Kampung pangkalan, bahkan perkampungan yang berdekatan dengannya masih memiliki keindahan alam meskipun telah menjadi bagian wilayah administrasi Pemerintah Kota Sukabumi.
Luas areal persawahan dapat ditaksir sekitar 60-65% dari seluruh jumlah luas tanah di perkampungan tersebut. Alih fungsi lahan dari pertanian ke pemukiman berlangsung lambat jika dibanding dengan daerah lain. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal; pertama, di perkampungan ini belum berdiri perumahan-perumahan yang dikelola oleh swasta.
Kedua, harga tanah cukup mahal. Orang pun berpikir, daripada membeli tanah di daerah rural urban, mereka lebih memilih membeli tanah atau tempat ke daerah pinggiran yang masih murah dan terjangkau harganya.
Ketiga, meskipun orang mulai dari masyarakat hingga pemerintah tidak dengan sungguh-sungguh menerapkan reforma agraria tentang bagaimana seharusnya alih fungsi lahan dijalankan, tetapi ada kesadaran dari mereka bahwa daerah rural urban yang membentang dari Lembursitu sampai Cibeureum merupakan daerah penyangga ketersediaan pangan.
Ada hal menarik namun menurut teman saya dapat dikatakan lucu dan unyu-unyu. Satu bulan lalu, pemerintah mengeluarkan program kampung tangguh atau kampung tohaga dan sudah dijalankan. Salah satu fokus programnya adalah berusaha semaksimal mungkin menciptakan ketahanan pangan daerah.
Upaya yang telah ditempuh oleh program tersebut di antaranya dengan menanam sorgum, makanan pokok selain padi, di Kelurahan Sindangpalay di atas tanah beberapa petak. Wajar sekali teman saya menyebutnya program lucu, bagaimana bisa ketahanan pangan suatu daerah tercipta dengan mengandalkan hasil panen sorgum di atas dua petak sawah? Ya, ada benarnya juga sih.
Rasio perbandingan antara ketersediaan pangan dengan jumlah penduduk menjadi syarat mutlah bagaimana strategi ketahanan pangan daerah bisa diterapkan, diprogramkan, dan direalisasikan berdasarkan kajian yang terukur. Jadi, jangan sampai setiap kebijakan dan program yang dikeluarkan daerah ini asal-asalan hanya karena ada program induk dari pusat.
Kita sudah seharusnya menghindari arus sentralisasi yang masih dijalankan secara laten. Bukankah otonomi daerah ini, harus diberi makna bahwa daerah memiliki kesanggupan untuk membangun dan memajukan daerahnya sendiri? Jangan hanya serangkaian kalimat harapan sementara fakta yang ada, daerah masih belum sanggup menata dan membangun wilayahnya sendiri.
Kang Warsa
Posting Komentar untuk "Pemandangan yang Good Looking"