"Ketika jiwa mencapai tingkat pencerahan tertinggi, ia menyatu dengan cahaya ilahi dan menemukan kedamaian yang abadi." -Syuhrawardi-
Para pakar fisika teoritis terus melakukan berbagai penelitian, salah satunya yang menyebutkan bahwa kehidupan ini, dalam konstelasi semesta, sebenarnya hanyalah sebuah hologram, teori yang menyatakan bahwa dunia tiga dimensi kita merupakan proyeksi dari aktivitas yang terjadi pada permukaan dua dimensi.
Bagi kalangan awam, pernyataan semacam ini mungkin hanya dipandang sebagai lelucon, apalagi bagi mereka yang lebih berfokus pada hal-hal yang bersifat materialistis, segala sesuatu haruslah tampak nyata dan realistis. Ada juga yang berpendapat bahwa kita seharusnya berpikir secara praktis, “real-real saja,” tanpa terlalu mengawang-awang.
Namun, jika kita mencernanya secara mendalam, baik secara tekstual maupun kontekstual, pernyataan ini bisa dianggap benar. Dalam kajian agama, misalnya, terdapat dalil yang menyatakan bahwa kehidupan dunia hanya merupakan permainan dan senda gurau belaka.
Beberapa teolog Muslim bahkan menggambarkan dunia ini sebagai fatamorgana. Konsep-konsep ini bukan hanya dipandang sebagai pandangan mistis, tetapi juga dipertahankan dan dianut oleh banyak pemikir kontemporer yang beranggapan bahwa kehidupan duniawi hanyalah sebuah tipuan belaka.
Pemikiran Syuhrawardi melalui teori iluminasi (pancaran) dan Al-Farabi dengan teori emanasi juga memberikan pandangan yang sejalan dengan pemikiran ini. Menurut Syuhrawardi, dunia ini merupakan manifestasi dari cahaya yang terbatas, dan segala sesuatu di dunia ini adalah bayangan dari cahaya yang lebih tinggi. Dengan kata lain, dunia ini hanyalah sebuah ilusi yang terbentuk dari cahaya yang semakin kabur.
Sementara itu, Al-Farabi menjelaskan bahwa segala sesuatu di dunia ini berasal dari sumber yang lebih tinggi, yaitu dari "Akal Aktif." Dalam pandangan Al-Farabi, alam semesta ini merupakan emanasi, yaitu proses turunnya perwujudan dari yang lebih sempurna menuju yang lebih rendah atau mumkinul wujud, yang mengarah pada pemahaman bahwa dunia fisik ini hanyalah bayangan atau pantulan dari sesuatu yang lebih tinggi dan lebih nyata.
Untuk mempermudah pemahaman, mari kita ambil contoh dalam hal kekuasaan, sebuah konsep abstrak yang sangat dijunjung tinggi oleh banyak manusia saat ini. Kebanyakan orang percaya bahwa tanpa kekuasaan, kehidupan akan runtuh. Padahal, kekuasaan itu sendiri sejatinya hanyalah sebuah konstruksi imajiner.
Kehadiran presiden, gubernur, wali kota, bupati, hingga lurah sering kali dianggap penting. Namun, apakah kehidupan akan berhenti tanpa mereka? Tentu saja tidak. Coba perhatikan, di Kota Sukabumi misalnya, kehidupan tetap berjalan meskipun tanpa kehadiran seorang presiden secara konkret di setiap aktivitas masyarakat. Warga tetap bekerja dan menjalani kehidupan mereka tanpa intervensi langsung dari pejabat tinggi negara.
Selama lebih dari setahun, provinsi dan kota di Indonesia bahkan tidak memiliki wakil kepala daerah, namun tidak ada kekisruhan besar yang terjadi. Kehidupan tetap berjalan dengan normal. Ini menunjukkan bahwa jabatan-jabatan tersebut, meskipun penting secara administratif, pada dasarnya adalah ilusi.
Mereka dipandang sebagai entitas yang sangat diperlukan, namun kenyataannya, tanpa kehadiran mereka, kehidupan tetap berjalan. Inilah yang menunjukkan bahwa kehidupan ini, sebagaimana diajarkan oleh para filsuf seperti Syuhrawardi dan Al-Farabi, memang sebuah fatamorgana.
Selain itu, kita sering kali terperangkap dalam permainan hidup ini, menganggap segala sesuatu yang kita jalani sebagai hal yang hakiki dan sejati. Kita mempertahankan properti, jabatan, dan kekuasaan dengan mati-matian, padahal tanpa kita pertahankan sekalipun, semuanya akan sirna pada akhirnya tanpa meninggalkan bekas. Ini menggarisbawahi bahwa segala sesuatu yang kita anggap nyata ini pada akhirnya akan hilang, dan kehidupan kita, pada dasarnya, hanyalah sebuah hologram.
Pernyataan para pakar fisika teoritis yang menganggap kehidupan kita sebagai hologram mungkin tidak sepenuhnya salah. Dalam konteks ini, mereka berusaha menyampaikan bahwa kehidupan ini hanya tampak nyata, padahal ia hanya sebuah gambaran atau ilusi dari kenyataan yang lebih besar dan lebih kompleks yang tidak kita pahami sepenuhnya.
Dunia ini, sebagaimana dikatakan oleh Syuhrawardi dan Al-Farabi, adalah pantulan dari dunia yang lebih tinggi, suatu pemahaman yang mencerminkan betapa terbatasnya pandangan kita terhadap realitas yang lebih luas.
