Ada banyak ketidaksengajaan dalam ambigu sebuah kata. ISIS misalkan, dalam dunia kontemporer, ISIS merupakan kelompok pemuja Sorga, sebuah kelompok yang ingin mengejawantahkan negara Islam dalam sistem pemerintahan, dengan cara-cara radikal. Alasan utama mereka melakukan; pengebomam dan aksi teror lain sebagai balas dendam terhadap kelompok-kelompok yang mereka anggap kafir, entitas kelompok yang berada di luar mereka. Ajaran ini bermula pasca kenabian (Nubuwwah), lahirnya kelompok-kelompok politik di Jazirah Arab sebagai kembalinya kembali dominasi klanisme di kawasan tersebut.
Klanisme dan ashobiyyah menjadi ciri utama pra-nubuwwah atau kenabian, perang dan pertempuran diyakini sebagai sebuah kehormatan. Hukum yang tertancap dalam kehidupan adalah balas dendam, tangan dibalas tangan, telinga dibalas telinga, mata dibalas mata, dan nyawa dibalas nyawa. Hukum seperti ini memang sah berlaku di masyarakat beriklim gurun. Hukum seperti ini dicetuskan pertama kali oleh Hammurabi dalam codex-nya, berisi hukum-hukum antara lain: Seorang yang gagal memperbaiki saluran airnya akan diminta untuk membayar kerugian tetangga yang ladangnya kebanjiran, Pemuka agama wanita dapat dibakar hidup-hidup jika masuk rumah panggung (umum) tanpa permisi, Seorang janda dapat mewarisi sebagian dari harta suaminya yang sama besar dengan bagian yang diwarisi oleh anak laki-lakinya, Seorang dukun yang pasiennya meninggal ketika sedang dioperasi dapat kehilangan tangannya (dipotong), dan Seseorang yang berhutang dapat bebas dari hutangnya dengan memberikan istri atau anaknya kepada orang yang menghutanginya untuk selang waktu tiga tahun.
Aturan dan hukum seperti di atas tampak kejam namun bagi masyarakat gurun di daerah Babel, Mesopotamia, hingga ke Haran (Arab) merupakan hukum yang pantas ditegakkan. Manusia gurun yang gemar melakukan peperangan karena serba kekurangan oleh sumberdaya alam. Bagi masyarakat gurun, aturan-aturan keras, bahkan peperangan pun dianggap sebagai sebuah olahraga, harus diberlakukan untuk menghindari rongrongan terhadap kekuasaan. Bahkan, dengan sangat berani mereka memasukkan aturan dan hukum-hukum tribalisme tersebut ke dalam wahyu Tuhan dan ayat-ayat Suci.
Masa pra-nubuwwah, sejak Rosulullah berusia 7 hingga 40 tahun ada rasa khawatir dalam diri Rosululloh. Kehidupan di Mekkah yang didominasi oleh kelopok tirani dalam benar Rosululloh bukan merupakan kehidupan yang semestinya berlangsung. Alasan ini menjadi semakin kuat ketika Rosululloh lebih banyak menyendiri di goa Hiro dan beruzlah atau mengasingkan diri dari kehidupan yang tampak tidak normal secara ideal.
Kelompok Radikal dan fundamentalis, lebih memilih mengemas sejarah kenabian pasca-nubuwwah (Setelah Rosululloh menerima wahyu). Itulah sejarah yang ditulis oleh kelompok fundamentalis ini lebih menekankan pada nilai-nilai gurun, perang, dan politik waktu itu kemudian ditransformasikan ke dunia kontemporer, dimana peperangan atau kompetisi yang seharusnya bukan lagi harus diejawantahkan pada ranah fisik melainkan pada pemikiran dan bagaimana cara kita mengartikulasikan wahyu Tuhan dalam kehidupan.
Sementara dalam penafsiran lain, ISIS merupakan salah satu dewi bangsa Mesir Kuno. Dalam beberapa hieroglifh yang tercatat pada dinding pyramida ISIS digambarkan sebagai seorang wanita cantik di tangan kanannya membawa Salib Ankh, sebuah salib yang diwariskan dari kedua orangtuanya Geb dan Nut. Dalam tradisi biblical pasca eksodus, pemujaan terhadap ISIS masih dilakukan oleh para veteran Yahudi, transliterasi dewi tersebut ke dalam tradisi biblical adalah Aset, dewi penunggu Bukit Zion yang kelah akan dipersunting oleh Baal.
Dalam berbagai mitologi di wilayah Mesir, Mesopotamia, dan bangsa Semit, keberadaan dewa-dewi di atas langit merupakan hierarki kekuasaan. Para dewa dan dewi digambarkan sebagai kehidupan yang akan diproyeksikan dalam kehidupan di duniawi. Para pemuja masing-masing dewa dan dewi mau tidak mau harus mengaplikasikan kehidupan di langit di bumi ini. Tidak menjadi soal seberapa keji dan kejamnya Osiris saat meminta tumbal nyawa masyarakat. Kaum agamawan dibaptis sebagai perwakilan para dewa dan dewi, kemudian membangun sebuah kekuasaan baru dengan mengatasnamakan jika para raja dan turunannya merupakan keturunan dewa-dewi yang sepi dari sikap salah meskipun berbuat salah, mereka terbebas dari dosa apa pun, dima’shum, ajaran ini kemudian diejawantahkan kembali oleh keturunan mereka pada anggapan: manusia suci, santo, imam, atau apa pun adalah manusia-manusia yang terbebas dari dosa meskipun bersalah, kesalahannya itu merupakan kebenaran yang harus tetap diikuti.
Jangan salahkan dunia dan semesta, ketika dunia masih dipenuhi oleh watak-watak ISIS entah itu sebagai kelompok atau dewi kuno, kekacauan akan tetap terjadi disana-sini, sebab hukum yang berlaku dalam kelompok tersebut adalah ‘balas dendam’ meskipun mereka mengatasnamakan agama dan berteriak atasnama Tuhan.
Kang Warsa
Posting Komentar untuk "ISIS"