Ketahanan Masyarakat dalam Menghadapi Adaptasi Kebiasaan Baru di Kota Sukabumi



Perkembangan situasi pandemi Covid-19 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada 6 September 2020 memberikan gambaran bahwa pandemi Covid-19 baik secara global, regional, nasional, hingga lokal masih terus mengalami penambahan atau penularan. Laman https://www.worldometers.info/coronavirus/ melaporkan jumlah kasus konfirmasi Coronavirus Diseases 2019 global sebanyak 26.468.031 kasus dengan 871.166 kematian di 215 negara terjangkit. Dua hari kemudian, pada 8 September 2020 jumlah konfirmasi meningkat menjadi 27.485.488 kasus. Virus korona menulari 1 juta lebih manusia di dunia selama dua hari.

Untuk Indonesia, saat laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dirilis, jumlah konfirmasi Covid-19 sebanyak 194.109 kasus, berselang dua hari bertambah menjadi 196.989. Rata-rata penambahan kasus konfirmasi selama satu minggu berada pada kisaran 1.500 – 3.000 kasus. Walakin, meskipun angka penularan masih dikatakan tinggi, pasien sembuh dari Covid-19 menunjukkan angka 138.575 (71.4%) dari kasus konfirmasi positif memperlihatkan pandemi Covid-19 lambat laun dapat segera terselesaikan melalui upaya-upaya pemerintah bersama masyarakat melalui penerapan protokol kesehatan maksimum yang benar. Hal yang perlu digarisbawahi, jumlah kasus meninggal dengan konfirmasi Covid-19 mengalami penambahan, angka kematian di Indonesia masih lebih tinggi 0.8% dibandingkan dengan kasus global.

Jumlah konfirmasi Covid-19 di Kota Sukabumi pada tanggal 6 dan 7 September 2020 mengalami penambahan masing-masing 7 dan 1 kasus baru. Situs resmi Covid-19 Kota Sukabumi melaporkan jumlah konfirmasi Coronavirus Disease 2019 sebanyak 141, pasien sembuh 124, dan menjalani isolasi 17. Meskipun penambahan kasus konfirmasi Covid-19 tergolong sedang, kewaspadaan harus tetap menjadi prioritas warga Kota Sukabumi mengingat jumlah suspect sebanyak 174 masih menjalani isolasi sebanyak 164 dan selesai 10. Suspect Covid-19 di Kota Sukabumi pada 7 September 2020 mengalami penambahan 3 kasus dari hari sebelumnya.

Peta sebaran Covid-19 di Kota Sukabumi memperlihatkan 4 kecamatan: Gunungpuyuh, Cikole, Citamiang, dan Warudoyong perlu mendapatkan perhatian lebih serius daripada 3 kecamatan; Cibeureum, Baros, dan Lembursitu. Jumlah kasus konfirmasi dan suspect di 4 kecamatan menunjukkan jumlah lebih besar dengan angka perbandingan yang signifikan daripada 3 kecamatan. Hal baik yang dapat disimpulkan dari peta sebaran Covid-19 ada tiga kelurahan yang bebas dari Covid-19, tanpa kasus konfirmasi dan suspect yaitu; Sudajayahilir, Jayamekar, dan Situmekar. Kelurahan Warudoyong dengan jumlah suspect 6 kasus. Sementara itu, Kelurahan Gunungparang, Sindangsari, dan Lembursitu merupakan kelurahan kasus konfirmasi terkecil dan tanpa suspect. Kecamatan Lembursitu merupakan kecamatan dengan risiko penularan terkecil daripada 6 kecamatan lainnya.

Ketahanan Masyarakat

Kajian terhadap ketahanan masyarakat melalui beberapa program yang telah dan sedang digulirkan oleh pemerintah perlu segera dilakukan. Dengan melihat peta penyebaran kasus konfirmasi dan suspect Covid-19 dapat diajukan rumusan masalah baik bersifat deskriptif, komparatif, maupun asosiatif antara lain: apakah ketahanan masyarakat? Adakah ketahanan masyarakat yang dikembangkan oleh masyarakat di kelurahan tidak terdampak Covid-19 jika dibandingkan dengan kelurahan terdampak? Bagaimana pengaruh ketahanan masyarakat terhadap penularan coronavirus disease di suatu wilayah?

Penelitian dan kajian terhadapnya merupakan salah satu cara –baik dilakukan oleh pemerintah, lembaga riset, lembaga pendidikan, dan pihak lainnya– untuk dijadikan dasar pijakan penanggulangan penyebaran virus korona di Kota Sukabumi. Hasil kajian tentang ketahanan masyarakat selama pandemi Covid-19 juga dapat menyangkal beberapa asumsi terhadap pernyataan seperti ini: beberapa kelurahan tidak terdampak Covid-19 di Kota Sukabumi mungkin karena kebetulan saja, tingkat penularan yang kecil di beberapa kecamatan karena jumlah pemeriksaan rapid test dan swab masih kecil. Asumsi-asumsi seperti ini justru akan memunculkan bias yang dapat melahirkan sikap tidak acuh atau pengabaian banyak pihak terhadap upaya penyelesaian pandemi Covid-19 di Kota Sukabumi.

