Tulisan ini merupakan catatan kegiatan yang diselenggarakan oleh beberapa penggiat kebudayaan, arsip, dan desain grafis Kota Sukabumi yang diselenggarakan seminggu lalu. Materi pokok kegiatan yang ditayangkan langsung melalui beberapa media sosial yaitu: menemukan desain simbol yang tepat untuk Kota Sukabumi. Penggalian anasir Sukabumian sendiri akan terus dilakukan melalui acara “Ngaji Bareng Arsip dan Sejarah Kota Sukabumi” secara berkala satu gari dalam seminggu. Kegiatan ini merupakan salah satu Ikhtiar yang dapat memunculkan item-item terkecil pembentuk Kota Sukabumi. Pada tahap selanjutnya memunculkan fitur baru sebagai ornamen bagi unsur kebudayaan yang telah terbentuk di Kota Sukabumi ini.
Pencarian hingga penetapan simbol yang tepat untuk Kota Sukabumi sampai saat ini memang masih dilakukan baik secara terpisah-pisah, oleh beberapa komunitas, hingga difasilitasi oleh pemerintah. Sayangnya, sampai detik ini belum dibakukan simbol yang tepat sebagai hasil dari satu konsensus atau kesepakatan bersama hingga dapat diterima secara luas oleh warga Kota Sukabumi. Uraian mengenai simbol bagi Kota Sukabumi menurut Nurwenda Juniarta, salah seorang pemateri yang berlatar belakang seorang karikaturnis harus diawali dengan pemahaman yang tepat terhadap tiga hal krusial simbolisasi makna: tanda, simbol, dan lambang.
Simbol harus melebihi tanda, ia juga harus memiliki kekhasan yang hanya dimiliki oleh satu daerah. Proses pencarian dan penemuan simbol sebuah kota sama artinya dengan upaya atau ikhtiar menggali identitas dan karakter utama dari kota tersebut. Kesulitan yang dihadapi dalam menemukan simbol sebuah kota terletak dari sikap dan cara bagaimana kita bisa menjadikan partikel karakter dari masing-masing kampung, desa, kelurahan, dan kecamatan yang tampak berbeda namun harus dipadukan menjadi satu hidangan. Kesulitan kedua darinya yaitu menemukan satu konsensus dan kesepakatan bersama terhadap simbol yang harus ditampilkan untuk sebuah kota. Setelah melalui sebuah kesepakatan, simbol sebuah kota harus memerhatikan daya tahan, keberlanjutan, dan keberlangsungan dalam waktu lama. Kurang elok jika simbol sebuah kota hanya mampu bertahan selama lima atau sepuluh tahun saja.
Melalui pemaparan singkat, Kang Egon, salah seorang arsitek Sukabumi menyebutkan, berbagai macam simbol untuk Kota Sukabumi telah dikemukakan bahkan cenderung diklaim oleh beberapa pihak. Keberagaman atau varian simbol yang dikemukakan tersebut memang tidak salah selama masih pada tahap pencarian. Varian simbol yang dikemukakan mulai dari arsitektur, tanaman atau kultivasi, hingga simbol yang terkoneksi dengan sejarah kota menjadi bekal bagi warga Kota Sukabumi untuk sampai pada satu konsensus lahirnya simbol yang baku. Tidak hanya tampilan sosial kultural dan kondisi alam, warna, bentuk, dan kata-kata juga pada dasarnya dapat dijadikan simbol sebuah kota.
Ada beberapa sebutan untuk Kota Sukabumi, mulai dari obrolan warung kopi, catatan, artikel, hingga beberapa frasa yang pernah dibahasakan oleh masyarakat.
Kulkas Gede
Sebutan kulkas gede untuk Kota Sukabumi menyebar pada tahun 80 sampai 90-an. Penyebutan ini sebagai apresiasi terhadap kondisi udara di Kota Sukabumi, bersih dan sejuk. Beberapa waktu lalu –sebelum polusi udara mengotori suasana kota– daerah dengan kontur alam bergelombang ini pernah disebut baik oleh warga sendiri atau orang-orang dari daerah lain sebagai kota indah. Teman-teman dari Jakarta pernah berkunjung ke kampung halaman penulis pada tahun 1989. DI malam hari dan pagi mereka berkata: “ Gile, dingin bener..!”
Generasi tahun baby boomers dan x selalu terbiasa menyaksikan kabut atau halimun di pagi hari. Kemunculan halimun merupakan tanda bahwa udara di suatu tempat benar-benar bersih karena belum terkontaminasi oleh polutan. Jika dibandingkan dengan sekarang, sudah jarang sekali kita dapat menyaksikan halimun di pagi hari karena dua alasan: udara kotor atau kita memang bangun kesiangan. Tingkat polusi di Kota Sukabumi memang belum dikatakan parah daripada kota-kota besar, tetapi telah menghilangkan suasana alamiah masa lalu. Malam hari, rata-rata warga kota mengatakan: gerah. Padahal, peradaban manusia selalu lahir di daerah-daerah beriklim sejuk, asri, dan nyaman. Jadi, rumus atau formula untuk mewujudkan keindahan sebuah kota atau daerah sebenarnya sangat sederhana: rimbun, hijau, sejuk, dari sanalah akan melahirkan warga kota yang dapat menelurkan ide-ide cerdas dan genuine.
