Dua hari lalu, Saya membaca sebuah artikel yang ditulis oleh Dahlan Iskan. Pokok bahasan artikel tersebut mengupas bagaimana asal-usul seseorang bisa diketahui melalui uji DNA-nya. Pengetahuan tentang DNA telah dikemukakan oleh Mendel, beberapa dekade pasca Darwin mencetuskan pandangan evolusinya.
Melihat betapa rumit, kompleks, dan terstrukturnya DNA dalam diri manusia, seharusnya sudah tidak ada ruang bagi siapa pun dalam memberikan pandangan, jika mahluk hidup di dunia ini terjadi secara kebetulan. Ada sebuah causa prima, sebuah permualaan agung yang mengiringi lahirnya kekomplekan mahluk di dunia ini.
Saya bukan seorang neurolog, namun dengan membaca; betapa informasi awal kehidupan bisa diteliti dan diamati melalui telaah DNA seseorang akan melahirkan beberapa simpulan besar. Pertama, informasi masa masih tersimpan dalam diri setiap manusia, informasi masa lalu merupakan file-file atau dokumen-dokumen yang diwariskan oleh leluhur manusia. Apa yang dialami dan dirasakan oleh leluhur manusia di masa lalu sudah pasti tersimpan rapi di dalam DNA tersebut.
Kedua, hanya ada orang-orang tertentu yang bisa membuka tabir gelap ini, karena informasi masa lalu tersimpan begitu rapi di alam bawah sadar manusia, maka akan lahir sebuah kesulitan untuk membukanya menjadi sebuah informasi real. Pandangan Saya ini hanya akan dimasukkan ke dalam sebuah hipotesis awal tanpa penelitian, terus terang hal tersebut akan diabaikan oleh kita sebagai para pecinta dan penyanjung teori ilmiah.
Pandangan Saya di atas harus bisa direalisasikan secara empiris, tentu dengan bahasa sederhana. Sebuah contoh mungkin akan membuka cakrawala berpikir kita: “ Suatu hari kita pernah mengalami de javu, saat kita berada di sebuah tempat, tiba-tiba pikiran kita disibukkan oleh pertanyaan; seolah-olah diri ini pernah berada di tempat itu, namun entah kapan?” Otak manusia memang begitu liar, menurut para penganut psiko-analisa, peristiwa tadi bisa jadi disebabkan oleh munculnya sebuah asosiasi, penyatuan file dan memori dalam otak kita, terbingkai menjadi satu file baru. Pertanyaannya, kenapa hal tersebut terjadi di luar kesadaran kita?
Jawaban sementara, selain lahirnya sebuah asosiasi, peristiwa tersebut disebabkan oleh terbukanya informasi-informasi dalam DNA yang diwariskan secara genetika oleh leluhur kita.
Uji coba dan beberapa penelitian terhadap DNA manusia sebenarnya telah banyak melahirkan tafsiran-tafsiran baru mengenai asal-usul manusia, bahkan mengenai lahirnya semesta. Percampuran darah manusia dari berbagai ras melalui perkawinan telah bisa menaksir seberapa tua umur manusia (homo sapien) awal, seberapa tua lahirnya manusia berperadaban di muka bumi ini? Atau, apakah manusia awal tiba-tiba menjadi manusia dewasa tanpa melalui tahap perkembangan baik fisik maupun psikis seperti manusia-manusia sekarang?
Sudah pasti, penafsiran-penafsiran baru di atas akan berbenturan dengan pandangan umum yang telah memberikan jawaban, manusia pertama adalah Adam, telah berada di muka bumi sekitar 15.000 tahun lalu. Pada sisi lain, sebelum masa 15.000 tahun lalu telah ada peradaban manusia Neandertal, cikal bakal ras Aria, demi alasan inilah Hitler dan kaum Nazi mengkalim, ras mereka telah menempati tangga puncak evolusi. Ras sempurna, dalam bahasa Nietczhe, Uber-men.
