Beberapa bulan lalu, masyarakat diresahkan oleh sepak terjang "berandal motor". Dan sejak mencuat kejadian pembakaran "begal motor", kini masyarakat merasa resal oleh keberadaan "begal motor".
Informasi disampaikan oleh masyarakat, baik di jejaring sosial atau BBM Broadcast agar pengguna motor berhati-hati saat melewati beberapa jalan tertentu. Informasi ini tidak sekadar hoax, namun dilatar belakangi oleh peristiwa betapa "biadab" para "begal motor" dalam menjalankan aksinya.
Di Sukabumi saja, dua hari lalu terjadi peristiwa, dua orang wanita mengalami kecelakaan di Jl. Pelabuan II (Cikujang), saat mengendarai sepeda motor dijambret bajunya oleh seorang "begal motor".
Kata begal sepadan dengan perampokan. Sikap pemaksaan terhadap seseorang agar menyerahkan barang miliknya dengan cara diancam. Bagi masyarakat Sunda, pada beberapa dekade lalu, mungkin hanya didengar di dalam cerita dan dongeng Sunda di radio. Meskipun dalam tataran realita, para gerombolan sering melancarkan aksi pembegalan kepada masyarakat di tahun 1950-an, namun hal tersebut telah dilupakan dan sama sekali tidak dikenal oleh generasi 80-90an.
Saat inilah, kita tersadar bahwa kata begal ini tidak hanya ada dalam cerita dan dongeng masa lalu. Sekarang, dia menjadi lebih dekat dengan kita dan menjadi sebuah ancaman bagi keselamatan kita.
Beberapa pengamat memiliki pandangan, secara sosiologis, kehadiran "begal motor" ini tidak lepas dari kesulitan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat kecil semakin menghimpit hidup mereka. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena lapangan pekerjaan pun masih kecil jumlahnya, tidak sedikit dari mereka mengambil jalan pintas melakukan aksi kriminal. Korbannya adalah masyarakat-masyarakat kecil juga. Himpitan ekonomi memaksa manusia terjerembab ke dalam kancah peperangan dan Hobbesianisme: Homo Homini Lupus, manusia menjadi srigala bagi manusia lainnya.
Saat "begal motor" tertangkap, sudah pasti dalam iklim Hobbesian, masyarakat akan menghakiminya beramai-ramai. Hukum jalanan lahir. "Begal motor" dibakar, disiksa, dan ditindas sebagai balasan terhadap aksi kejahatannya.
Kecuali hal tersebut di atas, munculnya varian kriminalitas baru dan hukum jalan tidak lepas dari masih lemah penegakkan hukum di negara ini. Rumitnya kasus-kasus di level atas, dari hari ke hari semakin kusut. Tak berujung - pangkal. Pada tataran atas : Homo Homini Lupus berlangsung dalam lingkup rebutan kekuasaan, kepopuleran, jabatan, keinginan tampil menjadi manusia paling benar, sementara di kelompok akar rumput, masyarakat berjuang menyambung hidup yang jauh dari pengawasan para elit di negara ini.
Dapat disimpulkan, "begal motor" lahir sebagai jawaban terhadap sikap dan sepak terjang para elit yang tidak jauh berbeda dengan aksi para "begal motor". Mereka saling "begal" kekuasaan, saling menjatuhkan, saling berebut jatah, saling paksa sebagai manusia paling benar, arrogan dalam berkata, dan tidak perduli terhadap upaya mewujudkan "supremasi hukum". Sebab hukum pun bisa dibutakan, gugatan dilawan dengan praperadilan sebuah isitlah baru bagi masyarakat. Keduanya, baik "begal motor" maupun "begal kekuasaan" merupakan penyakit yang telah menjalari tubuh kehidupan bangsa ini. Jika dibiarkan, bangsa ini akan semakin jatuh sakit.
Kang Warsa
Informasi disampaikan oleh masyarakat, baik di jejaring sosial atau BBM Broadcast agar pengguna motor berhati-hati saat melewati beberapa jalan tertentu. Informasi ini tidak sekadar hoax, namun dilatar belakangi oleh peristiwa betapa "biadab" para "begal motor" dalam menjalankan aksinya.
Di Sukabumi saja, dua hari lalu terjadi peristiwa, dua orang wanita mengalami kecelakaan di Jl. Pelabuan II (Cikujang), saat mengendarai sepeda motor dijambret bajunya oleh seorang "begal motor".
Kata begal sepadan dengan perampokan. Sikap pemaksaan terhadap seseorang agar menyerahkan barang miliknya dengan cara diancam. Bagi masyarakat Sunda, pada beberapa dekade lalu, mungkin hanya didengar di dalam cerita dan dongeng Sunda di radio. Meskipun dalam tataran realita, para gerombolan sering melancarkan aksi pembegalan kepada masyarakat di tahun 1950-an, namun hal tersebut telah dilupakan dan sama sekali tidak dikenal oleh generasi 80-90an.
Saat inilah, kita tersadar bahwa kata begal ini tidak hanya ada dalam cerita dan dongeng masa lalu. Sekarang, dia menjadi lebih dekat dengan kita dan menjadi sebuah ancaman bagi keselamatan kita.
Beberapa pengamat memiliki pandangan, secara sosiologis, kehadiran "begal motor" ini tidak lepas dari kesulitan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat kecil semakin menghimpit hidup mereka. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena lapangan pekerjaan pun masih kecil jumlahnya, tidak sedikit dari mereka mengambil jalan pintas melakukan aksi kriminal. Korbannya adalah masyarakat-masyarakat kecil juga. Himpitan ekonomi memaksa manusia terjerembab ke dalam kancah peperangan dan Hobbesianisme: Homo Homini Lupus, manusia menjadi srigala bagi manusia lainnya.
Saat "begal motor" tertangkap, sudah pasti dalam iklim Hobbesian, masyarakat akan menghakiminya beramai-ramai. Hukum jalanan lahir. "Begal motor" dibakar, disiksa, dan ditindas sebagai balasan terhadap aksi kejahatannya.
Kecuali hal tersebut di atas, munculnya varian kriminalitas baru dan hukum jalan tidak lepas dari masih lemah penegakkan hukum di negara ini. Rumitnya kasus-kasus di level atas, dari hari ke hari semakin kusut. Tak berujung - pangkal. Pada tataran atas : Homo Homini Lupus berlangsung dalam lingkup rebutan kekuasaan, kepopuleran, jabatan, keinginan tampil menjadi manusia paling benar, sementara di kelompok akar rumput, masyarakat berjuang menyambung hidup yang jauh dari pengawasan para elit di negara ini.
Dapat disimpulkan, "begal motor" lahir sebagai jawaban terhadap sikap dan sepak terjang para elit yang tidak jauh berbeda dengan aksi para "begal motor". Mereka saling "begal" kekuasaan, saling menjatuhkan, saling berebut jatah, saling paksa sebagai manusia paling benar, arrogan dalam berkata, dan tidak perduli terhadap upaya mewujudkan "supremasi hukum". Sebab hukum pun bisa dibutakan, gugatan dilawan dengan praperadilan sebuah isitlah baru bagi masyarakat. Keduanya, baik "begal motor" maupun "begal kekuasaan" merupakan penyakit yang telah menjalari tubuh kehidupan bangsa ini. Jika dibiarkan, bangsa ini akan semakin jatuh sakit.
Kang Warsa
Dikirim dari ponsel cerdas BlackBerry 10 saya dengan jaringan 3 Indonesia.
Posting Komentar untuk "Begal Motor"