Terdapat banyak teori yang menjelaskan asal-usul kejadian alam semesta. Tiga teori telah dicetuskan secara ilmiah, teori Big-Bang, Quantum, dan teori Keadaan Tetap. Tentu saja, masing-masing teori memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan tersebut sangat wajar, sebab dilahirkan dari pemikiran manusia, meskipun akal manusia bisa mengembara kepada hal yang sulit terjangkau, namun ada sekat keterbatasan, saat membentur benteng bernama masa lalu juga hal-hal yang bersifat metafisik.
Teori Big-Bang dicetuskan oleh Stephen Hawking menjelaskan alam semesta bermula dari ledakan satu titik tunggal yang memiliki volume nol dengan kerapatan tak terhingga, terjadi sekitar 14 milyar tahun lalu. Secara ilmiah teori ini telah diterima. Kelemahan teori ini yaitu telah memutus satu causa prima, penyebab meledaknya titik tunggal tersebut. Sebuah ledakan tanpa adanya campur tangan dari sebuah kesadaran tertinggi hanya akan menghasilkan serpihan-serpihan acak, tidak teratur dan tidak tertata, ketika tertata pun terjadi akibat sebuah kebetulan.
Jika alam semesta lahir dari proses kebetulan, sudah dipastikan akan lahir kebetulan-kebetulan lain. Sementara pandangan ilmiah tidak lahir dari hal yang serba kebetulan. Lebih dari itu, teori ini diyakini telah meniadakan penciptaan alam semesta dari satu sumber yang memiliki kecerdasan tidak terhingga.
Terhadap teori Big Bang yang menyebutkan alam semesta terjadi sekitar 14 Milyar tahun lalu patut ditanyakan? Seperti apa akurasi hitungan usia alam semesta tersebut? Benarkah ledakan dahsyat tersebut terjadi 14 Milyar tahun lalu? Sementara hingga saat ini, luas alam semesta masih belum terpecahkan hanya dengan mengambil sampel terkecil dari planet bumi ini. Pada sisi lain, konsep Big Bang mengalami kebuntuan ketika harus menjawab, kapan alam semesta akan berakhir?
Terdapat banyak misteri di alam semesta, perpaduan dan harmonisasi antara fakta real dengan alam-alam metafisika. Kajian untuk mengukur dan mengetahui kapan alam semesta lahir tidak hanya harus melibatkan metode ilmiah dan pseudo-sience, metode para-logis pun harus digunakan. Sebuah kajian yang menggunakan penelaahan antara lahir dan bathin. Sifatnya memang subyektif, namun pada dasarnya, hampir seluruh teori dilahirkan dari subyektivitas penemunya.
Pengetahuan terhadap usia alam semesta, asal-usul dan keberadaannya akan membawa kita pada sebuah kesimpulan terhadap keberlangsungan kehidupan manusia dan hubungannya dengan alam. Juga akan sedikit memberikan jawaban terhadap fenomena-fenomena sosial yang sering menjadi bahan perdebatan dari dulu hingga sekarang; agama, ajaran, dan keyakinan. Dua hal ini; antara alam semesta dengan ajaran merupakan dua perangkat yang telah disematkan dalam kehidupan, sebagai hardware dan software , perangkat keras dan perangkat lunak.
Jika teori-teori ilmiah lebih banyak dihasilkan dari sikap antroposentris, manusia sebagai sumber pengetahuan, maka dalam tulisan ini, penulis akan menyajikan hal terbalik, sumber segala hal bermula dari kekuatan besar yang memiliki kecerdasan tidak terbatas. Alloh. Tentu saja, ketika Tuhan dimasukkan ke dalam pengetahuan akan merusak keilmiahan satu hal, itu bagi penganut positivisme, karena positivisme lahir dari keterbatasan saat mengupas hal yang tidak terbatas.
KUN FAYAKUN
Bagi sumber kecerdasan tanpa batas, sangat mudah untuk menciptakan alam semesta, menyusunnya menjadi sebuah ampiteater raksasa dengan sistematis dan terstruktur, tanpa melalui proses ledakan, atau apa pun. Karena kemaha sempurnaanNya. Artinya, jika melihat kepada begitu terstruktur dan tertatanya alam semesta, keberadaan alam semesta ini dihasilkan dari sebuah kreasi dan diciptakan oleh sumber kecerdasan tidak terbatas.
