Dimuat di Horison Tahun 2011
Untuk menuju Alun-alun Sukabumi, Anda tidak perlu menguras tenaga secara berlebihan. Dengan langkah ringan, tanpa beban atau paksaan pragmatisme pun Anda akan sampai di sana. Tentang kesejukan udara di sekitar alun-alun, sebenarnya Anda tidak penting menanyakan hal itu, pohon-pohon Akasia dan Beringin tumbuh di sana, rerumputan diurus dengan teliti, bahkan sekitar Mesjid Agung, bangunan itu akan mengingatkanmu pada arsitektur sederhana tentang kejayaan dan hebatnya para wali dalam menyebarkan agama Islam di pelosok jawa, dijaga dengan apik. Di tengah alun-alun, Jendral Van Maart memasang tiang bendera, bendera merah putih biru itu berkibar , bergelombang, menari mengiringi langkah para pejalan kaki.
Di pinggir jalan menuju alun-alun, warga pribumi dengan kulit-kulit kereng, meramaikannya.Pedagang kue-kue sederhana biasa menutup kepala mereka dengan kain semacam saputangan tapi agak tebal, kontras sekali warna putih penutup kepala itu dengan warna kulit kereng mereka.Tapi tentang kesederhanaan dan kesopanan mereka tidak perlu dipertanyakan lagi. Mereka menjual kue-kue sederhana dengan harga yang bisa dijangkau oleh isi saku Anda. Obrolan di beberapa kedai kopi yang berjajar sepanjang jalan menuju alun-alun itu adalah tentang hari kemarin, seorang tentara Belanda yang mempersunting anak gadis Raden Atmadja.Orang berdecak kagum, perbedaan latar belakang memang tidak menjadi halangan pasangan itu untuk sampai ke mahligai perkawinan.Kesibukan orang-orang di dalam membicarakan hal itu dipublikasikan dalam bentuk poster-poster berukuran sedang, yang menempel pada tembok-tembok toko milik orang-orang china.Poster tentang pengumuman hari pernikahan tentara Belanda dengan anak gadis Raden Atmadja itu masih menempel, belum dilepas.Dan kebisaaan orang Belanda waktu itu selalu seperti itu, ada hal-hal penting sudah tentu dipasang dan diumumkan melalui poster-poster berukuran kecil yang ditempel di tembok-tembok toko sepanjang jalan.
Sebulan lalu, poster-poster berukuran kecil dengan pengumuman lain, bukan pernikahan, pernah meramaikan sepanjang jalan alun-alun, orang-orang ramai juga membicarakan, lebih ramai dari pemberitahuan tentang pernikahan tentara Belanda dengan anak gadis Raden Atmadja.Pemerintah Belanda mengumumkan tentang seorang penjahat, seorang pemuda tengik, perampok kelas rendah, hingga kepalanya dihargai 500 Gulden. Bagi para pedagang dan orang-orang China poster itu adalah sesuatu yang tidak penting dibahas dan diperbincangkan, sebab mereka tahu, bajingan tengik itu hanya merampok tuan-tuan tanah dan pembesar-pembesar belanda, bahasan yang renyah diperbincangkan adalah tentang semakin kurangnya pasokan gula dan pala. Gula dan pala barangkali dibawa oleh pembesar-pembesar dan pengusaha-pengusaha Belanda ke Negerinya, ini yang menyebabkan gula dan pala menjadi langka di pasaran, padahal kebutuhan terhadap gula dan Pala menjelang bulan puasa sudah pasti meningkat.
Sementara, bagi jawara barayaran, poster sederhana itu adalah ajakan untuk menggali mutiara yang terpendam di dasar kolam, menangkap hidup atau mati pemuda tengik bukan hal sulit, apalagi dalam tafsiran para jawara bayaran, pemuda tengik itu adalah manusia kosong, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kehebatan mereka yang memiliki bermacam-macam ilmu kanuragan. Ilmu kanuragan mendi kebutuhan mendasar bagi orang-orang, siapa pun pasti memiliki minimal mantra-mantra agar dirinya bisa terhindar dari kejahatan orang lain. Ada yang memiliki ilmu putih dan hitam.Tapi sekali lagi, mereka menggunakannya ketika dibutuhkan saja.