Resilience atau ketahanan masyarakat telah diberi definisi oleh para sarjana ilmu sosial dan linguistik sebagai kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, dan menjadi kuat pada saat menghadapi rintangan dan hambatan. Ketahanan juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem untuk mengatasi gangguan atau kapasitas dalam beradaptasi terhadap tekanan dan perubahan yang terjadi di lingkungan. Pada tataran teknis, ketahanan adalah suatu proses yang memungkinkan masyarakat tidak hanya mampu menghadapi gangguan namun mampu menghadapi tantangan yang dapat memperburuk kehidupan dan memberikan fasilitasi sebagai tindakan untuk meningkatkan kualitas hidup. Masyarakat harus memiliki kemampuan tersebut dengan beradaptasi untuk meningkatkan ketahanan sosial budaya, ekonomi, dan kesehatan melalui sikap responsif dan terorganisir.

Dalam buku Covid-19 dan Kota Sukabumi: Ikhtiar Bersama Berdamai dengan Pandemi, saya telah mengelaborasi peran serta pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang diterbitkan dan tindakan masyarakat dalam bentuk partisipasi publik sebagai contoh bagaimana ketahanan masyarakat dapat lahir untuk menghindari akibat terburuk yang disebabkan oleh Covid-19. Awal Juli 2020, Kota Sukabumi dinyatakan sebagai daerah zona hijau Covid-19 karena telah mampu meng-nol-kan penularan virus korona selama dua minggu terakhir. Zona hijau bagi Kota Sukabumi diraih salah satunya melalui ikhtiar bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui penerapan protokol kesehatan; menggunakan masker dan pelindung wajah saat di luar rumah, penerapan belajar dan bekerja dari rumah, dan hal paling penting yaitu ketahanan sosial dan mental masyarakat. Meskipun masih banyak masyarakat yang memiliki keyakinan bahwa pandemi Covid-19 bukan masalah besar, dan menurut mereka keberadaan virus korona harus disikapi dengan biasa-biasa saja, paling tidak dengan pandangan seperti ini telah meunculkan imunitas tubuh di dalam dirinya. Yang jelas, penanganan penyebaran virus korona memang memerlukan pemikiran dan tindakan rasional daripada sekadar asumsi.

Kecamatan Baros, Cibeureum, dan Lembursitu merupakan wilayah rural-urban, masyarakat di wilayah ini –secara teoritis– memang masih menyisakan bentuk-bentuk ketahanan sosial yang tinggi jika dibandingkan dengan wilayah urban atau perkotaan. Ketahanan sosial perdesaan menunjukan tingkat partisipasi komunitas dan masyarakat lebih diutamakan daripada tingkat individu (gemeinschaft). Mobilitas masyarakat selama pandemi juga telah memengaruhi jumlah penularan pandemi. Tingkat mobilitas ini dicirikan oleh kompleksitas atau keberagaman aktivitas, perpindahan, transaksi, komunikasi, dan pola hidup masyarakat.

Saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada bulan Juni 2020, saya mengamati masyarakat di Balandongan (Sudajayahilir), Tespong (Jayamekar), dan beberapa perkampungan di Kecamatan Lembursitu cenderung lebih mematuhi kebijakan ini. Beberapa teman yang bekerja di luar kota, mengirimkan pesan melalui layanan Whatsapp dan Messenger “tidak akan pulang kampung di hari lebaran”. Selama PSBB juga rata-rata masyarakat mulai melakukan penjarakan sosial (social distancing) meskipun dengan nada gurauan namun benar-benar dilakukan.

Adanya kebijakan pemerintah untuk membantu masyarakat dalam mengurangi dampak pandemi yang terjadi merupakan cara ampuh untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terutama di bidang ekonomi. Penyaluran bantuan sosial, rencana pemberian bantuan sebesar Rp. 2.4 juta kepada para pelaku UMKM, dan kebijakan lain selama pandemi dapat menjadi alasan ketahanan masyarakat dapat mewujud dan berdampak baik terhadap ketahanan kesehatan. Dan tentu saja, tulisan ini memiliki tujuan agar kajian dan penelitian melalui pendekatan saintifik dan serius harus dilakukan untuk mengggali ketahanan masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Dipublikasikan Radar Sukabumi, 11 September 2020
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Ketahanan Masyarakat dalam Menghadapi Adaptasi Kebiasaan Baru di Kota Sukabumi"