Anda pernah mendengarkan musik melalui gadget bernama walk-man? Pernah main Nintendo? Pernah ngabuburit di bulan Ramadhan sambil mengisi TTS? Atau ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Anda menghabiskan istirahat dengan main Game-Watch? Nah, berarti Anda merupakan generasi yang pernah mengalami hidup di jaman pra internet.
Internet telah menjadi sebuah revolusi besar dalam hal perkembangan teknologi dan informasi. Sulit terbendung, tanpa terprediksi sebelumnya baik oleh para futuris atau oleh para generasi yang pernah hidup di jaman pra internet. Di Negara ini, internet telah digunakan selama 16 tahun sejak diperkenalkan kepada publik pada tahun 1998. Perkembangan pengguna dan pemakaian internet menurut Badan Pusat Statistik dan APJII menunjukkan angka signifikan, kurvanya terus mengalami trend peningkatan. Data terakhir BPS pada tahun 2013 menunjukkan masyarakat yang menggunakan internet telah sampai pada jumlah 71,16 juta orang. Semakin meningkat pada tahun 2014 menjadi 100 juta orang di Indonesia telah terkoneksi dengan –bukan hanya jaringan LAN saja, juga oleh – jaringan nirkabel.
Peningkatan angka pengguna internet selama satu setengah dekade ini mengikuti deret ukur, mencapi hingga 30% pertahun. Peningkatan pengguna internet terjadi pada kurun waktu antara tahun 2012 sampai sekarang dimotivasi oleh munculnya beragam media sosial, blog, dan semakin murahnya ponsel cerdas. Bukan hanya digunakan oleh orang-orang yang berada di kota-kota besar, masyarakat di pinggiran hingga ke pelosok-pelosok perdesaan pun telah mengenal dengan baik; facebook, twitter, istagram, dan media sosial lainnya.
Pemakaian internet pada generasi awal dilakukan dengan cara dial-up, menghubungkan komputer ke jaringan telepon melalui sebuah modem. Sudah pasti, karena ini merupakan generasi awal – sebelum digunakan internet televisi kabel, ASDL, dan serat fiber optik – memiliki kecepatan hanya 56 Kbps , dengan biaya cukup mahal. Toffler telah memprediksi akan lahirnya gelombang ke-tiga ini; ditandai oleh terkoneksinya antara satu manusia dengan manusia lain melalui sebuah jaringan, munculnya komunikasi bersifat tele, dan memangkas hubungan personal lalu digantikan oleh hubungan mekanik.
Bagi Anda yang lahir sebelum tahun 2000-an sudah pasti pernah mengalami hidup di jaman pra-internet. Di tahun 70 – 90an, hampir semua orang tidak mengira akan lahir sebuah jaman ketika manusia terkoneksi dan saling berhubungan antara yang satu dengan lainnya melalui sebuah jaringan nirkabel, dengan jarak hingga ribuan kilo meter. Namun, pertanda ke arah itu sebetulnya sudah terlihat melalui bahasa-bahasa kiasan atau siloka dari orangtua kita. Bahasa siloka ini terejawantah melalui permainan anak-anak generasi 80 dan 90an. Di tahun 70 dan 80-an dikenal permainan ‘teteleponan’ menggunakan kaleng susu, dihubungkan oleh benang layangan (nilon). Anda pasti mengingatnya,bukan?
Lalu, bagaimanakah hidup di jaman pra internet? Anda sendiri pasti pernah mengalaminya. Hubungan antara seseorang dengan orang lain masih benar-benar bersifat inter-personal. Koneksi terhubung melalui pertemuan langsung. Saat seorang tetangga membutuhkan tetangga lainnya dilakukan dengan cara mengetuk pintu. Komunikasi verbal berlangsung cukup baik, di kantor, di dalam angkutan umum, di kedai, di jalanan, di warung, manusia begitu fokus pada pembicaraannya,mengobrol ngalor ngidul pun sudah biasa dilakukan secara verbal.
Hidup saat itu akan dianggap serba sulit, namun ketika manusia berada di sebuah ruang dan waktu tepat pada saat itu, sbetulnya tidak akan pernah mengalami kesulitan. Sebab, tuntutan hidup di jaman pra-internet memang seperti itu. Jika dibahas dari awal bangun hingga waktu tidur, Saya pikir tidak akan tertampung pengalaman-pengalaman selama kita hidup di jaman pra internet. Semua orang memiliki pengalaman masing-masing, namun harus dibatasi oleh sebuah kebiasaan mayoritas di jaman itu,sudah pasti.