Namun pada akhirnya, para jawara bayaran itu pun menarik kembali tafsiran tentang kekosongan pemuda tengik itu.Sudah hampir dua bulan sejak dipasang poster sederhana itu mereka belum bisa menangkapnya.Bagi orang bisa, seperti para pedagang dan orang-orang yang meramaikan alun-alun, tertangkap atau tidaknya pemuda tengik itu tak jadi soal, dengan poster pernikahan seorang tentara Belanda dengan anak gadis Raden Atmadja pun tertutup sudah. Mereka lebih renyah membahas jika seorang Belanda menikahi perempuan pribumi, warna kulit anaknya akan seperti apa, barangkali belang? Atau hitam campur putih? Jadilah pembicaraan tersebut sebagai sebuah guyonan bagi semua orang, sekalipun dia hanya seorang pedagang kue sederhana namun ketika ada pembeli hal perttama yang terlontar dari ucapannya adalah, kulit anak mereka warnanya akan bagaimana? Guyonan itu andai saja sampai di telingan Raden Atmadja, sudah bisa dipastikan, marah besar dan merah padam wajahnya bisa jadi. Guyonan tidak beradab seperti itu adalah hal tabu dan tidak boleh mengusik kehidupan dirinya sebagai pembesar pribumi waktu itu.
Raden Atmadja, sosok pembesar pribumi ini memiliki tampilan aristocrat, dua orang putrinya, Maemunah dan Siti Maryam disekolahkannya di sekolah kelas 1. Kedekatannya dengan para bangsawan ini menyebabkan dirinya tahu benar bagaimana cara memperlakukan dan membesarkan anak-anaknya agar kelak mereka hidup sebagai bangsawan, kelas atas, dan terhormat. Namun, sekalipun penafsiran orang-orang tentang dirinya selalu miring, tidak menjadi soal baginya, dia hanya takut dengan satu hal, anak-anaknya menikah dengan lelaki yang tidak satu kelas dengan dirinya. Orang-orang hanya iri dengan kemujuran dirinya yang telah terlahir sebagai bangsawan di Sukabumi.
Maemunah anak sulungnya telah menikah dengan tentara Belanda. Dia merestui pernikahan itu, sebagai konsekwensinya, tentara Belanda harus mengikuti cara dan adat menikah waktu itu. Van Maart sempat mendatangi Raden Atmadja, agar perkawinan dilakukan dengan cara dan adat masing-masing. Tidak perlu lah si Hans itu baca syahadat segala ketika akad, dan tidak perlu lah dilakukan di Mesjid Agung, di rumah Raden Atmadja pun banyak ruangan luas dan kosong yang bisa dijadikan tempat akad.Tapi Raden Atmadja meminta kesadaran si Hans dan Van Maart agar memahami, bahwa pernikahan dilakukan bukan di Negara Belanda, melainkan di Hindia Belanda, maka, orang-orang Belanda wajiblah menuruti adat setempat meskipun mereka menjadi orang penting yang mengendalikan pemerintahan.Dan itu terserah pada diri si Hans, mau atau tidaknya memenuhi syarat itu.Si Hans pada akhirnya menyanggupi, dan membaca syahadat di akad perkawinannya dengan Maemunah.
Teman-teman si Hans tidak menyoal pembacaan Syahadat dirinya di akad perkawinannya dengan Maemunah.Tidak penting hal itu dipersoalkan, para tentara lebih sibuk membalas surat-surat dari keluarga atau pacar mereka. Kecuali dari itu, mereka lebih senang membahas cara menembak yang jitu para pembangkang pribumi dan perampok-perampok perkebunan teh di Perbawati. Para pembangkang , sekarang bukan hanya menjarah atau merampas harta para pembesar Belanda, juga semakin berani merampok pucuk-pucuk teh yang telah dikeringkan. Ucapan selamat mengalir dari mulut mereka kepada si Hans.
