Nikolai Tesla, seorang ilmuwan yang meninggal secara tragis karena jatuh miskin dengan utang menumpuk itu telah meramalkan kondisi kehidupan di abad ke-21 di tahun 1926 -1935. Beberapa prediksi tersebut antara lain disebutkan oleh Tesla: “ Pada tahun-tahun ini, pemerintah di negara-negara maju masih sibuk membiayai perang dan pembuatan senjata untuk membunuh manusia, namun pada abad mendatang, Saya yakin, pemerintah di negara-negara maju akan lebih menitik beratkan penggunaan anggaran terhadap kegiatan riset, penemuan ilmiah, dan teknologi.”
Miklethwait menuliskan beberapa prediksi Tesla ini dalam buku “Masa Depan Sempurna: Janji dan Tantangan Globalisasi”. Tesla, pada tahun 1935, sebelum sampai pada kematiannya pernah menuliskan, “ Di abad mendatang, media-media akan lebih banyak memberitakan hasil penemuan ilmiah ketimbang memberitakan persoalan politik. Koran-koran akan menempatkan penemual ilmiah di halaman depan, sementara persoalan politik akan dicetak pada halaman belakang”.
Untuk prediksi pertama Tesla, penghargaan terhadap ilmu dan pengetahuan di negara-negara maju memang terlihat jelas jika dibandingkan dengan perhatian dari pemerintah di negara-negara berkembang. Bukan hanya pemerintah yang membiayai berbagai penelitian ilmiah, pihak swasta pun melakukannya. Sikap ini dilatar belakangi oleh semangat bangsa maju dalam merakit pencapaian sebuah prestasi. Di negara-negara berkembang, sepertinya, hal ini masih sulit terjadi, karena semangat bangsa negara dunia ke-tiga masih berkutat dalam persoalan bagaimana mereka bisa bangkit dan berdiri ajeg pada landasan yang tepat. Konsep terlalu banyak akibatnya muncul efek benang kusut, tentu saja hal ini menambah beban persoalan yang dihadapi.
Pembiayaan oleh pemerintah terhadap aktifitas keilmuan masih belum maksimal, partikularisasi kehidupan belum terlihat jelas. Di negara-negara berkembang manusia memang diciptakan agar memiliki peran yang sama, kedudukan yang sama, sederajat, tidak heran dalam sistem pendidikannya pun membidik hal ini. Dalam diri seluruh siswa dibenamkan perangkat-perangkat keilmuan dan pengetahuan yang begitu beragam dan heterogen. SIswa harus bisa dan mengerti matematika, ilmu sosial, ilmu alam, budaya, olahraga, agama, dan berbagai pengetahuan lainnya. Tanpa memikirkan, efek yang dihasilkan dari sistem seperti ini apa? Munculnya manusia serba bisa atau malah lahir manusia serta tanggung dalam memahami keragaman? Atau manusia menjadi semakin bingung karena formula terlalu beragam ada di dalam diri mereka?
Prediksi ke-dua Tesla untuk saat ini belum bisa mewujud, Media-media massa masih memberikan porsi yang banyak terhadap pemberitaan politik. Apalagi di negara-negara dunia ke-tiga, politik begitu cair dan berkolaborasi dengan apik dalam setiap bidang kehidupan. Saat penyelenggaraan pesta demokrasi seperti; Pemilu Legislatif, Pilpres, dan Pilkada, mayoritas orang di negara dunia ketika membahasnya di setiap kesempatan. Seolah tidak ada celah kosong yang bisa diisi oleh tema perbincangan lain. Koran-koran dan media-media elektronik lebih sering memberitakan permasalahan politik daripada keilmuan dan penemuan-penemuan ilmiah. Memang, tema politik ini terus berkembang dan semakin meluber dalam kehidupan, sementara penemuan-penemuan ilmiah dan penciptaan teori-teori baru selalu terkerangkeng dalam kotak bernama sekolah atau universitas. Berita tentang penemuan gas sebagai bahan bakar dari ‘kotoran sapi’ tidak akan semeriah pemberitaan konflik KPK dan Polri.
Dalam hal ini, prediksi Nikolai Tesla telah terbukti di negara-negara maju namun sulit terbukti di negara-negara berkembang karena berbagai hal yang melatarinya. Padahal, jaman ini merupakan saat yang tepat bagi negara kita untuk berpikir lebih jernih, akan dibawa kea rah kemajuan atau malah dituntun kembali ke jaman pra-kemajuan. Penghargaan terhadap ilmu dan pengetahuan ini lah sebagai barometer siap dan tidaknya sebuah bangsa untuk maju. Jika negara telah berani mengeluarkan anggaran untuk menyokong penelitian dan pengembangan pengetahun serta berbagai kegiatan riset, ini sebuah pertanda negara telah siap maju.
Persoalannya, sampai saat ini, pemerintah pun masih tersendat-sendat dalam membiayai penelitian dan riset beberapa situs dan peradaban masa lalu. Lantas, bagaimana akan bisa membiayai seluruh kegiatan keilmiahan dan penelitian-penelitian yang lebih besar dari itu? Yang terjadi, ukuran bisa diterima kerja atau tidaknya orang-orang di negara dunia ke-tiga adalah sehelai kertas bernama ijazah, sekolah dan perguruan tinggi semakin dipadati oleh siswa, sementara perpustakaan dan laboratorium menjadi ruang suram dan menakutkan.