Alam semesta sebagai sebuah hardware raksasa, komputer dengan ukuran besar ini tidak akan berjalan tanpa dilengkapi sebuah software. Perangkat lunak ini diciptakan oleh Alloh untuk membawa alam semesta pada sebuah keharmonian, hukum yang disematkan oleh Alloh kepada setiap entitas yang berada di alam semesta, sunnatullah. Bukan hanya itu, pada saat yang bersamaan, Alloh pun menciptakan cikal bakal seluruh manusia, bernama Ruh..
Semuanya diciptakan pada waktu bersamaan. Hardware dengan software ini telah sempurna. Maka, dengan melihat hal tersebut, ajaran Alloh SWT yang disematkan kepada alam ini hanya satu. Pengakuan seluruh ruh manusia terhadap keilahianNya, ajaran yang lahir sejak alam diciptakan pun adalah satu karena berasal dari satu sumber.
KONSEP HUMAN FALL DAN FALLEN ANGEL
Sebelum memasuki penjelasan “turbulensi sosial” yang mengakibatkan terpecah belahnya ajaran menjadi berbagai varian, terlebih dahulu harus dipahami tentang asal-usul keberadaan manusia di muka bumi. Teori-teori sosial jelas sekali bermaksud meniadakan konsep penciptaan manusia, seperti Lamark dan Darwin yang memberikan pandangan, keberadaan manusia di muka bumi ini didasarkan pada konsep evolusi, perubahan bentuk secara perlahan. Teori ini tidak akan bisa menjawab, bagaimana bisa terjadi perubahan dari bentuk dan formula sederhana menjadi bentuk dan formula kompleks ? Dalam The Origin of Species pun Darwin menemui kebuntuan ketika harus menjelaskan, sejak kapan perubahan bentuk itu terjadi? Missing Link timbul karena teori ini tidak bisa menjawab dari mana asal-usul hal terkecil dari mahluk hidup tersebut? Apakah muncul tiba-tiba tanpa kesadaran? Bagaimana mungkin mahluk tanpa kesadaran bisa berubah bentuk menjadi mahluk yang dipenuhi oleh kesadaran?
Pada sudut lain, dikemukakan teori human fall, jatuhnya manusia dari Sorga sebagai akibat perseteruan antara manusia dengan iblis (fallen Angel). Dalam cerita biblikal dikisahkan bagaimana manusia pertama diciptakan, menempati sebuah tempat yang dipenuhi oleh kenikmatan, lalu Tuhan menyuruh kepada seluruh malaikat untuk menghormati mahluk baru tersebut. Kesombongan bermula, sebagai para senior, Iblis tidak bisa menerima kenyataan pahit harus memberikan hormat dan sujud kepada seorang yunior. Iblis pun diusir.
Ada kontradiksi dalam cerita ini, Iblis telah diusir namun dia masih bisa menggoda Adam dan Hawa. Cerita ini pun terlihat menyudutkan Tuhan pada posisi ketidak tahuan. Kenapa Tuhan harus melakukan rekayasa dan skenario terlebih dahulu, hanya sekadar untuk menjatuhkan manusia dan iblis ke bumi. Padahal jelas sekali, dalil awal dari cerita di dalam beberapa kitab suci adalah “ Sesungguhnya Aku akan menciptakan Kholifah di Bumi.”, ini adalah kepastian yang tidak perlu dilengkapi dengan rekayasa dan skenario, di manata letak keMaha Tahuan-Nya? Jika Alloh berkehendak menjadikan manusia sebagai kholifah di muka bumi, maka sudah bisa dipastikan, manusia akan langsung ditempatkan di bumi.