Di acara pernikahan bulan lalu, Raden Atmadja berbicara cukup jelas, Siti Maryam akan mengikuti jejak kakanya kelak. Dia pun akan sesegera mungkin menikah, berimah tangga, dan sudan tentu calon suaminya harus lah lelaki yang setarap drajatnya. Dari kaum bangsawan, pribumi atau keturunan.Lelaki kerdil sepertiku mustahil memiliki perempuan terhormat dari kelas bangsawan, kalau pun itu terjadi hanya kebetulan saja.Pikiran sempit untuk memiliki wanita bernama Siti Maryam itu harus lah dijauhkan dari batok kepala ini.Akan menjadi lelucon besar jika aku mencetuskannya. Sudah tentu poster-poster yang dipasang adalah gambar diriku yang memiliki bahu bidang dan bongkok bersanding dengan wanita kulit sawo matang berwajah manis, Siti Maryam.
Seorang pemuda kusir delman sepertiku berada di kelas ketiga. Bersama para kusir dan pedagang kecil lainnya hanya bisa membicarakan bahasan-bahasan kecil, seperti seorang penumpang delman yang tertinggal sandalnya di dalam delman,atau seorang perempuan tua yang menabrak delman ketika delman sedang berjalan. Teman-temanku yang lain, para pedagang kue lebih sering membicarakan bisa jadi khayalan keinginan mereka pergi ke gedung pertunjukan drama. Kata orang menonton ke gedung pertunjukan di Capitol itu merupakan hiburan akhir pekan yang sangat membahagiakan. Penasaran memang ketika ada orang yang berkata: kerugian terbesar dalam hidup adalah ketika kita tidak pernah barang satu kalipun menginjakkan kaki ke gedung pertunjukan di Capitol. Namun pikiran itu dengan sendirinya mudah hilang dari kepala hanya dengan pembahasan sedikit sekali penghasilan hari ini!
Namun tidaklah mudah sekalipun bagi seorang kusir seperti saya untuk membohongi diri sendiri. Padahal bagi siapapun membohongi diri sendiri adalah sangat mudah dilakukan. Tapi percayalah, ketika orang berbohong pada dirinya saja sudah berani, apalagi berbohong kepada orang lain sudah tentu akan dengan sangat mudah dilakukan. Seperti pernah ada sebuah kejadian, di pusat alun-alun ini pernah ada cerita lucu tentang kebohongan seseorang terhadap dirinya sendiri.Cerita ini memang sangat tidak pas jika disebutkan olehku di dalam kisah ini, namun perlu rupanya diceritakan, tentang harga yang harus dibeli oleh seseorang tentang sikap bohong terhadap dirinya sendiri. Di sudut alun-alun, setiap pagi jika Anda berkenan ke sana, akan terlihat seorang lelaki duduk murung, hidupnya lebih payah dari burung-burung yanh terpenjara di dalam sangkar. Lelaki itu telah berbohong pada dirinya sendiri tentang kenikmatan duniawi, dia menolak mencicipi manisnya madu kehidupan, hanya karena memiliki sebuah keyakinan, bahwa pada akhirnya hidup manusia akan berujung pada kematian, tapi jelas sekali, dia membohongi dirinya sendiri terhadap apa-apa yang sebetulnya ingin sekali dia cicipi di dalam kehidupan ini. Ketika orang-orang di pagi hari telah meramaikan kedai-kedai sambil menikmati teh hangat dan membicarakan kejadian semalam di seputar alun-alun, lelaki itu hanya memandang kehidupan pagi dengan murung, di berbohong di dalam keyakinan dirinya sendiri.
