada Maret 2012
Dimuat Radar Sukabumi, Mei 2024
Pinokio memanjang hidungnya ketika berbohong. Jika saja, manusia seperti saya ini diciptakan oleh Tuhan sama seperti halnya Geppeto yang membuat karakter seorang Pinokio, entah sudah berapa meter, bahkan mungkin kilometer panjangnya hidung ini.
Barangkali, ada rahasia Tuhan, kenapa karakter manusia dan watak bohongnya tersembunyi di dalam hati meskipun tabiat dari seorang pembohong bisa diketahui lewat bahasa tubuh, cara bersikap, lirikan mata, juga bisa dideteksi oleh alat pelacak kebohongan. Tetap saja, kantong-kantong kejujuran dalam hati manusia lah yang bisa merawat karakter, bahwa kita bohong.
Jika ukuran dan kadar kebohongan seseorang ditentukan oleh memanjangnya hidung, maka dalam hidup ini tidak akan ada kepura-puraan, hipokrisi, manipulasi, dan kamuflase. Orang akan menjaga ucapan agar tetap sesuai dengan hati.
Karya-karya sastra tidak akan dipolesi oleh fantasi-fantasi khayali, surealisme, bahkan realisme dalam berbagai karya pun sulit dibedakan, kasus-kasus besar tidak akan terjadi, kebohongan publik pun sangat kecil dilakukan, buku-buku sejarah adalah sejarah yang senyata-nyatanya sejarah.
Kenapa hidung manusia tidak memanjang ketika berbohong? Rahasianya terletak pada: kesanggupan kita dalam memperjuangkan kejujuran.
Karena jujur adalah watak, begitu pun bohong. Kedua sifat ini tidak diwariskan secara genetika kecuali diwariskan melalui rekayasa sosial dan lingkungan, demikian ungkap Walter Lippman.
Untuk melihat jujur dan tidaknya sebuah negara pun pada dasarnya sederhana, lihat saja, peristiwa-peristiwa keseharian kita sebagai warga negara. Headline surat kabar, juga acara-acara televisi.
Ada takarannya, jika peristiwa-peristiwa keseharian di negara ini adalah kasus-kasus penipuan, kamuflase, dan akal-akalan, kita sudah bisa menilainya, kita sedang berada di negara pembohong.
Sebaliknya, jika headline-headline surat kabar banyak memberitakan ketahanan pangan, petani sukses, dan upaya-upaya kreatif bangsa dalam membangun struktur negaranya, sudah bisa ditebak, kita sedang hidup di Negara Jujur. Jujur dan bohong bisa diciptakan.
Anak adikku pernah bertanya, karena di sekolah- sudah pasti diajarkan nilai-nilai kejujuran di lembaga pendidikan tersebut- seorang guru pernah berkata: sekolah ini gratis, tidak dipungut uang sekolah atau SPP. Kepolosan seorang anak kecil mewujud dalam sebuah pertanyaan: “ Kata Bapak Guru, Sekolah gratis, tapi kenapa Ayah dan Ibuku selalu memberikan uang bayaran setiap bulan ke Sekolah?”.
Itulah, jika kesenjangan antara apa yang diucapkan dengan kenyataan semakin melebar. Semakin jelaslah, bahwa kejujuran itu telah terbiasa disakiti oleh kebohongan. Mata batin kita sudah bisa melihat, hidung saya, hidung Anda, dan hidung kita semua tidak jauh berbeda dengan Petruk. Malah, Petruk bisa jadi lebih jujur dari kita, karena tidak merasa malu menampilkan sosok yang sebenarnya.
Propaganda sebuah negara dapat dipenuhi oleh kebohongan. Misal; selama lima dekade, perang dingin antara Blok Barat dengan Timur telah menghasilkan kebohongan-kebohongan besar di dunia lalu diyakini sebagai kejujuran dan keberhasilan sebuah negara.
Kamuflase dan propaganda keberhasilan sebuah negara dipertontonkan lewat televisi, disiarkan di radio-radio, agar semua orang tahu tentang itu. Tipuan kepada negara-negara baru merdeka di dunia ketiga, agar mereka mengikuti induk semangnya, menentukan pilihan, Barat atau Timur.
Negara-negara satelit terbentuk karena terdesak oleh propaganda dan polesan-polesan luar, padahal telah menggiring mereka ke arena pertempuran psikologis. Sejarah manusia mencatat: di zaman rezim Stalin, dipropagandakan keberhasilan panen besar Soviet, sementara propaganda kesuksesan besar tersebut tidak berbanding lurus dengan jutaan orang yang menderita kelaparan di pinggiran-pinggiran negara satelit Komunis tersebut.
Mitos modern diciptakan, Rezim Richard Nixon mempersembahkan tokoh Iblis untuk dunia, agar ditakuti oleh dunia, agar dijadikan musuh bersama: Komunisme! Apakah ini bukan sebuah kebohongan ketika mayoritas penduduk dunia menentang komunisme sementara bagian-bagian dan akar penting dari komunisme tersebut diadopsi menjadi dasar dan landasan berpijak sebuah Negara?
Padahal, perang dingin adalah sebuah rekayasa global, kebohongan mendunia. Pertemuan-pertemuan para petinggi ke dua negara , antara Soviet dengan Amerika Serikat telah menghasilkan sebuah Détente, upaya peredaan ketegangan.
Di situ ada sebuah kesepakatan besar, tentang keharusan menciptakan wacana-wacana global, sebuah pentas drama dunia. Keuntungan terbesar bukan didapat oleh penduduk dunia, warga negara kedua negara tersebut sekalipun hanya sedikit mencicipi nektar manis dari keberhasilan negara-negara adidaya tersebut.
Runtuhnya Komunisme merupakan babak baru pentas drama dunia. Diciptakan kembali Iblis baru yang harus diperangi oleh penduduk dunia, terorisme, alamatnya jelas Islam. Peta kebohongan ini sebenarnya telah terbaca dalam Clash of Civilization, Huntington, benturan peradaban antara Barat dan Islam disebabkan bukan oleh apa-apa, kecuali oleh kebohongan dan kedok baru imperialisme.
Jika dunia saja sudah dipenuhi oleh intrik-intrik kebohongan, sudah bisa dipastikan, negara dunia ketiga seperti Indonesia pun tidak bisa lepas dari kebohongan dan rekayasa sosial ini. Imbasnya, kita sebagai warga negara akan terbiasa dengan kebohongan. Kejujuran ada di strata paling bawah piramida moralitas. Bisa jadi, saya pun sedang berbohong kepada Anda! Jadilah kita sebagai Pinokio modern.
Posting Komentar untuk "Pinokio"