Para pakar fisika teoritis terus melakukan berbagai penelitian, salah satunya yang menyebutkan bahwa kehidupan ini, dalam konstelasi semesta, sebenarnya hanyalah sebuah hologram, teori yang menyatakan bahwa dunia tiga dimensi kita merupakan proyeksi dari aktivitas yang terjadi pada permukaan dua dimensi.
Bagi kalangan awam, pernyataan semacam ini mungkin hanya dipandang sebagai lelucon, apalagi bagi mereka yang lebih berfokus pada hal-hal yang bersifat materialistis, segala sesuatu haruslah tampak nyata dan realistis. Ada juga yang berpendapat bahwa kita seharusnya berpikir secara praktis, “real-real saja,” tanpa terlalu mengawang-awang.
Namun, jika kita mencernanya secara mendalam, baik secara tekstual maupun kontekstual, pernyataan ini bisa dianggap benar. Dalam kajian agama, misalnya, terdapat dalil yang menyatakan bahwa kehidupan dunia hanya merupakan permainan dan senda gurau belaka.
Beberapa teolog Muslim bahkan menggambarkan dunia ini sebagai fatamorgana. Konsep-konsep ini bukan hanya dipandang sebagai pandangan mistis, tetapi juga dipertahankan dan dianut oleh banyak pemikir kontemporer yang beranggapan bahwa kehidupan duniawi hanyalah sebuah tipuan belaka.
Pemikiran Syuhrawardi melalui teori iluminasi (pancaran) dan Al-Farabi dengan teori emanasi juga memberikan pandangan yang sejalan dengan pemikiran ini. Menurut Syuhrawardi, dunia ini merupakan manifestasi dari cahaya yang terbatas, dan segala sesuatu di dunia ini adalah bayangan dari cahaya yang lebih tinggi. Dengan kata lain, dunia ini hanyalah sebuah ilusi yang terbentuk dari cahaya yang semakin kabur.
Sementara itu, Al-Farabi menjelaskan bahwa segala sesuatu di dunia ini berasal dari sumber yang lebih tinggi, yaitu dari "Akal Aktif." Dalam pandangan Al-Farabi, alam semesta ini merupakan emanasi, yaitu proses turunnya perwujudan dari yang lebih sempurna menuju yang lebih rendah atau mumkinul wujud, yang mengarah pada pemahaman bahwa dunia fisik ini hanyalah bayangan atau pantulan dari sesuatu yang lebih tinggi dan lebih nyata.
Untuk mempermudah pemahaman, mari kita ambil contoh dalam hal kekuasaan, sebuah konsep abstrak yang sangat dijunjung tinggi oleh banyak manusia saat ini. Kebanyakan orang percaya bahwa tanpa kekuasaan, kehidupan akan runtuh. Padahal, kekuasaan itu sendiri sejatinya hanyalah sebuah konstruksi imajiner.
Kehadiran presiden, gubernur, wali kota, bupati, hingga lurah sering kali dianggap penting. Namun, apakah kehidupan akan berhenti tanpa mereka? Tentu saja tidak. Coba perhatikan, di Kota Sukabumi misalnya, kehidupan tetap berjalan meskipun tanpa kehadiran seorang presiden secara konkret di setiap aktivitas masyarakat. Warga tetap bekerja dan menjalani kehidupan mereka tanpa intervensi langsung dari pejabat tinggi negara.
Selama lebih dari setahun, provinsi dan kota di Indonesia bahkan tidak memiliki wakil kepala daerah, namun tidak ada kekisruhan besar yang terjadi. Kehidupan tetap berjalan dengan normal. Ini menunjukkan bahwa jabatan-jabatan tersebut, meskipun penting secara administratif, pada dasarnya adalah ilusi.
Mereka dipandang sebagai entitas yang sangat diperlukan, namun kenyataannya, tanpa kehadiran mereka, kehidupan tetap berjalan. Inilah yang menunjukkan bahwa kehidupan ini, sebagaimana diajarkan oleh para filsuf seperti Syuhrawardi dan Al-Farabi, memang sebuah fatamorgana.
Selain itu, kita sering kali terperangkap dalam permainan hidup ini, menganggap segala sesuatu yang kita jalani sebagai hal yang hakiki dan sejati. Kita mempertahankan properti, jabatan, dan kekuasaan dengan mati-matian, padahal tanpa kita pertahankan sekalipun, semuanya akan sirna pada akhirnya tanpa meninggalkan bekas. Ini menggarisbawahi bahwa segala sesuatu yang kita anggap nyata ini pada akhirnya akan hilang, dan kehidupan kita, pada dasarnya, hanyalah sebuah hologram.
Pernyataan para pakar fisika teoritis yang menganggap kehidupan kita sebagai hologram mungkin tidak sepenuhnya salah. Dalam konteks ini, mereka berusaha menyampaikan bahwa kehidupan ini hanya tampak nyata, padahal ia hanya sebuah gambaran atau ilusi dari kenyataan yang lebih besar dan lebih kompleks yang tidak kita pahami sepenuhnya.
Dunia ini, sebagaimana dikatakan oleh Syuhrawardi dan Al-Farabi, adalah pantulan dari dunia yang lebih tinggi, suatu pemahaman yang mencerminkan betapa terbatasnya pandangan kita terhadap realitas yang lebih luas.
Posting Komentar untuk "HOLOGRAM"