Konsep human fall masih menjadi perdebatan sampai sekarang, sebab konsep kejatuhan manusia dari sorga ini tidak hanya diyakini oleh tiga agama besar (Islam, Yahudi, Kristen), seluruh keyakinan kuno pun telah mempopulerkan konsep ini. Kurun waktu kejatuhan Nabi Adam ke bumi pun jika melihat pada cerita dalam Epos Gilgamesh terjadi pada tahun 5.872 SM. Hitungannya berdasarkan pada garis keturunan Adam hingga Jesus. Dalam kurun waktu selama 8.000 tahun hingga sekarang, secara matematis, tidak akan mampu menjawab kenapa sampai terjadi ledakan penduduk. Sementara garis keturunan dari Adam hingga Jesus bisa dikalkulasikan tidak mencapai ratusan ribu. Apakah ada peradaban manusia lain sebelum Adam jatuh ke bumi? Fakta-fakta historis telah menyebutkan, pada tahun 10.000 SM telah ditemukan beberapa peradaban kuno. Bahkan jauh sebelum itu, cerita-cerita kuno tentang peradaban Atlantis dan Lemuria pun telah dikenal.
Artinya apa? Penciptaan manusia oleh Alloh benar-benar terjadi dan ditempatkan langsung di bumi tanpa melalui rekayasa dan skenario pengusiran. Terlalu naïf jika hanya untuk menempatkan manusia di muka bumi, Alloh harus membuat rekayasa terlebih dahulu. Segalanya telah tertata dengan sempurna.
Lantas bagaimana dengan fallen angel (Malaikat yang jatuh derajat menjadi Iblis). Dalam semua agama tidak dipungkiri, Iblis merupakan mahluk jahat, penggoda, dan sangat durhaka. Muncul pertanyaan sangat mendasar, apakah Alloh yang memiliki sifat Baik menciptakan hal-hal jelek seperti Iblis dan setan? Sama sekali tidak, segala hal yang diciptakan oleh Alloh adalah kebaikan-kebaikan. Lalu apakah Iblis dan Setan itu? Iblis dan Setan lahir sebagai akibat dari sebuah sistem yang telah dibuat oleh Alloh. Bahkan manusia pun bisa menjadi setan ketika benar-benar telah durhaka, Minal Jinnati Wannaas. Apa pun yang telah diciptakan oleh Alloh adalah kebaikan-kebaikan, tanpa cela. (Pembahasan lebih jauh tentang adanya manusia tanpa daksa akan penulis paparkan dalam tulisan terpisah).
TURBULENSI SOSIAL
Peristiwa kecil di masa lalu (milyaran tahun lalu) mengakibatkan hal besar pada saat ini, itulah inti dari turbulensi sosial. Telah dijelaskan, ratusan milyar tahun lalu, Alloh telah menciptakan alam semesta, termasuk di dalamnya manusia lengkap dengan perangkat lunak atau ajaran. Sudah pasti, karena berasal dari satu sumber, maka hanya ada satu ajaran yang dianut oleh manusia generasi pertama.
Lahirnya varian-varian keyakinan bermula pada peristiwa kecil, ketika sekelompok manusia (karena dilengkapi oleh potensi, akal , hati, dan nafsu) mencoba membuat formula baru dalam berkeyakinan. Manusia telah kehilangan sikap kontemplatifnya karena hasrat yang besar harus memenuhi tuntutan dan keinginan. Hasrat ini telah melahirkan pikiran, harus dilembagakannya ajaran dalam sebuah bingkai dan kotak bernama agama. Ajaran yang dilembagakan ini dibuat oleh pemuka-pemuka agama. Semakin bias dan samar, persoalan-persoalan sosial yang bisa diselesaikan melalui sebuah konsensus pun disebutkan sebagai wahyu dari Alloh. Hingga cerita-cerita pun disebut sebagai wahyu dari Alloh.
Deviasi terhadap nilai dan ajaran ini terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Imbasnya bisa dirasakan sampai sekarang. Bukankah Tuhan yang telah menciptakan manusia itu sama? Bukan kah ajaran yang diturunkan kepada manusia juga sama? Bermula dari satu ajaran, lantas kenapa saat ini muncul berbagai macam keyakinan dan agama? Memang, di dalam semua agama pun masih menyisakan nilai-nilai kebenaran. Hanya saja, sering kali ke dalam agama ini dimasukkan berbagai hal yang justru telah melecehkan keilahian dan makna keTuhanan (Baca: Ketauhidan)
Adalah benar, semua agama mengajarkan kebenaran karena di dalamnya masih mengandung nilai dan ajaran awal yang tetap terjaga. Takarannya, masih mengakui Tuhan.
