Pasca Andres de Wilde membuka orderneming teh di Sukabumi pada tahun 1815, beberapa onderneming dan afdeling perkebunan dibuka secara besar-besaran di Selatan Sukabumi. Dari Sukabumi sebelah Timur hingga ke Jampang Kulon dibuat jalan-jalan baru, perkebunan teh dan karet dikembangkan dengan mempekerjakan warga pribumi sebagai kuli-kuli kontrak. Di setiap onderneming dan afdeling, Belanda membangun instalasi-instalasi listrik sederhana. Pengadaan alat-alat berat seperti mesin pemanas, penggilingan teh, mesin pemotong kayu, dan mesin pembuat kayu baru dilakukan oleh Belanda di awal abad ke-20.
Sekitar tahun 1830, salah seorang pengusaha Belanda bernama Hullen, membangun perkebunan di daerah Lengkong. Sebelah Barat Kampung Cibandung dibuka perkebunan teh dan di Kampung Cibandung sendiri Meneer Hullen – panggilan akrabnnya menurut penurutan salah seorang warga bernama Bah Momoy – membuka lahan seluas 30 hektar untuk perkebunan karet.
Hullen hidup bersama keluarganya di sebuah bukit di tengah perkebunan karet, dia membangun sebuah gedung dengan arsitektur abad pertengahan. Sayang sekali, saat Saya melakukan investigasi ke tempat tersebut, gedung itu hanya menyisakan puing-puing berserakan di kerapatan semak perdu di bawah pohon-pohon karet. Nara sumber Saya, Syarifudin nama asli dari Abah Momoy menyebutkan, bangunan tersebut hancur atau bisa jadi dihancurkan pada tahun 1950-an.
Tidak jauh dari puing-puing bangunan, dengan jarak sekitar 50 meter, tepat di pinggir jalan tua yang memasuki onderneming karet, Hullen membangun sebuah bunker. Diperkirakan kedalaman bunker tersebut mencapai 4 meter di bawah permukaan tanah. Di musim kemarau, siapa pun bisa memasuki bunker tersebut melalui anak tangga yang terbuat dari tembok beton.
Beberapa ruangan seperti kamar-kamar terdapat di dalam bunker tersebut. Di jamannya, berdasarkan dugaan sementara, bunker tersebut biasa digunakan sebagai tempat pertemuan antara pemilik perkebunan dengan warga pribumi. Beberapa acara sederhana pun biasa dilakukan di dalam bunker berukuran 6x6 meter tersebut. Kecuali itu, bunker juga biasa digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan pokok; beras, jagung, dan hasil palawija. Salah satu sumber menyebutkan, kegiatan persaudaraan antara pemilik onderneming dengan warga pribumi biasa juga dilakukan di tempat itu.
Belanda pernah memfungsikan bunker milik Hullen sebagai tempat penyekapan sementara para tahanan yang akan dibawa ke tahanan pusat di Ubrug, Sukabumi. Menurut penuturan beberapa warga yang mereka terima dari cerita kakek dan buyutnya, di tempat tersebut telah terjadi beberapa kali pembunuhan terhadap para tahanan.
Meskipun demikian, di masa lalu, hubungan erat dalam bentuk persaudaraan antara keluarga Hullen dengan pribumi terjalin begitu kuat. Abah Momoy mengatakan, Hullen biasa menyewa kuda milik kakeknya jika akan melakukan inspeksi atau berkeliling ke perkebunan teh di sebelah Barat kampung Cibandung.
Karena tanpa pemugaran dan perawatan baik dari warga sekitar dan pemerintah, bunker milik Meneer Hullen telah dialih fungsikan oleh masyarakat Kampung Cibandung RT 20 Desa Tegallega sebagai MCK Umum. Di musim hujan, bunker dipenuhi oleh air, warga membuat sebuah sumur tepat di atas bunker dengan cara melubangi tembok betonnya. Akibat dari pengabaian oleh pemerintah dalam melakukan riset atau penelitian terhadap peninggalan sejarah ini, tempat yang seharusnya menjadi sebuah peninggalan sejarah cukup berharga ini telah dicap oleh mayoritas penduduk sebagai tempat menyeramkan.
KANG WARSA
Dikirim dari ponsel cerdas BlackBerry 10 saya dengan jaringan 3 Indonesia.
Posting Komentar untuk "Bunker Meneer Hullen"