Mencari Format Ideal Pelaksanaan Pilkada

Oleh: Agung Dugaswara dan Kang Warsa
(Anggota dan Media Center KPU Kota Sukabumi)

Ibarat "Vivere Pericoloso, demikian terkait pelaksanaan Pilkada pada tahun 2015 lalu. Bagaimana tidak, pelaksanaan Pilkada pada tahun tersebut diselenggarakan dalam kondisi yang serba tidak menentu baik secara regulasi maupun situasi politik secara nasional. Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 menjadi UU No 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan serentak, masih menimbulkan beberapa persoalan, hal ini dikarenakan penerbitan Perpu pada waktu itu dilakukan secara mendesak dalam situasi politik yang cukup hangat. Sementara apabila dilihat situasi politik secara nasional, konflik internal partai politik menyeruak pada tahun tersebut, ini menimbulkan ketidakpastian tentang legalitas pencalonan bagi calon yang diusung oleh Partai Politik tersebut. Meskipun demikian, pelaksanaan pilkada serentak berhasil diselenggarakan.

Ada beberapa evaluasi terkait Pilkada 2015. Apabila kita perhatikan, pekerjaan rumah dititiktekankan pada pembahasan perubahan UU Pilkada yang dijadwalkan pada bulan Mei tahun ini. Pekerjaan rumah ini muncul selain dari pada kelemahan regulasi, juga berdasarkan beberapa fakta baru yang muncul selama pelaksanaan Pilkada tersebut. Berdasarkan hasil rapat evaluasi pelaksanaan Pilkada serentak gelombang pertama yang diselenggarakan oleh KPU bersama Perludem, paling tidak ada beberapa catatan penting agar pelaksanaan Pilkada menjadi lebih baik di masa yang akan datang . Pertama, tahapan pencalonan, dari 369 Pilkada serentak yang diselenggarakan tahun kemarin (360 pemilihan Bupati/Walikota beserta wakilnya, 9 pemilihan gubernur dan wakil gubernur) tercatat ada 95 sengketa pencalonan yang disampaikan ke PTUN. Kendala utama dalam pencalonan yaitu sengketa pencalonan diajukan oleh peserta pemilihan meskipun telah melampaui tahapan. Hal demikian menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.

Beberapa kejadian dapat dijadikan contoh , seperti ditariknya seluruh logistik yang telah didistribusikan ke setiap TPS, karena ada gugatan dari pasangan calon yang tidak lolos dalam tahapan pencalonan. Hal ini terjadi di lima daerah; Kalimantan Tengah (Pilkada Gubernur), dan empat Kabupaten kota, meliputi; Pematang Siantar, Simalungun, Fakfak, dan Manado (Pilkada Walikota dan Bupati). Penarikan logistik pilkada ini berimbas pada pelaksanaan pilkada ditunda di lima daerah tersebut. Untuk menghindari hal tersebut, perlu ditegaskan sengketa pemilihan menyangkut pencalonan tidak dapat diajukan apabila tahapan telah terlampaui, dan masa sidang terkait dengan sengketa pemilihan dipercepat dari batas waktu normal dalam kasus-kasus lainnya .
Tahapan pencalonan - baik dalam tataran regulasi maupun fakta - masih menyisakan persoalan yang harus disikapi seperti; sosialisasi figur calon dan keterbukaan informasi publik, perlunya pengaturan transparasi dalam penyebaran informasi syarat calon dan pencalonan guna meningkatkan partisipasi masyarakat, pendidikan politik dan bentuk tanggungjawab bersama dalam melahirkan pemimpin yang berkualitas. Selanjutnya adalah belum ada dasar hukum yang mengakomodir jika dalam pencalonan sampai akhir pendaftaran tidak ada yang mencalonkan/tidak ada yang mendaftar.

