Di awal reformasi, berbagai media cetak seperti koran dan tabloid lahir. Karakteristik yang muncul adalah menampilkan pemberitaan se-bombastis mungkin.
Judul-judul di berbagai media cetak baru ditulis dalam format ukuran huruf sangat besar serta mencolok. Bahkan, dengan jumlah karakter melebihi judul pemberitaan normal.
Bukan hanya supaya mudah dibaca, namun agar pembaca merasa tertarik lalu membelinya. Harganya pun sangat terjangkau, kisaran Rp. 1.000,- sampai Rp. 2.000,-.
Isi berita begitu beragam, dari mulai politik hingga menampilkan pemberitaan artis-artis yang tidak pernah tersentuh media elektronik (televisi), fose-fose setengah telanjang. Berita didominasi oleh aksi-aksi kejahatan di berbagai daerah.
Media-media cetak stensilan tersebut laku keras di awal reformasi. Di kedai para pedagang koran di pinggir jalan, setiap pagi terlihat orang-orang berkerumun membaca halam depan koran yang dipajang pada rak-rak sederhana.
Meskipun keorisinilan isi pemberitaan di media-media cetak tersebut patut dipertanyakan, namun reformasi telah menyuguhkan kepada masyarakat menengah ke bawah sikap rasa haus terhadap informasi. Apa yang tertulis pada koran atau tabloid diyakini sebagai sebuah kebenaran.
Masyarakat tidak terlalu perduli, apakah media-media tersebut memiliki kantor resmi, Surat Izin Usaha, dan wartawan yang kompeten. Mereka lebih menerima isi berita sampah tersebut yang tidak pernah dikenal di era Orde Baru. Konten berita tentang pembongkaran kebobrokan rezim Soeharto seperti sebuah perlombaan disajikan oleh media-media cetak tersebut.
Seiring waktu, saat dunia jurnalistik memasuki usia dewasa, keberadaan media-media cetak beraliran Yellow Journalism semakin berkurang. Koran, majalah, dan tabloid kembali menyampaikan informasi secara wajar dan normal.
Meskipun pada saat-saat tertentu, seperti menjelang Pemilu, selalu muncul kembali media-media 'dadakan' sebagai corong bagi kelompok-kelompok tertentu. Konten berita di dalamnya berisi propaganda dan serangan terhadap pihak lain yang mereka anggap sebagai lawan atau pesaing politik.
KANG WARSA
Judul-judul di berbagai media cetak baru ditulis dalam format ukuran huruf sangat besar serta mencolok. Bahkan, dengan jumlah karakter melebihi judul pemberitaan normal.
Bukan hanya supaya mudah dibaca, namun agar pembaca merasa tertarik lalu membelinya. Harganya pun sangat terjangkau, kisaran Rp. 1.000,- sampai Rp. 2.000,-.
Isi berita begitu beragam, dari mulai politik hingga menampilkan pemberitaan artis-artis yang tidak pernah tersentuh media elektronik (televisi), fose-fose setengah telanjang. Berita didominasi oleh aksi-aksi kejahatan di berbagai daerah.
Media-media cetak stensilan tersebut laku keras di awal reformasi. Di kedai para pedagang koran di pinggir jalan, setiap pagi terlihat orang-orang berkerumun membaca halam depan koran yang dipajang pada rak-rak sederhana.
Meskipun keorisinilan isi pemberitaan di media-media cetak tersebut patut dipertanyakan, namun reformasi telah menyuguhkan kepada masyarakat menengah ke bawah sikap rasa haus terhadap informasi. Apa yang tertulis pada koran atau tabloid diyakini sebagai sebuah kebenaran.
Masyarakat tidak terlalu perduli, apakah media-media tersebut memiliki kantor resmi, Surat Izin Usaha, dan wartawan yang kompeten. Mereka lebih menerima isi berita sampah tersebut yang tidak pernah dikenal di era Orde Baru. Konten berita tentang pembongkaran kebobrokan rezim Soeharto seperti sebuah perlombaan disajikan oleh media-media cetak tersebut.
Seiring waktu, saat dunia jurnalistik memasuki usia dewasa, keberadaan media-media cetak beraliran Yellow Journalism semakin berkurang. Koran, majalah, dan tabloid kembali menyampaikan informasi secara wajar dan normal.
Meskipun pada saat-saat tertentu, seperti menjelang Pemilu, selalu muncul kembali media-media 'dadakan' sebagai corong bagi kelompok-kelompok tertentu. Konten berita di dalamnya berisi propaganda dan serangan terhadap pihak lain yang mereka anggap sebagai lawan atau pesaing politik.
KANG WARSA
Dikirim dari ponsel cerdas BlackBerry 10 saya dengan jaringan 3 Indonesia.
Posting Komentar untuk "Yellow Paper Reformasi"