Setelah libur panjang, biasanya para guru di tiap kelas akan memberikan tugas 'mengarang bebas' kepada para siswa. Ini telah menjadi pengalaman setiap siapapun yang pernah duduk di bangku sekolah. Mengarang bukan berarti mengada-ada tentu saja, sebab para wali kelas selalu menyuruh setiap siswa untuk mengarang tentang apa yang dilakukan dan dialaminya selama libur panjang. Macam-macam. Di era kejayaan gammeinschaft, budaya paguyuban, ciri khas karangan para siswa bisa ditebak,seragam, berkunjung ke rumah nenek.
Karangan bisa jadi rekayasa, bisa juga rekayasa yang dijadikan fakta. Jika diartikan secara tekstual, orang-orang jujur akan menemui kesulitan dalam mengarang. Karena orang jujur akan menuliskan dan menceritakan setiap peristiwa nyata yang dialami dalam kehidupannya. Itulah sebabnya, karangan dikelompokkan ke dalam genre fiksi.
Tapi, bukan berarti karena termasuk ke dalam fiksi kemudian mengarang ini dilakukan sebebas-bebasnya, keutuhan fiksi justru terlihat dari rasionalitas ungkapan dan pesan yang ada dalam karangan itu sendiri. Dengan kata lain, sebuah karya fiksi tidak akan disebut fiksi bermutu jiga tidak mampu dicerna dengan baik oleh kemampuan inderawi , rasa, dan logika kita.
Cerpen yang pernah masuk ke dalam 'Cerpen Pilihan Kompas' karya Seno Gumira Ajidarma berjudul Pelajaran Mengarang merupakan sebuah karya fiksi dimana di dalamnya ditemui perang batin tokoh utama, Sandra, dengan tugas yang diberikan oleh gurunya, mengarang bebas.
Seorang anak berumur 10 tahun tentu akan berbeda dengan orang-orang dewasa. Hari ini, karya anak bangsa berupa karangan-karangan dapat kita jumpai bukan hanya dalam bentuk tulisan juga dalam bentuk fisik. Pembangunan jalan, pasar, jembatan, dan gedung-gedung adalah hasil karangan. Anggaran memang tidak dikarang, tetapi pertanggungjawaban terhadap penggunaan anggaran tersebut dihasilkan dari proses mengarang. Semakin pandai mengarang, maka tingkat akuntabilitasnya pun semakin tinggi.
Namun Sandra sebagai anak kecil yang masih bersih jiwanya menemui sulit untuk mengarang tentang kehidupan pribadi dan keluarganya. Apa yang dialaminya bukan 'rekayasa' kecuali memang benar-benar nyata. Mau mengarang apa? Tokh, selama liburan sekolah dihabiskan dengan kegiatan yang benar-benar nyata dan dialaminya bukan dalam dunia mimpi atau khayali.
Sandra menikmati jalan-jalan ke mall mewah, menikmati makanan dan minuman mewah, dan sering diajak oleh ibunya ke tempat hiburan. Melihat bagaimana suasana di tempat hiburan, adegan-adegan para pengunjung tempat hiburan. Dan kegetiran lainnya adalah terhadap kenyataan dirinya; tidak memiliki ayah, entah siapa ayahnya.
Sandra pun sering mendengar umpatan dan serapah ibunya, semisal : diam kau, anak setan! Untuk itulah selama beberapa menit hingga pelajaran mengarang selesai, Sandra sama sekali tidak bisa mengarang apapun.
Dia hanya menuliskan satu kalimat pendek: "ibuku seorang pelacur!"
Orang dewasa tidak akan mampu menyamai kejujuran Sandra. Saya mungkin akan mengarang saja jika diberi tugas yang sama, di musim liburan tahun ini pergi ke sebuah tempat indah, ke pantai, ke gunung, atau kemana saja, padahal tubuh kita benar-benar sedang menikmati empuknya kasur.
Memang akan terdengar bodoh jika kita orang-orang dewasa sama sekali tidak bisa mengarang. Bukankah setiap status dan tulisan yang dimuat di media sosial lebih didominasi oleh karangan. Terlalu jujur dalam menulis status mungkin akan dianggap menelanjangi diri sendiri.
Untuk alasan itulah, Zuck sang pencipta facebook selalu bertanya kepada kita: Apa Yang Sedang Kamu Pikirkan? Idelah yang memadati facebook, twitter, dan media sosial lainnya di zaman sekarang.
Akan terkesan aneh jika ada sebuah status berisi pesan: " Akulah sang pemerkosa anak-anak!"
KANG WARSA
Posting Komentar untuk "Seni Pelajaran Mengarang Seno"