Pemberitaan di beberapa media cetak dan media sosial – sejak dua minggu terakhir ini – banyak mengupas kerusakan jalan di Sukabumi. Minggu lalu, harian Radar Sukabumi memberitakan; warga di daerah Warnasari Kabupaten Sukabumi mengungkapkan kekesalan kepada pemerintah dengan menanam pohon pisang di tengah jalan, tepat pada badan jalan yang mengalami kerusakan parah. Photo-photo yang diupload melalui media sosial merupakan bentuk protes dan rasa ketidak puasan masyarakat kepada pemerintah. Dengan bahasa sederhana bisa disimpulkan jalan rusak disana sini.
Bentuk rasa ketidak puasan bukan karena jalan rusak saja, lebih dari itu disebabkan oleh sikap pemerintah dalam melakukan perbaikan jalan yang telah rusak seolah tidak memenuhi standar perbaikan. Baru beberapa bulan jalan diperbaiki telah memperlihatkan kerusakan lagi. Tidak terpenuhi standar perbaikan jalan ini berbanding lurus dengan jumlah kendaraan besar yang melebihi batas tonase pengangkutan beban.
Pertanyaan penting terhadap tidak terpenuhinya standar perbaikan jalan antara lain: 1) Apakah rencana pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah telah direncanakan dengan matang terlebih dahulu, sebab pembangunan fisik merupakan hal yang bisa terukur dan teruji. 2) Apakah pemerintah benar-benar menggunakan anggaran telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan? Sebab, perbaikan sarana transportasi tahun 2014 dan 2015 telah dianggarkan dan ditetapkan melalui APBN dan APBD. 3) Apakah pemerintah di Kota dan Kabupaten Sukabumi melakukan nota kesepahaman dengan beberapa perusahaan yang memiliki truk angkutan? Sebab, banyak truk-truk yang membawa barang di atas batas tonase yang telah ditetapkan seolah dibiarkan begitu saja.
Masyarakat –sebagai pengguna jalan - tentu banyak mempertanyakan persoalan ini karena; Secara telaten, setiap tahun , masyarakat tetap memenuhi kewajiban mereka, membayar pajak baik PBB maupun pajak kendaraan bermotor. Masyarakat pun menginginkan pelayanan maksimal dari pemerintah, akses jalan baik, sarana transportasi bisa berjalan lancar tentu akan memperlancar aktifitas mereka.
Namun pada sisi lain, tidak jarang kita menyaksikan masyarakat memperlakukan jalan - sebagai fasilitas umum - laiknya fasilitas pribadi. Jalan sudah diperbaiki, kemudian masyarakat memasang polisi tidur dengan interval hampir setiap 10 meter.
Kurang menghargai fasilitas umum seperti jalan, baik oleh pemerintah atau masyarakat memang lumrah di negara-negara berkembang. Karena dipengaruhi oleh: Pertama, orang-orang di negara berkembang masih memikirkan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi bagi diri mereka sendiri. Kedua, orang-orang di negara berkembang memiliki mentalitas kurang menghargai fasilitas umum karena mereka berpikir, hal tersebut bukan milik pribadi. Maka yang terjadi adalah, saat vandalisme dilakukan oleh para remaja atau oleh siapa pun, mencoret fasilitas umum, masyarakat akan membiarkannya begitu saja. Berbeda, jika barang pribadi mereka yang dirusak. Di Kota Sukabumi saja, banyak telepon umum yang seharusnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi masyarakat dalam kondisi rusak, penuh coretan, lantas tidak bisa terpakai sama sekali.