KANG WARSA
Miklethwait menuliskan beberapa prediksi Tesla ini dalam buku “Masa Depan Sempurna: Janji dan Tantangan Globalisasi”. Tesla, pada tahun 1935, sebelum sampai pada kematiannya pernah menuliskan, “ Di abad mendatang, media-media akan lebih banyak memberitakan hasil penemuan ilmiah ketimbang memberitakan persoalan politik. Koran-koran akan menempatkan penemual ilmiah di halaman depan, sementara persoalan politik akan dicetak pada halaman belakang”.
Untuk prediksi pertama Tesla, penghargaan terhadap ilmu dan pengetahuan di negara-negara maju memang terlihat jelas jika dibandingkan dengan perhatian dari pemerintah di negara-negara berkembang. Bukan hanya pemerintah yang membiayai berbagai penelitian ilmiah, pihak swasta pun melakukannya. Sikap ini dilatar belakangi oleh semangat bangsa maju dalam merakit pencapaian sebuah prestasi. Di negara-negara berkembang, sepertinya, hal ini masih sulit terjadi, karena semangat bangsa negara dunia ke-tiga masih berkutat dalam persoalan bagaimana mereka bisa bangkit dan berdiri ajeg pada landasan yang tepat. Konsep terlalu banyak akibatnya muncul efek benang kusut, tentu saja hal ini menambah beban persoalan yang dihadapi.
Pembiayaan oleh pemerintah terhadap aktifitas keilmuan masih belum maksimal, partikularisasi kehidupan belum terlihat jelas. Di negara-negara berkembang manusia memang diciptakan agar memiliki peran yang sama, kedudukan yang sama, sederajat, tidak heran dalam sistem pendidikannya pun membidik hal ini. Dalam diri seluruh siswa dibenamkan perangkat-perangkat keilmuan dan pengetahuan yang begitu beragam dan heterogen. SIswa harus bisa dan mengerti matematika, ilmu sosial, ilmu alam, budaya, olahraga, agama, dan berbagai pengetahuan lainnya. Tanpa memikirkan, efek yang dihasilkan dari sistem seperti ini apa? Munculnya manusia serba bisa atau malah lahir manusia serta tanggung dalam memahami keragaman? Atau manusia menjadi semakin bingung karena formula terlalu beragam ada di dalam diri mereka?
Prediksi ke-dua Tesla untuk saat ini belum bisa mewujud, Media-media massa masih memberikan porsi yang banyak terhadap pemberitaan politik. Apalagi di negara-negara dunia ke-tiga, politik begitu cair dan berkolaborasi dengan apik dalam setiap bidang kehidupan. Saat penyelenggaraan pesta demokrasi seperti; Pemilu Legislatif, Pilpres, dan Pilkada, mayoritas orang di negara dunia ketika membahasnya di setiap kesempatan. Seolah tidak ada celah kosong yang bisa diisi oleh tema perbincangan lain. Koran-koran dan media-media elektronik lebih sering memberitakan permasalahan politik daripada keilmuan dan penemuan-penemuan ilmiah. Memang, tema politik ini terus berkembang dan semakin meluber dalam kehidupan, sementara penemuan-penemuan ilmiah dan penciptaan teori-teori baru selalu terkerangkeng dalam kotak bernama sekolah atau universitas. Berita tentang penemuan gas sebagai bahan bakar dari ‘kotoran sapi’ tidak akan semeriah pemberitaan konflik KPK dan Polri.
Dalam hal ini, prediksi Nikolai Tesla telah terbukti di negara-negara maju namun sulit terbukti di negara-negara berkembang karena berbagai hal yang melatarinya. Padahal, jaman ini merupakan saat yang tepat bagi negara kita untuk berpikir lebih jernih, akan dibawa kea rah kemajuan atau malah dituntun kembali ke jaman pra-kemajuan. Penghargaan terhadap ilmu dan pengetahuan ini lah sebagai barometer siap dan tidaknya sebuah bangsa untuk maju. Jika negara telah berani mengeluarkan anggaran untuk menyokong penelitian dan pengembangan pengetahun serta berbagai kegiatan riset, ini sebuah pertanda negara telah siap maju.
Persoalannya, sampai saat ini, pemerintah pun masih tersendat-sendat dalam membiayai penelitian dan riset beberapa situs dan peradaban masa lalu. Lantas, bagaimana akan bisa membiayai seluruh kegiatan keilmiahan dan penelitian-penelitian yang lebih besar dari itu? Yang terjadi, ukuran bisa diterima kerja atau tidaknya orang-orang di negara dunia ke-tiga adalah sehelai kertas bernama ijazah, sekolah dan perguruan tinggi semakin dipadati oleh siswa, sementara perpustakaan dan laboratorium menjadi ruang suram dan menakutkan.
KANG WARSA
Posting Komentar untuk "Prediksi Nikolai Tesla"