Belajar Berjalan Sebelum Berlari

Catatan-catatan dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018

Judul di atas hanya bagian terkecil dari desain atau judul besar dalam perjalanan demokrasi di negara ini. Penyelenggaraan Pilkada Kota Sukabumi Tahun 2018 merupakan sebuah perjalanan  – bagi para calon dan tim pemenangan - sebagai proses panjang bahkan melelahkan karena rentang waktu salah satu tahapan Pilkada yaitu Masa Kampanye hampir memakan waktu selama lima bulan lebih sejak para bakal pasangan calon ditetapkan oleh KPU Kota Sukabumi sebagai kandidat Pilkada Serentak Tahun 2018.

Selama proses dan perjalanan panjang  tersebut, tidak sedikit catatan, essai, dan beberapa opini telah saya tulis dalam bingkai catatan kecil, dapat dikatakan merupakan catatan personal-terstruktur karena banyak menyajikan gagasan-gagasan yang didasarkan atas pengalaman saya sebagai salah seorang yang ikut andil dalam tim pemenangan pasangan calon Fahmi-Andri (Faham). 

Tulisan-tulisan tersebut lebih banyak saya tulis secara manual dalam note-book (diary) dan akan saya sajikan dalam catatan bersambung dalam blog/web pribadi kemudian  saya bagikan melalui media sosial. Tidak bermaksud apapun kecuali untuk menginformasikan bagaimana perjalanan  demokrasi di Kota Sukabumi selama enam bulan ini berlangsung dari mulai tahapan pendaftaran bakal calon hingga penetapan calon terpilih pada tanggal 26 Juli 2018 oleh KPU Kota Sukabumi.

Alur dalam catatan bersambung ini –meskipun tampak terstruktur- tetapi masih jauh dari harapan siapa saja bahwa tulisan-tulisan ini merupakan sebuah pengetahuan dalam bidang politik praktis. Saya menyajikannya dalam bingkai cerita, opini, dan essai yang dapat saja di suatu saat kumpulan catatan ini bermanfaat bagi para politisi atau orang-orang yang bersentuhan langsung dengan dunia politik baik di tataran lokal maupun nasional.

Hinggal bulan Juni 2017, selama satu  tahun lebih setelah pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golongan Karya tahun 2016 tidak sedikit pelajaran yang saya ambil bagaimana karakter politisi dapat terbentuk secara matang. Terus terang, dalam pelaksanaan Musyawarah Daerah Partai Golongan Karya di tahun 2016 itu merupakan hamparan lantai  - bagaimana saya bersama beberapa teman yang  biasa berkumpul di rumah kediaman H. Andri Setiawan Hamami –  tempat belajar berjalan secara terus-menerus sebelum berlari dan melompat lebih tinggi.

Meskipun telah berlangsung selama satu tahun, tetapi bekas-bekas paska pelaksanaan Musda Partai Golongan 2016 tersebut semacam luka menganga,  masih tetap dapat saya rasakan. Rian Suryana (Dude), saya, dan beberapa kader dan simpatisan, bahkan H. Andri Hamami sendiri masih merasakan bagaimana geliat perpolitikan sekalipun di ranah lokal telah dan sering  diwarnai oleh jalan berkerikil tajam dan dipenuhi oleh jalan menikung. Memang, bagi saya sendiri, dalam politik itu selalu berlaku adagium  tidak ada kawan dan lawan yang abadi yang ada hanyalah kepentingan semata. 

Beberapa hari paska pergantian Ketua Umum Partai Golongan Karya Kota Sukabumi dari H. Andri Hamami oleh Jona Arizona, kami (Saya, Rian Suryana, dan H. Andri Hamami) sering mendiskusikan banyak  hal  terutama ikhtiar atau upaya bagaimana menjadikan wajah politik dan kondisi Sukabumi sendiri menjadi lebih baik, tanpa campur tangan pengkhianatan, pragmatisme sempitJ, dan  ketidakjujuran. Tentu saja ini merupakan satu idealisme yang sungguh  melangit mengingat secara empiris wajah perpolitikan kita sejak era reformasi telah bersifat cair, politik seolah sering digambarkan sebagai kawah neraka yang hanya diisi oleh berbagai intrik dan kepicikan. Tentu saja tidak sepenuhnya benar.

Bagi H. Andri Hamami sendiri "kekalahan" dirinya dalam Musda Golkar Tahun 2016 bukan persoalan besar. Di balik setiap kejadian akan selalu tersimpan rahasia besar yang selalu membayangi diri kita. Selama satu tahun, dari bulan Juni 2016 hingga penghujung tahun 2017, saya - secara intens -  bersama H. Andri Hamami, Rian Suryana, dan Eko Purwanto berusaha membangun dan mensinergikan potensi-potensi masyarakat di Kabupaten Sukabumi. Belajar berjalan itu saya aplikasikan dalam kegiatan membangun Bumdes-Bumdes yang ada di Kabupaten Sukabumi. 

Saya sering menyampaikan satu pandangan kecil kepada H. Andri Hamami: kita sebagai manusia dalam  berbuat baik kepada siapapun tentu tidak harus menunggu terlebih dahulu menjadi Walikota, Wakil Walikota, Ketua DPRD, atau apapun. Kebaikan dapat dilakukan oleh siapa pun tanpa ditentukan oleh embel-embel subyektif-formalistik  yang melekat pada diri kita.

Satu tahun lebih beraktivitas dalam kegiatan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa merupakan proses berlatih berjalan, berlatih menjadi lebih matang dalam memandang kehidupan, itu yang saya rasakan secara langsung. Dengan kata lain, orang-orang baik dan para pelaku kebaikan masih lebih banyak  dan berada di sekitar kita dari pada para pengkhianat. Bunga mawar akan terus merekah setiap pagi dengan kuncup indahnya, bahkan matahari pun akan tetap terus memberikan sinarnya kepada kita tanpa harus kita meminta cahaya dan tanpa rasa bosan. Saya sering mengingatkan baik kepada diri sendiri juga kepada teman-teman: Kita harus terus belajar berjalan sebelum berlari saat  para pengkhianat akan berusaha berlari sekencang-kencangnya sebelum mereka berlatih berjalan.

Kang Warsa
Tim Riset dan Data Faham

Posting Komentar untuk "Belajar Berjalan Sebelum Berlari"