Tatanan Demokrasi Harus Dijaga



Akhir Desember 2012, pada tanggal 18, KPU Kota Sukabumi mengumumkan Pemilukada 2013 diikuti oleh empat calon pasangan Walikota dan Wakil Walikota. Andri-Dangkih, Muraz-Fahmi, Sanusi-Yeyet, dan Mulyono-Jona. Penetapan nomor urut dilakukan melalui rapat pleno terbuka di areal SETUKPA Polri.

Masih pagi, pukul 06.30 WIB, Saya telah berada di areal SETUKPA Polri Sukabumi. Masing-masing pasangan calon telah mengerahkan massa pendukung untuk melihat secara langsung jalannya pengundian nomor urut calon walikota dan wakil walikota Sukabumi.

Areal SETUKPA Polri Sukabumi dalam beberapa jam saja telah dipenuhi oleh ribuan manusia. Aparat kepolisian dikerahkan hingga 500-700 personel. Meskipun demikian, masing-masing pendukung telah ditempatkan pada posisi masing-masing sesuai kesepakatan antara penyelenggara, perserta dan petugas keamanan yang diselenggarakan tiga hari sebelumnya.

KPU Kota Sukabumi tidak hanya mengundang pendukung peserta Pemilukada 2013, PPK, PPS, dan Panwascam pun dilibatkan. Ini upaya KPU untuk memberitahukan kepada para penyelenggara di setiap tingkatan sebagai bekal mereka dalam menyosialisasi peserta Pemilukada 2013 kepada masyarakat.

Menjadi alasan tersendiri bagi Saya secara pribadi, antusiasme antara penyelenggara dan peserta Pemilukada 2013, jika pesta demokrasi di Kota Sukabumi tahun tersebut merupakan pesta demokrasi terbaik secara kualitatif. Keterlibatan masyarakat sebagai pendukung calon pasangan begitu berbeda jika dibandingkan dengan Pemilukada 2008. Ini menunjukkan satu kesadaran baru dalam berdemokrasi.

Sejak tahapan Pemilukada 2013 dimulai, tidak sedikit masyarakat memperlihatkan antusiasme dengan memberikan banyak pertanyaan kepada Saya. “ Kang, kapan kampanye dimulai?” Sebagian besar dari masyarakat menanyakan masalah itu.

Rasa ingin tahu ini merupakan satu bentuk kepedulian warga Kota Sukabumi terhadap demokrasi itu sendiri. Pada suatu hari, Saya ditanya oleh seorang kakek, “ Ada berapa calon, siapa-siapa aja yang jadi calon walikota, Sa?”.

Beberapa kawan PPK dan PPS juga menceritakan hal yang sama kepada Saya. Pada penyelenggaraan Pemilukada 2013 ini antusiasme warga Kota Sukabumi begitu baik. Mereka menjadi lebih kritis dan banyak menanyakan berbagai hal mengenai Pemilukada 2013 ini.

“ Oh, orang yang photonya ada baligho itu tidak masuk jadi calon, ya?” Ada pertanyaan seperti itu. Kemudian menambahkan dengan nada datar. “ Saya yang memasang balighonya, lho!”

Pada sisi lain, kemeriahan dan gempita keterlibatan warga/masyarakat pemilih dalam Pemilukada 2013 ini menjadi bentuk kekhawatiran lain dalam diri Saya. Dalam acara sosialisasi-sosialisasi yang diselenggarakan oleh para calon memberikan indikasi pada saatnya nanti bandul demokrasi akan mengarah kepada bentuk terjelek darinya; mobokrasi. (Ada yang menganggapnya telah sampai ke-sana malahan) 

Tidak sedikit peserta sosialisasi berbisik kepada Saya, “ Ada amplofnya, ndak?”

Teman di sampingnya menambahkan, “ Aku sich nggak terlalu memikirkan itu. Tapi ya, datang ke tempat ini juga tentu harus memakai bensin, kan?”

Kekhawatiran ini sebenarnya tidak perlu disikapi oleh rasa takut berlebihan. Sebab, demokrasi, mobokrasi, dan olohkrasi merupakan sistem alamiah sama dengan sistem-sistem lainnya. Pada saatnya nanti akan digantikan oleh sistem lain, ini tidak bisa dibantah. Hingga bentuk negara pun akan mengalami hal yang sama.

Merebaknya mobokrasi, ketika sebagian menganggap demokrasi harus selalu berbanding lurus dengan kapital dan modal peserta Pemilukada 2013 disebabkan oleh beberapa hal; Pertama, masyarakat akan terlibat jika menghasilkan sesuatu. Kedua, ada kekecewaan dari sebagian besar masyarakat terhadap legislatif dan eksekutif terpilih pada pemilu sebelumnya. Alam bawah sadar ini memengaruhi sikap masyarakat, kalau tidak sekarang, kapan lagi.
 
Pesan ini begitu jelas diarahkan kepada dua lembaga pemerintahan tersebut. Intinya seperti ini, jika Anda telah terpilih sebagai anggota DPRD dan Walikota/Wakil Walikota, kemudian secara intens Anda melakukan langkah-langkah strategis, lebih sering bersentuhan langsung dengan masyarakat, menelurkan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat, maka pada pemilu atau Pemilukada lima tahun mendatang, Anda tidak akan terlalu banyak mengeluarkan uang atau mencetak baligho dan spanduk. Sebab, rakyat telah percaya sepenuhnya.

Mental terbaik bangsa ini adalah, sikap soméah ka sémah. Anda akan diperlakukan dengan baik jika datang kepada mereka. Namun, jika kedatangan Anda hanya lima tahun sekali, saat Anda butuh dukungan mereka, dengan penuh rasa tidak enak Saya katakan, mereka akan menguras Anda.

Sebab, demokrasi membutuhkan kejujuran. Jujur terhadap janji-janji yang telah Anda sampaikan dengan berapi-api pada saat kampanye. Masyarakat tidak akan menagih janji tersbebut, namun alam bawah sadar mereka mampu menilai, janji Anda itu palsu. Untuk mengambil kembali hati para pemilih memang tidak mudah, namun percayalah Anda bisa membeli suaranya dengan uang. Dan saat itu, Anda telah menjadi perusak utama tatanan demokrasi di negara dan Kota ini. (*)

KANG WARSA

Posting Komentar untuk "Tatanan Demokrasi Harus Dijaga"