Aku tidak bisa berbohong tentang munculnya sebuah hasrat, dan orang bisa menyebutnya obsesi. Ya, Siti Maryam anak Raden Atmadja itu di dalam pikiranku bukan hanya memiliki paras cantik, lebih dari itu ada sesuatu yang membuat diriku harus jujur terhadap dunia, bahwa, di dalam diri perempuan itu terpancar cahaya bathin yang mampu memikat seorang kusir delman seperti diriku. Namun, bodoh sekali pikiran seperti itu terlintas di dalam kepalaku, bukan hanya lelaki seperti diriku yang akan terpikat olehnya, lelaki mana pun akan memiliki pikiran yang sama di dalam memberikan penilaian terhadap Siti Maryam, ya sudah tentu lelaki normal dan waras yang tidak berani membohongi dirinya sendiri. Seorang kusir delman ini memang telah jatuh cinta kepada perempuan bangsawan pribumi itu.
Yang penting di dalam hidup ini adalah, manusia harus sadar terhadap peran dan posisi yang sedang diperankannya di dalam panggung drama kehidupan ini. Aku, suatu hari pernah membaca selebaran Koran yang kutemukan di jalan raya menuju alun-alun, dalam bahasa yang mudah aku pahami, tentang cerita seekor cicakyang menempel di atap sebuah rumah, karena kegirangan melihat dua temannya bertengkar, dia bertepuk kaki, tidak sadar posisi, dan dia jatuh ke bawah, tubuh mungilnya tepat menempel di atas lampu teplok yang sedang dijaga oleh seorang ibu sambil tertidur. Matilah dia, karena tidak sadar posisi. Tapi tulisan itu siapa kira hanya sampai di sana, dengan matinya seekor cicak itu, ternyata terselamatkan juga seorang lelaki yang menyerahkan dirinya kepada jalan kegelapan dengan cara menjadi babi ngepet, lelaki itu pemilik rumah dimana seekor cicak itu mati. Ya, tidak seharusnya memang di dalam Koran, kisah konyol itu dimuat. Seperti halnya diriku, ketika aku melupakan posisi yang seharusnya diperankan oleh seorang kusir delman ini seperti apa, lantas diceritakan oleh sebuah Koran atau majalah tentang obsesi kering lelaki kerdil ini, maka tidak terbantahkan lagi, orang-orang se-Hindia Belanda akan menertawakan kisah lucu dan konyol tentang diriku ini. Namun tidak pantas lah Anda menyejajarkan saya dengan cicak konyol itu, walaupun pada kenyataannya, kehidupan seorang kusir sepertiku hampir mendekati bagaimana cara seekor cicak mencari mangsa, diam yang manis, lalu ketika ada nyamuk dengan tangkis dan cekatan dia menangkapnya dengan lidah menjulurnya. Seorang kusir delman pun demikian, duduk manis di dalam delman, lalu ketika ada penumpang, maka dengan sangat cekatan dia akan mempersilahkan si penumpang untuk masuk ke dalam kotak berkursi itu. Dan bodohnya aku sebagai seorang kusir adalah lebih senang menghadapi bokong seekor kuda daripada harus duduk berhadapan dan berbincang dengan para penumpang.
Sebulan kemudian, orang-orang di sekitar alun-alun, kedai, dan jalan sudah tidak membicarakan lagi tentang poster pernikahan tentara Belanda bernama si Hans dengan Maemunah.Mereka sibuk membicarakan obsesi seorang kusir delman yang terobsesi menikahi seorang bangsawan pribumi bernama siti Maryam.Ya, aku telah jujur pada dunia, bahwa aku telah membicarakan semua ini kepada beberapa kawan kusir delman.Kejujuran itu berbuah sebuah akibat yang harus aku tanggung. Aku menjadi bahan tertawaan, lebih tepatnya semua orang, apalagi para bangsawan Sukabumi, mereka membicarakanku di setiap perjamuan makan malam dan pertemuan-pertemuan lain. Kekonyolan ini menyita hampir semua orang, Pembicaraan tentang Perang Dunia pertama pun seolah berhenti seketika, padahal di Hindia Belanda ini lebih enak membicarakan Ratu Wilhelmina daripada membicarakan kusir delman sepertiku. Beragam penilaian orang. Ada yang memiliki pikiran jernih: kusir delman memang wajar memiliki obsesi seperti itu, barang kali karena kesehariannya berhubungan dengan kuda-kuda itulah yang menyebabkan dia jenuh dan harus ada jalan lain untuk membunuh rasa jenuh itu. Sebagian besar malah mencerca habis-habisan, anak seorang bangsawan bukan kuda yang bisa diam dan tidak berisik ketika diberi rumput segar. Ada juga yang berprasangka buruk, bisa jadi kusir delman itu hanya ingin menguras harta kekayaan Raden Atmadja saja.
