Abah

Salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan mahluk lain yaitu kemampuan melakukan komunikasi dua arah, baik verbal atau tulisan dengan sesama dan mahluk lainnya melalui penggunaan bahasa. Bahasa terdiri dari kata-kata dengan kandungan maknanya menjadi bahan baku komunikasi dalam kehidupan manusia. Kata-kata yang kita kenal sekarang, dikumpulkan, diklasifikasikan, dan diberi makna oleh para ahli bahasa, selanjutnya dikodifikasikan menjadi kamus-kamus besar agar manusia lebih mudah mencari makna dari kata-kata.

Pengkodifikasian kata-kata ke dalam kamus besar bukan persoalan mudah, hal tersebut merupakan sebuah proyek besar, dinamis, dan terus berkembang sesuai dengan sifat kata-kata yang begitu cair. Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia secara berkala memasukkan kata-kata baru atau memberikan catatan penting terhadap kata-kata baku yang akan mengalami kepunahan karena sudah jarang digunakan oleh penutur bahasa baik verbal maupun di dalam tulisan.

Perlu diketahui, sampai sekarang belum ada kesepakatan umum mengenai kapan bahasa dan kata-kata mulai digunakan oleh manusia. Hal ini disebabkan oleh kelangkaan bukti empiris tentangnya sehingga manusia modern menganggap topik ini tidak menjadi kajian penting keilmuan. Dengan kata lain, penelurusan rekam jejak perjalanan kata-kata merupakan kajian tersulit dalam bidang sains modern.

Sejak kapan manusia mulai mengenal kata-kata dan menggunakannya sebagai alat untuk berkomunikasi satu sama lain sebetulnya merupakan hal penting untuk diteliti terutama oleh para filololog dan sarjana-sarjana linguistik. Memang sangat sulit bagi para ahli bahasa manapun untuk menelusuri asal-usul kata-kata dari mulai awal penggunaannya hingga sekarang. Asumsi yang berkembang tentang era sejarah manusia yang dimulai ketika sapiens telah menemukan dan menggunakan tulisan, kemampuan manusia memindahkan kata-kata ke dalam simbol merupakan fase tersulit bagi para ahli, dari mana harus memulai menelurusuri asal-usul kata-kata.

Sebagai contoh, kata “gunung” untuk menunjukkan permukaan daratan yang lebih tinggi atau memiliki ketinggian ribuan meter di atas permukaan laut, sejak kapan kata “gunung” ini diucapkan oleh manusia? Kenapa “gunung” disebut sebagai “gunung”? Apakah penggunaan kata tersebut ditetapkan oleh para leluhur manusia melalui sebuah konsensus atau kesepakatan bersama atau keluar secara spontan kemudian diikuti oleh anggota komunitas masa lalu? Sudah tentu, proyek penelusuran perjalanan kata-kata dan maknanya akan mengalami bermacam ganjalan dan hambatan mengingat kelemahan piranti tubuh manusia sama sekali tidak dilengkapi oleh organ yang berfungsi sebagai mesin pelacak masa lalu.

Namun proyek tersebut harus tetap ditempuh oleh manusia, baik dengan cara meraba-raba atau menelusuri jejak-jejak literatur tulisan kuno yang memuat kata-kata yang ditelusuri. Kita mengenal kata “gunung”, seperti apa proses pelafalan para penutur leluhur manusia mengucapkannya merupakan masalah yang harus dipecahkan secara serius.

Penelusuran masa formatif atau pembentukan kata-kata telah diinformasikan oleh kitab-kitab suci, Al-Quran menyebutkan: keunggulan Adam atas mahluk lainnya antara lain karena dibekali oleh pengetahuan terhadap nama-nama benda di dunia. Elaborasi salah satu ayat di dalam Al-Quran tentang keunikan dan keunggulan manusia atas mahluk lainnya ini bertalian erat dengan proses infiltrasi piranti lunak berupa bakat terpendam dalam diri manusia dalam berbahasa.

Penuturan kata-kata oleh leluhur manusia tidak terjadi secara sporadis, dengan satu spekulasi dapat dikatakan: penggunanaan kata-kata merupakan “sebuah ritual suci” yang dilakukan oleh leluhur manusia. Sangat tidak mungkin hanya dengan kemampuan menuturkan kata-kata dan mengenal nama-nama benda lantas manusia dikatakan sebagai mahluk terbaik di Bumi tanpa melalui proses panjang penemuan dan pemberian nama-nama kepada apapun yang ada di Bumi. Evolusionis seperti Charles Darwin telah memberikan isyarat awal mula penggunaan kata-kata oleh manusia beririsan dengan perkembangan struktur fisik manusia yang pada babak-babak selanjutnya harus beradaptasi, berinteraksi, dan menjaga hubungan timbal balik dengan lingkungan. Darwin mengatakan: Saya tidak dapat meragukan bahwa bahasa berasal dari imitasi dan modifikasi, dibantu oleh isyarat dan gerakan, terhadap berbagai suara alam, suara binatang lainnya, dan teriakan naluriah manusia sendiri.

Leluhur manusia melakukan interaksi dengan lingkungan sekitar, ketika seekor singa mengaum, manusia melakukan imitasi terhadap suara-suara alam tersebut sebagai bentuk timbal balik dari sebuah interaksi. Perkembangan berikutnya, komunikasi timbal balik tersebut diinfiltrasikan di dalam komunitasnya sendiri.