Lalu ajaran mana yang paling benar? Ajaran yang paling benar adalah ajaran yang tetap konsisten mempertahankan ajaran awal sejak alam dan manusi diciptakan oleh Alloh. Bagaimana dengan semakin komplek dan heterogennya kehidupan, bukankah segala persoalan harus didasarkan dan dihukumi oleh aturan-aturan Alloh yang terdapat dalam kitab suci? Kitab suci merupakan tuntunan nilai bukan juklak dan landasan operasional pemecahan persoalan hidup. Sebab, persoalan-persoalan hidup tetap harus diselesaikan oleh pemikiran manusia. Kitab suci merupakan basis nilai, sementara norma, custom, dan adat kebiasaan lahir dari pemikiran manusia.
Pandangan seperti ini akan mengakibatkan dua hal, pertama menganggap semua agama salah atau kedua menganggap semua agama benar. Sebenarnya sederhana, yang harus diperbaiki adalah cara manusia dalam menafsirkan, mengartikulasikan, segala hal yang disangka merupakan wahyu dari Alloh. Wahyu dari Alloh merupakan bahasa transenden, kodifikasi dari bahasa transenden menjadi kitab suci merupakan penafsiran dari bahasa transenden itu sendiri. Hanya sedikit sekali manusia yang bisa menafsirkan bahasa transenden tersebut maka manusia diwajibkan untuk tetap memohon kepada Alloh agar diberi petunjuk ke jalan lurus (Ihdinash-shiroothol Mustaqiim). Sebuah jalan, ajaran, dan keyakinan awal yang telah ada sejak alam dan manusia diciptakan namun telah dirusak oleh manusia-manusia jahat, diberi bumbu, lalu dihidangkan kepada manusia lain agar ditelan mentah-mentah.
Alloh menurunkan ajaran bukan sekadar untuk dipikirkan tapi diturunkan bagi manusia-manusia yang mau berpikir.
KANG WARSA
Teori Big-Bang dicetuskan oleh Stephen Hawking menjelaskan alam semesta bermula dari ledakan satu titik tunggal yang memiliki volume nol dengan kerapatan tak terhingga, terjadi sekitar 14 milyar tahun lalu. Secara ilmiah teori ini telah diterima. Kelemahan teori ini yaitu telah memutus satu causa prima, penyebab meledaknya titik tunggal tersebut. Sebuah ledakan tanpa adanya campur tangan dari sebuah kesadaran tertinggi hanya akan menghasilkan serpihan-serpihan acak, tidak teratur dan tidak tertata, ketika tertata pun terjadi akibat sebuah kebetulan.
Jika alam semesta lahir dari proses kebetulan, sudah dipastikan akan lahir kebetulan-kebetulan lain. Sementara pandangan ilmiah tidak lahir dari hal yang serba kebetulan. Lebih dari itu, teori ini diyakini telah meniadakan penciptaan alam semesta dari satu sumber yang memiliki kecerdasan tidak terhingga.
Terhadap teori Big Bang yang menyebutkan alam semesta terjadi sekitar 14 Milyar tahun lalu patut ditanyakan? Seperti apa akurasi hitungan usia alam semesta tersebut? Benarkah ledakan dahsyat tersebut terjadi 14 Milyar tahun lalu? Sementara hingga saat ini, luas alam semesta masih belum terpecahkan hanya dengan mengambil sampel terkecil dari planet bumi ini. Pada sisi lain, konsep Big Bang mengalami kebuntuan ketika harus menjawab, kapan alam semesta akan berakhir?
