Dialog Evolusi Atheistik

‎Kemarin, Saya melakukan semacam diskusi (baca perdebatan hehe) dengan seorang evolusionis atheistik. Dia berpandangan, penyebab terjadinya perang dan dehumanisasi adalah agama. Agama sebagai penggerak utama manusia saling bertikai. Agama dan keyakinan kepada Tuhan merupakan bentuk keyakinan purba, penuh arogansi. Banyak dalil di dalam kitab suci menyuruh manusia untuk memerangi manusia lain. Hingga dia mengatakan tidak percaya kepada Tuhan, dia hanya percaya kepada hal-hal yang bisa dibuktikan. Penting diingat, dalam diskusi tersebut, Saya tidak terlalu banyak mempertanyakan apakah evolusi itu ada atau tidak ada, kecuali mempertanyakan dasar ilmiah apa yang digunakan oleh para pengusung evolusi-atheistik hinggal melahirkan pandangannya.

Saya mengajukan satu pertanyaan awal: berapa tahun usia alam semesta? Dia tidak bisa menjawabnya, maka Saya pertegas, saat Anda hanya mempercayai hal-hal yang telah terbukti, ketika alam semesta ini telah terbukti, kenapa tidak bisa mengukur dan menghitung umur alam ini? Berarti pandangan Anda terhadap keyakinan yang Anda pegang masih absurd. Sudah seharusnya, jika seseorang meyakini sains sebagai landasan berpijak bisa mengetahui umur alam semesta.

Persoalan penting tentang kekacauan yang disebabkan oleh agama sebagai penggerak perang dan pertikaian, Saya memberikan pandangan. Landasan utama berpijak kaum evolusionis adalah teori pertahanan hidup: Survival of the Fittest, struggle for life. Konsep ini sebagai sebuah landasan saling terkam, saling hina, saling bertahan, sebanding dengan teori Homo Homini Lupus-nya Hobbes. Artinya penggerak perang, bertikai, ada di dalam diri manusia itu sendiri, lalu dilegitimasi oleh konsep - baik yang ada di dalam kitab suci atau -  teori-teori evolusi. Itu pun terjadi saat kitab suci dimaknai secara tekstual atau autoteks. Padahal jaman terus berkembang, maka konteks pemaknaan kitab suci dari jaman ke jaman akan berbeda. Itulah sebabnya, wahyu harus diposisikan sebagai basis nilai dan moral bukan buku petunjuk teknis atau operasional.

Kaum evolusionis atheistik menyebut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan merupakan keyakinan purba. Itu benar, sebab ajaran Tuhan memang telah ada sejak alam ini ada. Konsep atheisme dan evolusionisme pun merupakan konsep purba, faham ini telah dicetuskan oleh Demokritos jauh sebelum Marx, Engels, Feuerbach, dan Darwin mencetuskannya. 

Kaum evolusionis atheistik  membantah teori penciptaan alam semesta. Maka, demi memperkuat argumentasinya dibuatlah mitos yang diilmiahkan. Temuan arkeologis tentang kerangka-kerangka manusia, kemudian dilukiskan gambaran fisik dengan melihak kerangka tersebut menjadi prototype manusia-manusia purba berbentuk manusia belum sempurna. Ini hanya sebuah imajinasi liar, sebab fakta sebenarnya tersimpan jutaan tahun lalu.

Jika terjadi perubahan bentuk dan pohon evolusi, itu pun hanya berupa lukisan-lukisan imajinasi yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Bagaimana satu spesies bisa berubah menjadi spesies lain meskipun secara perlahan, saat mahluk hidup tidak bisa menghindari kematian? Dengan kematian mahluk hidup ini sudah pasti sulit bagi satu spesies untuk  berubah bentuk. Kaum evolusionis atheistik terlalu memudahkan satu hal, tidak melihat betapa rumit dan kompleksnya eksistensi di alam ini.

Itu baru dalam satu spesies. Bagaimana bisa kaum evolusionis atheistik menjelaskan berapa luas ruang di alam ini? Berapa jumlah konstelasi gemintang di langit? Tersusun secara acak dan kebetulan kah? Padahal begitu rapi , sistematis, dan terstruktur. Tuhan sedang tidak bermain dadu, konstelasi alam ini begitu cerdas.

Fakta tentang perubahan biologis dalam diri mahluk hidup memang terjadi, namun tidak bersifat radikal. Dan ketika terjadi perubahan pun tidak serta merta mengubah satu mahluk hidup menjadi mahluk lain secara sporadic, hanya terjadi pada beberapa bagian saja. Perubahan itu sendiri terjadi atas izin Tuhan. Ini alasan beberapa pemikir evolusionis teistik. Meskipun alasan dan berbagai argument diajukan, pada dasarnya, hingga saat ini teori evolusi ini masih belum terbukti sebagai sebuah kebenaran saintific yang bisa dibuktikan secara ilmiah.

Namun Saya pun mengingatkan kepada manusia-manusia tekstual yang selalu melegitimasi sikap durjana dengan wahyu Tuhan. Jangan kalian seenaknya mempermainkan wahyu, segala hal kalian cocok-cocokkan dengan wahyu tanpa dibedah terlebih dahulu konteks yang memengaruhinya. Persoalan kekuasaan Saja sudah kalian cap sebagai wahyu dari Alloh. Jangan kalian jual ayat Tuhan demi mencapai tujuan. 

Kang Warsa

Posting Komentar untuk "Dialog Evolusi Atheistik"