Aku memang berharap, bukan hanya orang-orang yang mendengar kekonyolan ini, juga ini harus didengar oleh Siti Maryam. Ya, barangkali dengan begitu akan timbul rasa penasaran di dalam dirinya, menanyakan memang siapa lelaki kusir yang mengharapkan cintanya itu. Aku sudah sangat yakin, Raden Atmadja akan mencibir sinis demi mendengat cerita yang saat ini sedang hangat diperbincangkan di Sukabumi. Bagi dirinya bisa jadi ini merupakan aib besar.Tentang keberanian dan keliaran saya untuk memiliki anaknya. Akibat lain, aku harus siap menghadapi ancaman para jawara sewaan, sebab, bagi seorang bangsawan pribumi seperti Raden Atmadja, tidaklah sulit untuk membayar beberapa jawara lalu disuruhnya mereka mencincang habis diriku. Tapi, aku tidak akan takut dengan terror yang merasuk di dalam pikiranku. Semuanya sama murahnya dengan cerita cicak konyol tadi.
Lima hari menjelang bulan puasa, wanita mulia itu menjadi penumpangku.Aku yakin ini dilakukannya dengan penuh kesengajaan.Tapi, sebuah harga yang harus dibayar mahal jika memang dia berani melakukannya dengan sengaja. Sebab, naik delman berbeda dengan naik oplet, orang akan melihat, jika Siti Maryam menaiku delman bersama si kusir delman konyol itu. Mulanya aku hanya bisa menjadi eorang kusir kikuk, terus terang hampir saja, tali kekang kuda yang kupegang itu aku lepaskan, karena gugup. Dan Anda akan melihat saya seperti seekor kura-kura, kepala tiba-tiba menyelusup ke dalam badan, dan mengecil. Dia minta berkeliling sekitar Sukabumi, ya permintaan tuan putri itu mana berani aku tolak, walaupun dengan penuh perasaan gugup, gemetar. Dia lebih banyak diam. Dan pertanyaan pertama darinya adalah, kebenaran cerita konyol tentang kusir delman ini.Aku takut untuk berkata jujur, tapi terus terang tidak ada yang perlu ditutup-tutupi, khan?Saya hanya bisa berkata, maafkan saya jika perbuatan itu lancang.Tiba-tiba delman berhenti, tanpa sadar memang aku tarik tali kekang itu.Dia hanya tersenyum kecil, dan memintaku mengantarkannya pulang. Menemui Raden Atmadja.
" Jadi kusir delman ini yang sedang ramai dibicarakan oleh orang-orang?" Raden Atmadja memegang bahuku, keras, menatapku tajam, aku menunduk." Hahahaha…..!" Ejekan demi ejekan sudah tentu akan keluar bertubi-tubi dari mulut bangsawan pribumi ini.
Siti Maryam tersenyum, dan dia langsung masuk ke dalam rumah, meninggalkan aku dan Raden Atmadja yang masih asyik mengamatiku.
" Hahahaha…. Kamu bisa membaca dan menulis?"Terus terang saya sangat gugup dan gemetar berhadapan dengan lelaki berkumis ini.
" Bisa, Gan!" Jawabku pelan, hhh…seperti seekor anak kecing kelaparan suaraku ini rupanya.