Adapun pelaksanaan Pilkada yang hanya melibatkan calon tunggal, diperlukan ada ruang atau aturan yang menjamin kesempatan proses sosialisasi kepada masyarakat atau pemilih setempat untuk mensosialisasikan dukungannya dan/atau ketidaksetujuannya terhadap pasangan calon tunggal dimaksud. Sebab calon tunggal dalam pelaksanaan Pilkada tahun 2015 merupakan pengalaman kali pertama pasca dikeluarkanya keputusan Mahkamah konstitusi nomor 100/PUU-XIII/2015.

Kedua, tahapan kampanye, terutama dalam hal pengadaan alat kampanye, yang kewajibannya diserahkan kepada KPU sebagai Penyelenggara Pemilu. Beberapa hal yang muncul adalah penyediaan alat peraga kampanye oleh KPUD sering tidak dimanfaatkan oleh paslon karena secara kualitas dan kuantitas tidak sesuai dengan harapan pasangan calon, hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran yang disediakan dalam pencetakannya. Kecuali itu, munculnya komplain baik dari masyarakat maupun tim kampanye pasangan calon, apabila ada alat peraga kampanye ditemukan dalam keadaan rusak, hilang, atau rubuh tertiup angin. Hal tersebut menyebabkan penyelenggara pemilu disibukkan dengan hal-hal di luar kewenangannya. Belum lagi terkait dengan pertanggungjawaban dan pengadaan barang dengan nominal yang cukup besar.

Selain itu pengadaan alat peraga kampanye oleh penyelenggara pemilu tidak berbanding lurus dengan jumlah partisipasi pemilih, sebagaimana tujuan awal mengapa alat peraga kampanye disediakan oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU. Untuk itu, dalam perubahan kedua tentang undang-undang Pilkada pada Mei mendatang, penyediaan alat peraga kampanye sebaiknya diberikan kembali kepada masing-masing pasangan calon.

Permasalahan selanjutnya dari tahapan kampanye adalah permasalahan klise yang selalu muncul dari setiap pelaksanaan pemilihan kepala daerah, diantaranya : banyak pejabat mengikuti kampanye yang menggunakan fasilitas negara, banyak media massa yang tidak berimbang dalam menyampaikan pemberitaan dan penyiaran iklan bagi paslon pada masa tahapan kampanye, Pejabat yang melakukan kampanye tidak memakai hak cuti. Memang klise, namun masalah tersebut harus dicegah dengan membuat aturan yang lebih ketat terkait dengan pelanggaran pada masa kampanye.
Dari segi logistik, permasalahan yang muncul adalah adanya pertentangan antara Ketentuan Pasal 80 ayat (1) mengenai penambahan surat suara sebanyak 2,5% dari jumlah DPT dengan Pasal 87 ayat (4) mengenai penambahan surat suara sebanyak 2,5% dari DPT di TPS. Ketentuan ini membuat jumlah surat suara yang diadakan berdasarkan jumlah DPT di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota lebih kecil dibandingkan jumlah surat suara berdasarkan DPT di masing-masing TPS. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi KPU Provinsi dan Kab/Kota dalam menetapkan jumlah surat suara yang harus disediakan.

Beberapa permasalahan yang disebutkan diatas hanya sebagian dari permasalahan yang harus dijadikan pembahasan dalam merevisi Undang-undang Pilkada pada Mei mendatang, dimana hal tersebut mutlak harus dilakukan agar pelaksanaan Pilkada dikemudian hari menjadi lebih baik, khususnya pelaksanaan Pilkada di Kota Sukabumi yang akan dilaksanakan pada bulan Juni 2018, sesuai dengan amanat Undang undang Pilkada. Sehingga diharapkan dengan penyelenggaraan Pilkada yang baik akan terjaring pemimpin daerah yang selain memiliki kemampuan yang mumpuni dalam memimpin suatu daerah, tapi juga dicintai dan mencintai rakyatnya, sebagaimana tertuang dalam hadist Nabi SAW, Sebaik-baiknya pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. (diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 3447; Ahmad, hadis no. 22856 dan 22874; al-Darimi, hadis no. 2677.)

Posting Komentar untuk "Mencari Format Ideal Pelaksanaan Pilkada"