Kota Kamonésan
Beberapa tahun lalu, sebutan Kota Sukabumi sebagai Kota Kamonésan (kreativitas) pernah mengemuka pada beberapa perhelatan besar, seperti; helaran budaya dan pasanggiri kebudayaan. Sebutan tersebut tidak lepas dari kelahiran aneka bentuk kesenian, kaulinan, dan pentas budaya di Kota Sukabumi dalam satu dekade ini. Sebagai sebuah kota kreativitas memang seharunya di kota ini melahirkan insan-insan kreatif, bahkan kreativitasnya harus melebihi pelaku seni dan aktor budaya dari daerah lain. Jika tidak demikian, maka sebutan Kota Sukabumi sebagai kota kamonésan memang harus dipikirkan kembali.
Daerah-daerah lain juga misalnya Banyuwangi, Bandung, dan Yogyakarta tidak dapat dimungkiri sebagai kota-kota yang memiliki tingkat kreativitas di atas daerah lainnya. Kota Sukabumi –paling tidak harus dapat mengimbangi– kreativitas tiga daerah tersebut jika ingin menyebut dirinya sebagai kota kamonésan. Walakin, sebutan kota kamonésan sudah seharusnya dipertahankan oleh pemerintah dan masyarakat sebagai pemantik bahwa kota mereka memang menyimpan potensi kreativitas dan sejajar dengan daerah-daerah lainnya.
Buah Pala
Simbol buah pala juga pernah mengemuka di Kota Sukabumi. Komoditas pala memang bukan merupakan tanaman unggulan Kota Sukabumi jika kita menelusiri jejak sejarah kota ini. Paling tidak, identifikasi pala terhadap Kota Sukabumi ini dilatarbelakangi oleh upaya kultivasi pohon pala oleh masyarakat seperti halnya mereka pernah memasyarakatkan penanaman pohon cengkeh.
Pakujajar
Penafsiran terhadap kata pakujajar di masyarakat Sunda masih memperlihatkan ambiguitas. Pihak pertama menafsirkan tanaman ini sebagai pohon kipahare berdasarkan kisah dari Pantun Bogor. Pandangan ini tidak salah hanya memerlukan penelitian lebih serius karena pada naskah-naskah lama memang jarang disertai oleh gambar ilustrasi untuk mendukung suatu obyek. Naskah-naskah lama hanya memberikan deskripsi terhadap obyek, sementara penafsiran terhadap sebuah obyek oleh generasi sekarang membuka beberapa kemungkinan.
Pihak kedua menerjemahkan pakujajar sebagai pohon paku atau pakis. Jenis pohon ini memang dapat tumbuh dalam kondisi apapun. Dilihat dari sejarah vegetasi, tumbuhan paku merupakan fauna yang telah memenuhi planet Bumi pada 360 juta tahun lalu. Tumbuhan pakis merupakan vegetasi dominan di planet Bumi sejak jutaan tahun lalu. Ketangguhan pohon paku secara mandiri, tanpa memberi banyak manfaat untuk dikonsumsi oleh manusia menjadi alasan jika penamaan pakujajar memang lebih cenderung disematkan kepada pohon pakis.
Kota PKL
Sebutan ini merupakan satir sekaligus ironi bagi Kota Sukabumi. Memiliki konotasi kurang baik, bukan berarti profesi pedagang kaki lima merupakan jenis pekerjaan tidak baik. Satir atau singgungan halus ini dilancarkan ketika masyarakat melihat realitas yang berlangsung sejak era reformasi di Kota Sukabumi. Para pedagang kaki lima meramaikan trotoar, bahu hingga jalan utama di Kota Sukabumi.
Kemunculan satir ini akan berdampak baik kepada pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk menata dan menempatkan para pedagang kaki lima dan pedagang lainnya ke tempat yang laik dan tepat untuk berjualan. Kebijakan susulan darinya yaitu bagaimana seharusnya pemerintah daerah menerbitkan kebijakan pemanfaatan dan penggunaan jalan agar sesuai dengan fungsinya.
Beberapa sebutan sebagai simbol yang dapat mewakili Kota Sukabumi merupakan bahan mentah dan bekal bagi pemerintah dan masyarakat Kota Sukabumi untuk mewujudkan simbol yang tepat untuk Kota Sukabumi. Meskipun tidak disebut sebagai simbol, paling tidak, kota ini memiliki ciri khas, tanda khusus, karakteristik atau keunggulan jika dibandingkan dengan kota dan kabupaten lainnya.
Dipublikasikan Radar Sukabumi. 20 September 2020
Posting Komentar untuk "Bagaimana Seharusnya Desain Simbol Kota Sukabumi"