Pandangan pemerintah terhadap fasilitas umum pun –bisa jadi – memiliki kemiripan dengan sikap masyarakat seperti disebutkan tadi. Rumus sederhana bagi pemerintah di negara-negara berkembang adalah x = bukan x, rakyat = bukan rakyat (pejabat). Jika pemerintah mengedepankan slogan: demi kesejahteraan rakyat, sebenarnya memiliki arti demi kesejahteraan pejabat. Maka, pembangunan sesering apa pun dilakukan di negara-negara berkembang, tetap akan berpola tambal sulam. Renovasi sebagai bahasa pemanis, karena makna sebenarnya adalah menutupi – kerusakan - sesaat saja. (Wrs)
Bentuk rasa ketidak puasan bukan karena jalan rusak saja, lebih dari itu disebabkan oleh sikap pemerintah dalam melakukan perbaikan jalan yang telah rusak seolah tidak memenuhi standar perbaikan. Baru beberapa bulan jalan diperbaiki telah memperlihatkan kerusakan lagi. Tidak terpenuhi standar perbaikan jalan ini berbanding lurus dengan jumlah kendaraan besar yang melebihi batas tonase pengangkutan beban.
Pertanyaan penting terhadap tidak terpenuhinya standar perbaikan jalan antara lain: 1) Apakah rencana pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah telah direncanakan dengan matang terlebih dahulu, sebab pembangunan fisik merupakan hal yang bisa terukur dan teruji. 2) Apakah pemerintah benar-benar menggunakan anggaran telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan? Sebab, perbaikan sarana transportasi tahun 2014 dan 2015 telah dianggarkan dan ditetapkan melalui APBN dan APBD. 3) Apakah pemerintah di Kota dan Kabupaten Sukabumi melakukan nota kesepahaman dengan beberapa perusahaan yang memiliki truk angkutan? Sebab, banyak truk-truk yang membawa barang di atas batas tonase yang telah ditetapkan seolah dibiarkan begitu saja.
Masyarakat –sebagai pengguna jalan - tentu banyak mempertanyakan persoalan ini karena; Secara telaten, setiap tahun , masyarakat tetap memenuhi kewajiban mereka, membayar pajak baik PBB maupun pajak kendaraan bermotor. Masyarakat pun menginginkan pelayanan maksimal dari pemerintah, akses jalan baik, sarana transportasi bisa berjalan lancar tentu akan memperlancar aktifitas mereka.
Namun pada sisi lain, tidak jarang kita menyaksikan masyarakat memperlakukan jalan - sebagai fasilitas umum - laiknya fasilitas pribadi. Jalan sudah diperbaiki, kemudian masyarakat memasang polisi tidur dengan interval hampir setiap 10 meter.
Kurang menghargai fasilitas umum seperti jalan, baik oleh pemerintah atau masyarakat memang lumrah di negara-negara berkembang. Karena dipengaruhi oleh: Pertama, orang-orang di negara berkembang masih memikirkan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi bagi diri mereka sendiri. Kedua, orang-orang di negara berkembang memiliki mentalitas kurang menghargai fasilitas umum karena mereka berpikir, hal tersebut bukan milik pribadi. Maka yang terjadi adalah, saat vandalisme dilakukan oleh para remaja atau oleh siapa pun, mencoret fasilitas umum, masyarakat akan membiarkannya begitu saja. Berbeda, jika barang pribadi mereka yang dirusak. Di Kota Sukabumi saja, banyak telepon umum yang seharusnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi masyarakat dalam kondisi rusak, penuh coretan, lantas tidak bisa terpakai sama sekali.
Pandangan pemerintah terhadap fasilitas umum pun –bisa jadi – memiliki kemiripan dengan sikap masyarakat seperti disebutkan tadi. Rumus sederhana bagi pemerintah di negara-negara berkembang adalah x = bukan x, rakyat = bukan rakyat (pejabat). Jika pemerintah mengedepankan slogan: demi kesejahteraan rakyat, sebenarnya memiliki arti demi kesejahteraan pejabat. Maka, pembangunan sesering apa pun dilakukan di negara-negara berkembang, tetap akan berpola tambal sulam. Renovasi sebagai bahasa pemanis, karena makna sebenarnya adalah menutupi – kerusakan - sesaat saja. (Wrs)
Posting Komentar untuk "Jalan Rusak"