Santa Cola

Tidak akan ditemukan di dalam Al-Kitab seorang Santa Klaus bersama kereta menjangannya, membawa satu karung mainan memberikan apa pun kepada orang-orang di malam Natal. Kisah Santo Nikolas menjadi Sinterklas kemudian berubah menjadi Santa Klaus mulai berkembang pada abad ke- 4, mulai lahir dan di kenal di Eropa.

Santa Klaus merupakan proyeksi dewa tertinggi bangsa Jerman, Odin. Namun di kemudian banyak yang menyangkal, dia hanya merupakan tokoh ciptaan, rekayasan, dongeng yang tidak pernah termaktub di dalam periwayatan orang-orang semit. Akan tampak aneh, jika para pemeluk Kristen awal melihat adanya tokoh berbusana merah putih ini.

Dunia sering diliputi oleh berbagai bentuk perlawanan. Kehadiran Santa Klaus sebetulnya merupakan perlawanan terhadap wajah-wajah serius kaum Papa (Paus) dan kelompok katolik ortodoks dalam memeringati natal. Pada awalnya, natal hadir tanpa suka cita, dihiasi oleh kerutan-kerutan wajah. Hal ini menjadi latar belakang, Santa Klaus harus hadir pada perayaan natal, sebagai jawaban; Natal adalah suka cita, keceriaan, dan sedikit humor.

Bagi para penganut katolik ortodoks dan sebagian kaum Calvinis, saat natal diperingati dengan hadirnya Santa Klaus, membagikan mainan dan makanan kepada anak-anak ditafsirkan sebagai upaya pemisahan Natal dari keimanan yang sebetulnya. Santa Klaus dilukiskan sebagai pemantik hilangnya arti natal. Orang-orang suci seharusnya selalu berjubah putih atau hitam, sementara Santa Klaus adalah wujud orang suci atau Santo yang memerah merona, kabur dari iman kristiani yang sebenarnya.

Namun, kapitalisme terlalu kuat untuk di lawan. Santa Klaus dibawa ke Amerika kemudian diolah dan dilahirkan kembali di Negara tersebut. Sebagai seorang Santo bertubuh gembal, gendut, symbol kemakmuran yang gemar hiburan, senang menukar mainan dengan hal-hal lain. Kapitalisme bisa menyulap, keimanan bisa ditukar dengan mainan.

Natal selalu dipenuhi oleh kemewahan, kemeriahan, hingga pesta pora. Hal yang dilahirkan oleh para Paus ini pernah diharamkan oleh para penganut Kristen di abad ke-15. Kemegahan dalam perayaan natal telah menjauhkan arti natal yang seharusnya penuh dengan kesederhanaan berubaha menjadi bara api, dan rona merah seperti pakaian yang digunakan oleh Santa Klaus.

Coca Cola pun tidak ambil diam, dalam poster, reklame, dan tayangan iklan-iklannya mulai menampilkan sosok menyerupai Santa Klaus, berpakaian merah putih, dan berjanggut lebat. Tujuannya satu, agar anak-anak di Amerika dan dunia melirik produk-produknya.

Jadi, di dalam perayaan agama apa pun, akan selalu hadir perlawanan dan orang yang memanfaatkannya. Saat muncul kelompok yang bertikai haram atau tidaknya kehadiran Santa Klaus dalam Natal, kapitalisme akan meregangkan kakinya di antara dua kubu; agar keuntungan diraih.

Harapannya sama, agar semua orang merasakan suka cita di hari Natal meskipun harus mengeluarkan uang berjuta rupiah atau dollar. Saat para Santo duduk merengut di sudut-sudut biara sambil membisikkan requim..

Kang Warsa

Posting Komentar untuk "Santa Cola"