Samen

Sebelum era reformasi, kenaikan kelas, imtihan, atau samen biasa diselenggarakan oleh sekolah-sekolah agama atau Madrasah Diniyyah. Kebiasaan ini didasari oleh ungkapan kebahagiaan anak-anak yang akan naik tingkat dan jenjang ke kelas yang lebih tinggi.

Dalam acara samen di Madrasah Diniyyah, semua murid diberi tugas membacakan bahkan menghafal lesengan, naskah pidato singkat bermuatan narasi atau deskripsi singkat masalah-masalah keagamaan, ilmu agama, dan pelajaran yang telah diterima oleh murid selama satu tahun ajaran. Kata leseng sendiri berasal dari lesson.

Perayaan imtihan atau acara setelah ulangan/ujian merupakan tradisi di pondok pesantren. Biasa dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Tradisi ini berkembang di masyarakat, kemudian diterapkan juga pada acara kenaikan kelas di madrasah-madrasah sebagai bentuk haflah atau perayaan setelah imtihan (ulangan/ujian).

Samen di madrasah-madrasah di perkampungan sejak tahun 1960-an diisi oleh acara-acara sederhana seperti membaca surat-surat pendek, pidato singkat, solawatan yang dilakukan oleh siswa atau santri. Di awal tahun 1980-an, samen Madrasah diisi oleh berbagai pentas kesenian rakyat, pawai, film layar tancap, dan penampilan kreasi siswa.

Jika sebelum era reformasi acara samen ini biasa dilakukan oleh Madrasah Diniyah , memasuki era reformasi terjadi sentimen terhadap masalah ini. Sekolah-sekolah Dasar pun mengikuti tradisi yang memang telah biasa dilakukan di pondok pesantren dan madrasah. Tentu dengan beragam latar-belakang. Hal terpenting dari acara ini sebenarnya adalah "paturay tineung" siswa kelas enam pasca pelaksanaan ujian.

Pada akhirnya, semua tingkatan sekolah menyelenggarakan perayaan kenaikan kelas sebagai bentuk rasa syukur satu tahun pelajaran telah terlewati. Meskipun harus ada harga yang dibayar, biaya yang dikeluarkan oleh orangtua siswa, tetapi acara tersebut tetap berlangsung setiap tahun. Diserapahi namun dinikmati.

Posting Komentar untuk "Samen"