" Kenapa jadi kusir delman, tidak jadi Klerkdi perkebunanteh Perbawati, Van Maart masih membutuhkan juru tulis-juru tulis untuk bekerja di perkebunannya. Haha… tapi lupakan itu, aku hanya ingin memastikan saja tentang kusir delman konyol itu.Dan ternyata, cerita itu memang benar… memang benar… kusir delman itu sekarang ada di depanku, hahahaha!"Katanya sambil menepuk bahuku.
Aku hanya bisa diam sambil.Ucapan dari para bangsawan pribumi memang nadanya seperti itu, selalu.Dalam pandangan mereka hidup seolah hanya terdiri dari dua dunia, dunia para pemilik kehidupan dan yang dimiliki.Anda sudah tidak asing lagi memang dengan kondisi seperti ini di Sukabumi, satu tahun lalu, seorang tukang kambing dipukuli sampai bengap hanya karena tanpa sengaja kakinya menginjak seorang bayangan bangsawan Pribumi. Orang-orang Belanda hanya tertawa terbahak, aku tidak mengerti apa maksudnya. Namun, kenyataan ini cukup berbalik jika Anda berhadapan dengan Raden Karta, ya… Raden Karta masih seorang bangsawan pribumi, dia tidak memiliki maksud lain di dalam kehidupan kecuali menolong orang-orang kecil, itulah yang menjadi sebab dia selalu dijauhi oleh teman-temannya, tapi Belanda tidak, ada hal penting yang bisa dimanfaatkan darinya. Kedekatan Raden Karta dengan orang-orang sederhana ini bisa menjadi jalan tengah agar Belanda bisa mendekati mereka.Belanda butuh tenaga orang-orang kecil.Perang Dunia pertama telah menyulap tanah Eropa menjadi pasar ekslusif, barang-barang seperti teh dan kopi semakin langka, harga-harga melonjak. Pengiriman rempah-rempah dari Hindia Belanda ke Eropa oleh pengusaha-pengusaha Belanda terhambat sebaba peperangan berkecamuk bukan hanya di daratan, lautan pun menjadi medan perang. Mereka tahu, perang disebabkan oleh kerakusan Eropa terhadap potensi-potensi yang tersimpan di wilayah Asia dan Afrika. Rebutan wilayah jajahan ini menjadi pemicu perang, mereka ingin memindahkan apa yang ada di wilayah jajahan ke Negara-negara Eropa.
" Pulanglah, aku yakin, cerita tentang kusir delman itu akan hilang begitu saja setelah pertemuan kita. Kau tahu maksudku, impian besarmu simpan saja dulu.Berpikirlah secara jernih, kau bersihkan delman dan kudamu itu.Ayo pulanglah!" Kata Raden Atmadja. Semakin kupahami maksudnya.
Ya, besoknya, cerita kusir delman konyol itu seolah ditelan bumi. Bukan karena apa-apa, bukan karena aku memang dipaksa oleh keadaan harus meupakan Siti Maryam, ini disebabkan tergeletaknya mayat seorang tentara Belanda di depan kedai kopi dekat alun-alun. Pagi-pagi sekali alun-alun sudah ramai, para pedagang kue dan pemilik toko meninggalkan lapak dan toko mereka demi untuk melihat mayat itu.Orang-orang menerka, tentara Belanda itu meninggal karena dibunuh.Siapa yang membunuhnya?Pertanyaan itu dijawab oleh seorang tentara Belanda.Lelaki berkopiah hitam bertengkar semalam dengan si Tentara Belanda.Ya, tentara Belanda itu dipukul habis-habisan oleh lelaki berkopiah hitam saat sedang mabuk berat.Seorang tentara Belanda menunjuk poster dekil yang tertempel di sebuah tiang listrik.
" Dia pembunuhnya!"