Terdapat banyak misteri di alam semesta, perpaduan dan harmonisasi antara fakta real dengan alam-alam metafisika. Kajian untuk mengukur dan mengetahui kapan alam semesta lahir tidak hanya harus melibatkan metode ilmiah dan pseudo-sience, metode para-logis pun harus digunakan. Sebuah kajian yang menggunakan penelaahan antara lahir dan bathin. Sifatnya memang subyektif, namun pada dasarnya, hampir seluruh teori dilahirkan dari subyektivitas penemunya.
Pengetahuan terhadap usia alam semesta, asal-usul dan keberadaannya akan membawa kita pada sebuah kesimpulan terhadap keberlangsungan kehidupan manusia dan hubungannya dengan alam. Juga akan sedikit memberikan jawaban terhadap fenomena-fenomena sosial yang sering menjadi bahan perdebatan dari dulu hingga sekarang; agama, ajaran, dan keyakinan. Dua hal ini; antara alam semesta dengan ajaran merupakan dua perangkat yang telah disematkan dalam kehidupan, sebagai hardware dan software , perangkat keras dan perangkat lunak.
Jika teori-teori ilmiah lebih banyak dihasilkan dari sikap antroposentris, manusia sebagai sumber pengetahuan, maka dalam tulisan ini, penulis akan menyajikan hal terbalik, sumber segala hal bermula dari kekuatan besar yang memiliki kecerdasan tidak terbatas. Alloh. Tentu saja, ketika Tuhan dimasukkan ke dalam pengetahuan akan merusak keilmiahan satu hal, itu bagi penganut positivisme, karena positivisme lahir dari keterbatasan saat mengupas hal yang tidak terbatas.
KUN FAYAKUN
Bagi sumber kecerdasan tanpa batas, sangat mudah untuk menciptakan alam semesta, menyusunnya menjadi sebuah ampiteater raksasa dengan sistematis dan terstruktur, tanpa melalui proses ledakan, atau apa pun. Karena kemaha sempurnaanNya. Artinya, jika melihat kepada begitu terstruktur dan tertatanya alam semesta, keberadaan alam semesta ini dihasilkan dari sebuah kreasi dan diciptakan oleh sumber kecerdasan tidak terbatas.
Alam semesta sebagai sebuah hardware raksasa, komputer dengan ukuran besar ini tidak akan berjalan tanpa dilengkapi sebuah software. Perangkat lunak ini diciptakan oleh Alloh untuk membawa alam semesta pada sebuah keharmonian, hukum yang disematkan oleh Alloh kepada setiap entitas yang berada di alam semesta, sunnatullah. Bukan hanya itu, pada saat yang bersamaan, Alloh pun menciptakan cikal bakal seluruh manusia, bernama Ruh..
Semuanya diciptakan pada waktu bersamaan. Hardware dengan software ini telah sempurna. Maka, dengan melihat hal tersebut, ajaran Alloh SWT yang disematkan kepada alam ini hanya satu. Pengakuan seluruh ruh manusia terhadap keilahianNya, ajaran yang lahir sejak alam diciptakan pun adalah satu karena berasal dari satu sumber.
KONSEP HUMAN FALL DAN FALLEN ANGEL
Sebelum memasuki penjelasan “turbulensi sosial” yang mengakibatkan terpecah belahnya ajaran menjadi berbagai varian, terlebih dahulu harus dipahami tentang asal-usul keberadaan manusia di muka bumi. Teori-teori sosial jelas sekali bermaksud meniadakan konsep penciptaan manusia, seperti Lamark dan Darwin yang memberikan pandangan, keberadaan manusia di muka bumi ini didasarkan pada konsep evolusi, perubahan bentuk secara perlahan. Teori ini tidak akan bisa menjawab, bagaimana bisa terjadi perubahan dari bentuk dan formula sederhana menjadi bentuk dan formula kompleks ? Dalam The Origin of Species pun Darwin menemui kebuntuan ketika harus menjelaskan, sejak kapan perubahan bentuk itu terjadi? Missing Link timbul karena teori ini tidak bisa menjawab dari mana asal-usul hal terkecil dari mahluk hidup tersebut? Apakah muncul tiba-tiba tanpa kesadaran? Bagaimana mungkin mahluk tanpa kesadaran bisa berubah bentuk menjadi mahluk yang dipenuhi oleh kesadaran?