Di jaman pra internet, permaian anak-anak masih sangat tradisional. Nintendo pun dikenal oleh anak-anak di Indonesia pada tahun 1990-an, dan penggunaannya pun dengan cara disewakan oleh pemilik Nintendo, tariff dihitung per-jam. Permainan anak-anak lebih didominasi oleh hal-hal sederhana untuk mengisi waktu luang. Tontonan televisi pun belum semeriah seperti saat ini, TVRI memulai jam siarnya pada pukul 17.00 kemudian dilebih-awalkan pada pukul 16.00 WIB. Pesawat TV hanya dimiliki oleh beberapa orang saja, ramailah anak-anak menonton film kartun dengan cara berjama’ah. Bagi beberapa anak bahkan orangtua, pukul 16.00 WIB merupakan waktu untuk mendengarkan cerita ‘Dongeng Sunda’ di radio pada gelombang AM. Sebab untuk ukuran Sukabumi – stasiun radio yang telah ada di gelombang FM masih jarang waktu itu; NBS dan Today FM, sasarannya segmen remaja perkotaan.
Untuk mengabadikan momen penting, Anda harus menunggu dulu tukang photo keliling tiba ke kampung Anda – biasanya telah menentu,setiap hari Minggu-. Dari proses memotret hingga jadi sebuah photo harus menunggu sampai satu minggu. Mendengarkan musik melalui gadget bernama walk-man bermerk Sonny dan Sunny, pada saat itu bisa dikatakan sudah sangat mewah. Mengerjakan tugas sekolah dan kuliah, menyusun skripsi, membuat paper, laporan, dan makalah, Anda harus menguras tenaga, menggunakan mesin ketik manual,kadang membuat bising orang lain. Saat memasuki ruang perkantoran; kantor desa atau kecamatan, Anda akan disambut dengan suara tok tok tok dari suara mesin ketik yang sedang digunakan oleh Pak Ulis sebutan bagi sekretaris desa. Pada tahun 1999 saja, sebagai seorang Ketua PPS (Panitia Pemungutan Suara), untuk membuat Daftar Pemilih dalam penyelenggaraan Pemilu, Saya bersama beberapa teman di kantor desa harus menyusunnya dengan cara diketik manual.
Meskipun hidup di jaman pra internet bisa dikatakan sebagai sebuah masa serba sulit dan sederhana dibandingkan dengan jaman internet, namun tidak sedikit dampak positif darinya. Jam biologis manusia benar-benar teratur, rata-rata manusia memiliki cukup waktu istirahat di jaman itu, tidur teratur dari pukul 21.00 hingga 04.00 WIB. Masih melek sampai pukul 10.00 malam saja bisa disebut begadang, merupakan hal tabu bagi anak-anak sekolah. Keteraturan jam biologis ini menjadi faktor penting bagi kesehatan mental anak-anak di jaman itu. Tingkat depresi atau tekanan mental begitu kecil. Mereka berangkat sekolah, ya sekolah, tanpa ada beban. Berbeda dengan sekarang, tidak sedikit anak sekolah harus berhadapan dengan tekanan mental karena banyak faktor; lebih celaka disebabkan oleh beratnya beban pelajaran di sekolah.
Kehidupan di jaman pra internet tidak menuntut manusia agar hidup serba cepat pada bidang-bidang tertentu. Waktu berjalan –relatif – lambat. Seorang petani yang akan berangkat ke sawah bersikap santai, tidak gerasa-gerusu, melakukan kebiasaan sederhana dulu; duduk di bangku dapur, menikmati rokok dan kopi, mengobrol dengan istrinya, setengah jam kemudian berpamitan lalu berangkat ke sawah sambil memikul cangkul pada bahu. Cara jalan pun biasa. Pepatah “ Biar Lambat Asal Selamat” masih berlaku di jaman pra internet. Aktifitas hidup dilakukan sedetail mungkin, penuh kehati-hatian, lambat, namun presisinya tepat.
Seperti itulah kehidupan di jaman pra internet. Anda –mungkin – masih memiliki pengalaman-pengalaman lain, silakan sharingkan melalui kolom komentar terhadap tulisan ini. Saya yakin, pengalaman Anda akan begitu berarti bagi orang lain.
KANG WARSA
Posting Komentar untuk "Kehidupan di Jaman Pra Internet"