Semua orang kembali ramai membicarakan lelaki tengik penentang Belanda.Cerita konyol kusir delman pun terhapus. Poster-poster kini dibuat oleh Pemerintah Belanda dalam bentuk dan ukuran besar, gambar lelaki tengik itu dipasang kembali, siapapun yang bisa menangkap pemuda tengik itu akan dihadiahi uang sebesar 10.000 gulden. Harganya semakin mahal.Jawara-jawara bayaran memegang ujung golok, gigi mereka menggeretak.Keadaan memang memaksa orang-orang untuk membicarakan tema yang sedang terjadi saat ini, namun cerita di dalam diriku masih tetap tentang si kusir delman konyol ini.
Kehidupan di Hindia Belanda semakin sulit, alun-alun walaupun selalu ramai, tapi diramaikan oleh obrolan tentang kelaparan.Berita tentang meninggalnya para pekerja di kontrak-kontrak perkebunan secara massal karena kelaparan ramai dibicarakan.Para jawara bayaran belum bisa menangkap pemuda tengik itu.Kusir delman ini masih hidup dalam bayangan keinginan.Hingga datanglah hari itu, tentang ditangkapnya seorang perempuan bangsawan karena dituduh mendukung pergerakan para pemberontak.Alun-alun semakin ramai, para pribumi berdesakan bersama peluh-peluh dan bau penguk.Tulang-tulang dada tersembul begitu jelas, bibir-bibir pecah.Perempuan bangsawan yang dituduh bersekongkol dengan pemberontak itu digiring ke tengah alun-alun, mendekati pusat keramaian, kepalanya ditutup memakai kain hitam, tangan diikat.
Mata semua orang terbelalak demi melihat wajah perempuan itu setelah seorang opsir membukanya.
" Nona Bartje!!!" Hampir semua orang menutup mulut mereka.Ya, perempuan itu adalah anak Van Maart.Aku melihat orang Belanda itu terlihat tenang, sementara Van Maart menggigit bibir.
" Bubarrrrrrrrrrrrr… ayo semua bubar!!!" Teriak Van Maart keras.
Dan anak Van Maart dipulangkan ke negerinya lebih awal.
Alun-alun begitu sepi.Aku meninggalkan delman dan kudaku , sebuah poster tergeletak, tepat di dekat kaki. Poster pemuda pengik itu. Aku ambil, aku mengamatinya, bukan memikirkan hebatnya si pembuat poster yang bisa menggambar wajah pemuda tengik itu secara detil, melainkan… apa yang diinginkan oleh pemuda di dalam poster itu hingga melakukan pemberontakan, apa benar pemuda tengik itu ada atau hanya tokoh rekayasa saja. Jika benar adanya kenapa sampai saat ini dia tidak dan belum bisa ditangkap meskipun para jawara bayaran telah memburunya. Sementara dari surat kabar yang dibacakan oleh Engko Liong di toko Ban Tjeng Liong meneguhkan, perang dunia pertama di tahun ini semakin berkecamuk, jutaan nyawa melayang, bandit-bandit Serbia yang dipimpin oleh Gavrilo Princip semakin mengumbar perasaan takut di hati orang Eropa. Senjata-senjata kimia digunakan.
Tetapi tekadku telah kuat, meskipun hanya dalam pikiran, hari ini… ya hari ini aku harus menemui Siti Maryam.Kusir delman konyol ini memang harus membuka kembali cerita konyolnya.Dan Aku yakin, sesuai obrolan kami di delman tempo hari, Siti Maryam adalah perempuan terbuka, tidak seperti ayahnya Raden Atmadja. Aku harus mengoyak keadaan yang tidak mendukung keberadaan orang kecil seperti si kusir delman ini, sebab… apa yang ada disekitarku akan mendukung keinginanku, semua akan bekerja sama agar niatku terwujud. Ya, aku begitu yakin…
Sukabumi , 11 Juli 2011
Kang Warsa
Dikirim dari ponsel cerdas BlackBerry 10 saya dengan jaringan 3 Indonesia.
Posting Komentar untuk "Kusir Delman"