Pada sudut lain, dikemukakan teori human fall, jatuhnya manusia dari Sorga sebagai akibat perseteruan antara manusia dengan iblis (fallen Angel). Dalam cerita biblikal dikisahkan bagaimana manusia pertama diciptakan, menempati sebuah tempat yang dipenuhi oleh kenikmatan, lalu Tuhan menyuruh kepada seluruh malaikat untuk menghormati mahluk baru tersebut. Kesombongan bermula, sebagai para senior, Iblis tidak bisa menerima kenyataan pahit harus memberikan hormat dan sujud kepada seorang yunior. Iblis pun diusir.
Ada kontradiksi dalam cerita ini, Iblis telah diusir namun dia masih bisa menggoda Adam dan Hawa. Cerita ini pun terlihat menyudutkan Tuhan pada posisi ketidak tahuan. Kenapa Tuhan harus melakukan rekayasa dan skenario terlebih dahulu, hanya sekadar untuk menjatuhkan manusia dan iblis ke bumi. Padahal jelas sekali, dalil awal dari cerita di dalam beberapa kitab suci adalah “ Sesungguhnya Aku akan menciptakan Kholifah di Bumi.”, ini adalah kepastian yang tidak perlu dilengkapi dengan rekayasa dan skenario, di manata letak keMaha Tahuan-Nya? Jika Alloh berkehendak menjadikan manusia sebagai kholifah di muka bumi, maka sudah bisa dipastikan, manusia akan langsung ditempatkan di bumi.
Konsep human fall masih menjadi perdebatan sampai sekarang, sebab konsep kejatuhan manusia dari sorga ini tidak hanya diyakini oleh tiga agama besar (Islam, Yahudi, Kristen), seluruh keyakinan kuno pun telah mempopulerkan konsep ini. Kurun waktu kejatuhan Nabi Adam ke bumi pun jika melihat pada cerita dalam Epos Gilgamesh terjadi pada tahun 5.872 SM. Hitungannya berdasarkan pada garis keturunan Adam hingga Jesus. Dalam kurun waktu selama 8.000 tahun hingga sekarang, secara matematis, tidak akan mampu menjawab kenapa sampai terjadi ledakan penduduk. Sementara garis keturunan dari Adam hingga Jesus bisa dikalkulasikan tidak mencapai ratusan ribu. Apakah ada peradaban manusia lain sebelum Adam jatuh ke bumi? Fakta-fakta historis telah menyebutkan, pada tahun 10.000 SM telah ditemukan beberapa peradaban kuno. Bahkan jauh sebelum itu, cerita-cerita kuno tentang peradaban Atlantis dan Lemuria pun telah dikenal.
Artinya apa? Penciptaan manusia oleh Alloh benar-benar terjadi dan ditempatkan langsung di bumi tanpa melalui rekayasa dan skenario pengusiran. Terlalu naïf jika hanya untuk menempatkan manusia di muka bumi, Alloh harus membuat rekayasa terlebih dahulu. Segalanya telah tertata dengan sempurna.
Lantas bagaimana dengan fallen angel (Malaikat yang jatuh derajat menjadi Iblis). Dalam semua agama tidak dipungkiri, Iblis merupakan mahluk jahat, penggoda, dan sangat durhaka. Muncul pertanyaan sangat mendasar, apakah Alloh yang memiliki sifat Baik menciptakan hal-hal jelek seperti Iblis dan setan? Sama sekali tidak, segala hal yang diciptakan oleh Alloh adalah kebaikan-kebaikan. Lalu apakah Iblis dan Setan itu? Iblis dan Setan lahir sebagai akibat dari sebuah sistem yang telah dibuat oleh Alloh. Bahkan manusia pun bisa menjadi setan ketika benar-benar telah durhaka, Minal Jinnati Wannaas. Apa pun yang telah diciptakan oleh Alloh adalah kebaikan-kebaikan, tanpa cela. (Pembahasan lebih jauh tentang adanya manusia tanpa daksa akan penulis paparkan dalam tulisan terpisah).