Leluhur manusia bukan hanya menggunakan isyarat gerak tubuh ketika melakukan komunikasi dengan sesamanya, juga mulai mengeluarkan vokalisasi melalui mulut, proses pelafalan ini mengakibatkan perubahan pada struktur rahang dan lidah manusia

Dalam beberapa tulisan ke depan, saya akan mencoba menambahkan spekulasi terhadap perjalanan kata-kata dan maknanya yang menjadi bagian di dalam kehidupan manusia. Meskipun dianggap bukan kajian penting, paling tidak spekulasi ini dapat menambah khazanah dalam bidang linguistik dan komunikasi. Saya akan memulai dengan kata “abah”. Kata ini selain beririsan dengan tradisi di masyarakat Sunda, sering dituturkan dan didengarkan, juga merupakan kata yang digunakan oleh masyarakat lain, entah merupakan bahasa serapan atau memang merupakan bahasa ibu di masyarakat tertentu.

Kata-kata lainnya yang memiliki kemiripan dengan kata “abah” antara lain: abun (Arab), Baba (Urdu dan Turki), Embah (Jawa), Babe (Betawi), aba (Dayak), abeoji (Korea), Appa (Tamil), Bo (Viet). Bapa (Melayu), Buba (Nepal), Aab (Mongol), di Inggris juga dikenal kata baboo sebagai dialek anglo-saxon untuk menyebut bapak.

Struktur huruf di dalam kata-kata yang telah saya sebutkan di atas memiliki kemiripan. Pemakaian kata abah, baba, embah, dan lain-lain berlangsung ketika eksodus manusia dari satu wilayah ke wilayah lain di era nomaden hingga menetap di satu kawasan yang luas. Selain itu dipengaruhi juga oleh situasi sosial kultural dalam bentuk hubungan kemasyarakatan antara satu komunitas dengan komunitas lainnya.

Tidak jauh berbeda dengan manusia di zaman modern, penggunaan kata-kata baru sangat dipengaruhi oleh hubungan yang semakin terbuka, misalnya pemakaian kata internet oleh manusia seluruh dunia terjadi disebabkan oleh semakin menguatnya hubungan antar manusia dari satu tempat di ujung dunia dengan manusia di ujung lainnya. Pemakaian kata “abah”, “baba”, “bapa”, “aba” dan kata yang memiliki struktur sama untuk menyebut ayah dan kakek atau lelaki yang lebih tua lebih banyak digunakan oleh masyarakat yang mendiami kawasan Asia.

Huruf B dengan P merupakan jenis huruf yang keluar dari bibir. Letak keluar huruf ini berpengaruh terhadap penuturan kata-kata lain yang menunjukkan orangtua laki-laki di wilayah-wilayah lain. Rata-rata ras Kaukasoid dan Aria menggunakan kata patéras, padre, fater, father, far, papp, vader, papa, pita, pitaa ji, dan pope untuk menunjukkan orang yang lebih tua, dihormati, atau orangtua laki-laki.

Kata maskulin sebagai rangkaian huruf yang keluar dari bibir dan menunjukkan orang yang lebih tua dan dihormati yaitu sebutan “ama”, ‘mama”, dan “mamak”. Masyarakat Sunda biasa menggunakan kata “ama” untuk menyebut orangtua atau orang yang lebih tua dan menempati strata sosial tertentu. Kata “ama” merupakan penggalan kata dari “rama” ketika diucapkan oleh anak-anak yang belum mampu menuturkan huruf “r” dengan fasih. Penyebutan mama ajengan, mama kyai, ama haji sudah biasa digunakan oleh masyarakat Sunda.

Dalam masyarakat patriarki, kata maskulin ini dipengaruhi oleh penyebutan “mamak” untuk saudara laki-laki pihak ibu di dalam tradisi Minangkabau. Di masyarakat patriarki, kata mama dan mamak diadopsi oleh masyarakat pesantren melalui penggunaan kata amang dan mamang.

Kata patéras (bapak) ditemui sebanyak 7 kali dalam karya Platon, Aplogia Socrates yang ditulis pada 399 SM. Kata yang sama ditemui juga di dalam karya-karya Platon lainnya dalam kurun waktu tersebut. Aristoteles menggunakan kata patéras sebanyak 40 kali lebih di dalam Politics yang ditulis pada abad ke 4 SM. Sementara itu padanan kata mama dari kata rama ditemukan di dalam kitab Amanat Galunggung karya Rakeyan Dharmasiksa pada abad ke 15 M: jagat daranan di sang rama, jagat kreta di sang resi, jagat palangka di sang prabu, Dunia kebenaran menjadi tanggung jawab rama (bapak). Dunia kesejahteraan menjadi tanggung jawab resi. Dan dunia pemerintahan berada di pundak ratu.

Dengan cara bagaimana dan kapan kata-kata ini mulai digunakan oleh leluhur manusia sama sekali luput dari bukti-bukti empiris. Paling tidak kita dapat berspekulasi, seorang bayi berumur beberapa bulan terlihat lebih mudah mengucapkan kata aa dan baba daripada suara-suara vokal dan konsonal lainnya. Imitasi suara yang dikeluarkan oleh bayi berumur beberapa bulan yang menghasilkan suara “a a a a” dan “ba ba ba” dipandang sebagai bentuk komunikasi dalam menjalin keakraban. Hal tersebut menjadi salah satu alasan jika kata “baba”, “aba”, “papa”, “bapa”, “ama” menjadi kata yang disematkan kepada orangtua laki-laki. Saat seorang ayah mendekati sang bayi, dia dan istrinya akan mengenalkan atau melakukan internalisasi kata “baba” atau “aba” sebagai perkenalan diri orangtua kepada sang bayi. Pada perkembangan selanjutnya, terjadi vernakularisasi atau pribumisasi kata-kata yang diserap dari bahasa lain agar sesuai dengan karakteristik logat wilayah setempat.
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Abah"