Ragranok

Armagedon atau pertempuran menjelang akhir dunia tidak hanya dikenal dalam mitologi Semit. Dalam berbagai peradaban sering ditemukan konstelasi kemiripan tentangnya. Ragnarok, takdir para dewa dalam mitologi Nordik diyakini oleh masyarakat Skandinavia sebagai pertempuran terakhir antara para dewa (Aesir) dengan mahluk jahat sebangsa iblis, jin, dan setan (Jatun).

Adanya kemiripian konstelasi mitologi tiap bangsa tidak lepas dari beberapa hal, salah satunya, disebabkan oleh adanya ledakan peradaban dari satu peradaban awal, menyebar ke setiap penjuru dunia. Ditransformasikan baik secara verbal maupun non verbal dari generasi ke generasi melalui pembahasaan menurut bahasa dan tokoh-tokoh setempat.

Dalam tradisi Semit disebutkan, pertempuran akhir atau armagedon merupakan kontradiksi antara Imam Mahdi  dengan Dajjal. Jika dicermati dengan menggunakan pendekatan ‘verbal’, ada hal identik antara Aesir dengan Mahdi, dan Jatun dengan Dajjal.  Secara letterlek (tekstual) Aesir dan Mahdi memiliki arti petunjuk sebagai sumbu kehidupan. Jatun dan Dajjal merupakan raksasa bermata satu, mereka membangun klandestin.

Sampai saat ini, hampir semua penganut kepercayaan dari berbagai peradaban meyakini terhadap ramalan armagedon atau perang zaman akhir ini. Bahkan di antara sekian banyak orang ada yang menanti-nantikannya. Konteks yang bisa diambil dari ramalan prophetik ini yaitu; pertempuran antara baik dan benar melalui berbagai media, alat, zaman, era, orde, terus akan berlangsung tanpa mengenal kata selesai.

Sementara itu, dalam tradisi Sunda, sampai saat ini saya belum menemukan cerita maupun literature mengenai ‘pertempuran akhir’ antara ras manusia dengan ras raksasa, antara Para pengemban kebaikan dengan para pembuat makar. Memang, dalam tradisi Sunda pun terutama dalam beberapa folklore sering diceritakan dongeng tentang pertempuran antara Pangeran dan Buta Ijo, dan cerita-cerita tersebut baru berkembang setelah adanya persinggungan dengan budaya luar.

Cerita rakyat yang berkembang di Tatar Sunda lebih mengenalkan etika dan cara masyarakat Sunda menjaga serta melakukan (milampah) nilai-nilai kebaikan. Jika manusia tidak bisa melakukan kebaikan maka akan lahir atau menjelma menjadi mahluk jahat; jurig, ririwa, dan buta héjo. Itupun sebatas pada ‘pengibaratan’.

Tentang perang zaman akhir, sama sekali tidak ditemui dalam tradisi Sunda, baik dari cerita-cerita yang berkembang di masyarakat, atau dari pembahasaan dari generasi ke generasi. Menyikapi persoalan ini tentu telah melahirkan sebuah pertanyaan besar, apakah perang zaman akhir , armagedon, ragnarok, ini akan benar-benar terjadi atau hanya sebatas pada wacana kosong bernada romantic? Siapa yang mengetahui masa depan kehidupan?

Romantisme lahir dari alam bawah sadar manusia. Peradaban di dunia ini telah mengalami pergantian , entah berapa ribu kali. Dari alam bawah sadar manusia, melalui gen dan kromosom yang dibawa oleh manusia dari generasi ke generasi inilah tercipta cerita masa lalu yang harus hadir di masa depan. Sebab apa? Setiap pergantian peradaban dalam kehidupan selalu diselesaikan oleh bentuk pertikaian antara dua kelompok. Bagaimana pertempuran hebat di masa lalu antara ‘Lemuria’ dengan Atlantis? Telah mengubah secara total basis kehidupan manusia. Jangan mengira bahwa perjalanan kehidupan ini baru diawali enam ribu tahun lalu. Bukankah usia planet bumi ini pun sudah 12 milyar tahun?


Kang Warsa

Posting Komentar untuk "Ragranok"