TURBULENSI SOSIAL
Peristiwa kecil di masa lalu (milyaran tahun lalu) mengakibatkan hal besar pada saat ini, itulah inti dari turbulensi sosial. Telah dijelaskan, ratusan milyar tahun lalu, Alloh telah menciptakan alam semesta, termasuk di dalamnya manusia lengkap dengan perangkat lunak atau ajaran. Sudah pasti, karena berasal dari satu sumber, maka hanya ada satu ajaran yang dianut oleh manusia generasi pertama.
Lahirnya varian-varian keyakinan bermula pada peristiwa kecil, ketika sekelompok manusia (karena dilengkapi oleh potensi, akal , hati, dan nafsu) mencoba membuat formula baru dalam berkeyakinan. Manusia telah kehilangan sikap kontemplatifnya karena hasrat yang besar harus memenuhi tuntutan dan keinginan. Hasrat ini telah melahirkan pikiran, harus dilembagakannya ajaran dalam sebuah bingkai dan kotak bernama agama. Ajaran yang dilembagakan ini dibuat oleh pemuka-pemuka agama. Semakin bias dan samar, persoalan-persoalan sosial yang bisa diselesaikan melalui sebuah konsensus pun disebutkan sebagai wahyu dari Alloh. Hingga cerita-cerita pun disebut sebagai wahyu dari Alloh.
Deviasi terhadap nilai dan ajaran ini terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Imbasnya bisa dirasakan sampai sekarang. Bukankah Tuhan yang telah menciptakan manusia itu sama? Bukan kah ajaran yang diturunkan kepada manusia juga sama? Bermula dari satu ajaran, lantas kenapa saat ini muncul berbagai macam keyakinan dan agama? Memang, di dalam semua agama pun masih menyisakan nilai-nilai kebenaran. Hanya saja, sering kali ke dalam agama ini dimasukkan berbagai hal yang justru telah melecehkan keilahian dan makna keTuhanan (Baca: Ketauhidan)
Adalah benar, semua agama mengajarkan kebenaran karena di dalamnya masih mengandung nilai dan ajaran awal yang tetap terjaga. Takarannya, masih mengakui Tuhan.
Lalu ajaran mana yang paling benar? Ajaran yang paling benar adalah ajaran yang tetap konsisten mempertahankan ajaran awal sejak alam dan manusi diciptakan oleh Alloh. Bagaimana dengan semakin komplek dan heterogennya kehidupan, bukankah segala persoalan harus didasarkan dan dihukumi oleh aturan-aturan Alloh yang terdapat dalam kitab suci? Kitab suci merupakan tuntunan nilai bukan juklak dan landasan operasional pemecahan persoalan hidup. Sebab, persoalan-persoalan hidup tetap harus diselesaikan oleh pemikiran manusia. Kitab suci merupakan basis nilai, sementara norma, custom, dan adat kebiasaan lahir dari pemikiran manusia.
Pandangan seperti ini akan mengakibatkan dua hal, pertama menganggap semua agama salah atau kedua menganggap semua agama benar. Sebenarnya sederhana, yang harus diperbaiki adalah cara manusia dalam menafsirkan, mengartikulasikan, segala hal yang disangka merupakan wahyu dari Alloh. Wahyu dari Alloh merupakan bahasa transenden, kodifikasi dari bahasa transenden menjadi kitab suci merupakan penafsiran dari bahasa transenden itu sendiri. Hanya sedikit sekali manusia yang bisa menafsirkan bahasa transenden tersebut maka manusia diwajibkan untuk tetap memohon kepada Alloh agar diberi petunjuk ke jalan lurus (Ihdinash-shiroothol Mustaqiim). Sebuah jalan, ajaran, dan keyakinan awal yang telah ada sejak alam dan manusia diciptakan namun telah dirusak oleh manusia-manusia jahat, diberi bumbu, lalu dihidangkan kepada manusia lain agar ditelan mentah-mentah.
Alloh menurunkan ajaran bukan sekadar untuk dipikirkan tapi diturunkan bagi manusia-manusia yang mau berpikir.
KANG WARSA
Posting Komentar untuk "Turbulensi Sosial"