Manusia-manusia di dua benua (Amerika dan Eropa), dari penganut materialisme hingga gnostisisme sejak era aufklarung terus melakukan pencarian tanpa henti terhadap persoalan ini. Tidak merasa puas dengan dalil yang telah baku secara tekstual dalam kitab suci. Pada mulanya mereka menyetujui, manusia pertama lahir seperti bagaimana kitab-kitab suci mengisahkannya. Kemudian selama perkembangan kehidupan dan pengetahuan, lahir varian pemikiran tentang asal mula manusia. Meskipun demikian, semua mengarah kepada satu hal penting dalam hidup, segala hal memiliki permulaan.
PANDANGAN HARY TRUMAN SIMANJUNTAK
DI tahun 2006, dalam sebuah berita di Harian Kompas, Hary T Simanjuntak mengeluarkan pandangan baru tentang manusia berperadaban pertama di muka bumi. Hary T Simanjuntak menyebutkan, manusia berperadaban pertama di muka bumi berdomisili di Tatar (Paparan) Sunda, wilayah Nusantara. Pandangan ini bukan tanpa dilatarbelakangi oleh alasan; fakta-fakta yang bisa kita lihat sekarang adalah, tersebarnya ras , etnik, suku bangsa, budaya, dan keragaman bahasa di wilayah Nusantara. Fakta ini bisa menjadi alasan , manusia berperadaban pertama memang lahir di Nusantara ini.
Jika dikaitkan dengan file atau memori yang tersembunyi dalam DNA, teori ini bisa lebih kuat. Sejak perjalanan kehidupan manusia telah lahir sebuah pemikiran revelasi; manusia pertama berasal dari sorga. Kondisi sorga dicitrakan sebagai sebuah tempat yang penuh dengan berbagai pepohonan, sungai berair jernih, taman-taman dengan berbagai varietas mahluk hidup. Dilukiskan dengan indah. Pandangan ini lahir bukan sebatas pada wahyu saja, namun lebih besar dipengaruhi oleh sebuah folklore, hembusan berita dari generasi ke generasi, juga diwariskan secara genetika melalui DNA yang ada dalam diri manusia.
Kondisi sorgawi seperti di atas sudah tentu mengarah pada satu tempat yang berada di Nusantara. Plato pernah menyoal tentang Atlantis, secara teori politik lahirnya pandangan tersebut hanya untuk menyodorkan sebuah cerita jika Negara dipimpin oleh para filsuf dan pecinta kebijaksanaan akan melahirkan berbagai potensi kebaikan. Hanya saja, ada satu kata Tanya besar, kenapa Plato berpikir begitu jauh ke masa entah berapa milyar tahun lalu?
Lahirnya pandangan asal mula semesta oleh para agamawan di masa Mesir Kuno , Yunani Kuno, hingga India Kuno pada dasarnya dilakukan untuk membungkam folklore utama asal mula dan dari mana manusia pertama lahi. Maka setiap peradaban telah melahirkan versi sendiri-sendiri mengenai asal mula manusia dan semesta. Anehnya, semua agama besar di dunia ini hanya meyakini manusia pertama adalah Adam yang dijatuhkan oleh Alloh dari Sorga. Dalam mitologi Yunai kuno pandangan ini merupakan turunan dari human fall para titan seperti Hercules atau Prometheus, manusia setengah dewa yang telah tercerahkan. Dalam informasi berbagai kitab suci disebutkan, Adam merupakan manusia yang telah tercerahkan, mengatahui perbendaharaan kata dan nama-nama yang ada di semesta.
Akan bernada subjektif jika Saya berani mengatakan kalau manusia berperadaban pertama berasal dari Tatar Sunda. Namun, pandangan ini sudah pasti harus dianalisa dan diteliti lebih serius. Kesulitan yang ada adalah betapa sedikitnya pengetahuan manusia terhadap hal ini. Disempurnakan oleh sikap rigid dan rasa malas kita dalam membuka cakrawala baru dalam berpikir, karena rasa takut telah tercipta terlebih dahulu. Melahirkan tafsir baru terhadap ayat-ayat dalam kitab suci masih merupakan sebuah ketabuan dalam hidup ini. Kenapa? Karena ketakutan itu sendiri diciptakan oleh orang-orang, tokoh agama, dan para pecinta mitologi berkedok keyakinan. Semuanya akan kembali kepada “Betapa Maha Sempurna Alloh” dalam menciptakan manusia dan semesta ini.
KANG WARSA
Posting Komentar untuk "Antara DNA dan Semesta"