Anak Kecil dan Kegelapan, Manusia Dewasa dan Titik Terang

Ketika ada seorang anak merasa takut saat dihampiri oleh kegelapan kemudian dia merengek-rengek kepada orang tuanya atau berlari menuju tempat yang lebih terang, ini merupakan hal lumrah. Namun, tragedi paling besar dalam kehidupan adalah ketika orang dewasa selalu merasa takut untuk menghampiri sebuah titik cahaya. Dua kalimat ini bukan kata-kata mutiara, namun memiliki makna begitu dalam. Sifat kekanak-kanakkan dan rasa takut berlebihan manusia yang mengaku diri telah dewasa yang takut dengan hal-hal rasional, pencerahan.

Dalam kehidupan kita, seorang anak kecil akan dianggap wajar ketika mereka menginginkan pengatahuan hingga kepada hal-hal radikal. Jika Anda telah memiliki anak, mungkin pada suatu ketika anak Anda pernah bertanya; Ayah – Ibu, di mana kah Tuhan itu? Seperti apa bentuk Tuhan? Sering dibicarakan Setan dan Iblis, seperti apa rupa dan bentuk mereka? – demi pertanyaan-pertanyaan radikal yang diucapkan oleh anak kecil, Anda hanya akan tersenyum dan menjawab semampu mungkin, bahkan memberikan jawaban yang tidak dimengerti oleh Anda sendiri pun bisa.

Tetapi, ketika pertanyaan tersebut disampaikan oleh orang-orang dewasa, maka bentuk penghargaan terendah terhadap mereka adalah mengecap ‘ manusia aneh’. Rata-rata orang dewasa enggan menanyakan hal tersebut, karena bagi mereka, hal itu merupakan sebuah ketabuan padahal pada sisi lain bisa jadi merupakan usaha yang bisa mengarahkan kepada sebuah pencerahan. Benarlah, sebagian besar manusia-manusia dewasa sering merasa takut untuk mendekati satu titik cahaya. Dan inilah yang dikatakan oleh Plato sebagai sebuah tragedi terbesar dalam kehidupan. Saat manusia dewasa tidak ingin tahu serta tidak acuh terhadap hal penting dalam kehidupan ini.

Kejernihan anak kecil memang selalu mengalahkan manusia-manusia yang selalu bangga dengan seberapa tua usia mereka tinggal di dunia ini. Padahal, tuanya usia mereka tetap dipecundangi oleh sikap keingintahuan dari anak kecil. Semakin bertambah usia, manusia semakin dihinggapi oleh berbagai macam ketakutan, phobia; hingga hal remeh temeh pun begitu ditakuti.

Rasa takut terhadap hal-hal yang belum terjadi –menurut beberapa sufi – disebabkan oleh semakin jauhnya manusia dari sumber cahaya. Semakin berkurang spiritualitas dalam kehidupan, berkurangnya semangat manusia untuk mengagumi pancaran cahaya dari Sang Maha Tunggal menyebabkan manusia takut terhadap segala hal. Keduniawian bisa saja diraih oleh manusia-manusia yang merasa telah cukup umur, barang-barang mewah yang mereka anggap sebagai hasil kemajuan, namun berbanding terbalik dengan upaya peningkatan spiritualitas dalam diri. Hal itu menjadi salah satu pemicu lahirnya rasa takut menghampiri cahaya dan titik terang. Kematian pun dianggap sebagai perjumpaan mereka dengan alam kegelapan yang dihuni oleh dewa buruk rupa bernama Anubis.

Kita – orang dewasa – telah lahir menjadi manusia penakut, maka Negara ini telah berdiri di bawah kaki para penakut yang takut oleh bayangannya sendiri.

Kang Warsa

Posting Komentar untuk "Anak Kecil dan Kegelapan, Manusia Dewasa dan Titik Terang"