Dramaturgi Sistem Sosial Nusantara pada Musrenbang Kota Sukabumi



Pada periode 2005 sampai 2010, saya ikut terlibat dalam kegiatan perencanaan pembangunan sebagai tim perumus di Kecamatan. Tim perumus pembangunan kecamatan merupakan perwakilan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dari masing-masing kelurahan. Saya bersama Kiking Sutardi, Abdul Manan, Ajengan Mustafid, dan Dadang Suherman mewakili kelurahan –bukan sekadar merumuskan skala prioritas pembangunan masing-masing kelurahan– namun harus mampu memaparkan kebutuhan mendasar dan alasan pembangunan di salah satu kelurahan harus lebih diprioritaskan daripada kelurahan lain. Konsep skala prioritas dalam usulan atau rencana pembangunan ini telah mendasari penerbitan kebijakan peralihan dari block grant menjadi specific grant dalam pembangunan tahunan di wilayah.

Dari beberapa usulan yang diajukan oleh masing-masing ketua RT, RW, dan LPM Kelurahan, rata-rata memiliki konten pembangunan fisik. Hal ini didasarkan pada kebutuhan nyata pembangunan di wilayah peripheral (Baros, Cibeureum, dan Lembursitu) sebagai wilayah pemekaran, dan saat itu baru berusia 7 tahun menjadi bagian dari Pemerintah Daerah Kota Sukabumi.

Untuk wilayah-wilayah pemekaran sebagai daerah penyangga sebuah kota, pembangunan di sektor fisik seperti pembangunan irigasi, talud, jalan lingkungan, sanitasi lingkungan, pos ronda, dan gedung posyandu menjadi sebuah kemestian untuk mengimbangi pembangunan fisik kecamatan lama di Kota Sukabumi. Konsep perencanaan pembangunan “skala prioritas” berdasarkan usulan dari bawah tidak bersifat sentralistik. Hal ini menjadi nuansa baru selama lima tahun setelah sistem pemerintahan beralih ke otonomi daerah.

Domain isu pembangunan saat itu sebenarnya bagaimana upaya pemerintah daerah meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) meliputi; pendidikan, kesehatan, dan daya beli. Hanya saja, pembangunan berbasis anggaran dan telah ditetapkan besarannya untuk setiap bidang sama sekali tidak akan mampu menutupi bidang-bidang tertentu yang luput dari perhatian para stakeholder wilayah. Hal paling penting dari kegiatan Musyawarah Pembangunan Kelurahan (Musbangkel) saat itu yaitu melihat sejauh mana peran dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, tidak difokuskan pada outcome dari pembangunan itu sendiri yaitu meningkatkan IPM di daerah.

Perencanaan pembangunan bersifat partisipatoris, memberikan kesadaran kepada masyarakat agar mampu mensurvey lingkungannya sendiri dan mencari solusi terhadap permasalahan yang ada di daerahnya. Anggaran block grant bersifat stimulan dan hanya mampu membiayai pembangunan fisik, maka setiap tim perumus perencanaan pembangunan menyajikan data partisipasi dan swadaya murni masyarakat agar setiap detail kegiatan pembangunan dapat berjalan lancar.


Ilustrasi Partisipasi Masyarakat, Sumber:Dictio.id

Peran serta masyarakat dalam pembangunan terlihat nyata sampai pertengahan dekade pertama abad 21. Hingga tahun 2010, saya masih dapat menyaksikan masyarakat di wilayah Baros, Cibeureum, dan Lembursitu memperlihatkan antusiasme swadaya murni dalam bentuk tenaga, pikiran, dan konsumsi di saat pembangunan sedang berjalan. Mereka urun rembug membantu proses pembangunan, misalnya pembuatan jalan lingkungan dan rabat beton gang. Hasil wawancara saya dengan masyarakat menunjukkan: partisipasi dan swadaya murni masyarakat muncul sebagai dampak dari kesadaran mereka bahwa apa pun yang sedang dibangun memang merupakan milik mereka. Mereka sempat membuat pertanyaan retoris: Apakah kami harus meminta upah ketika memperbaiki rumah sendiri?

Krisis moneter yang berlangsung sebelum tahun 2000 telah memukul dimensi dan fitur kehidupan. Pemerintah pusat mengeluarkan regulasi program padat karya. Setiap pekerja atau masyarakat yang terlibat di dalam kegiatan padat karya ini menerima upah harian. Konsep padat karya ditujukan agar perekonomian di daerah dapat tetap berjalan untuk menghindari inflasi yang lebih besar.

Hanya saja, pemahaman antara program padat karya dengan pembangunan berkelanjutan (block grant, specific grant, dan dana kelurahan) harus dimaknai secara berbeda. Alasan penerbitan regulasinya pun memang berbeda. Terhadap cara pengupahan dalam kegiatan padat karya, sebagian besar masyarakat pada akhirnya menyandarkan atau menganalogikan setiap kegiatan pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah sudah semestinya disiapkan juga anggaran untuk upah pegawai. Pandangan seperti ini mulai memupus partisipasi dan swadaya murni masyarakat dalam legiatan pembangunan.

Tim Perumus pembangunan dari tingkat kelurahan hingga kota, pemerintah kelurahan hingga pemerintah daerah, untuk kegiatan pembangunan beberapa tahun berikutnya hingga sekarang membuka “slot” anggaran khusus berbentuk biaya operasional kegiatan (BOP) yang diambil dari anggaran pembangunan. Biaya operasional ini dapat digunakan oleh panitia pembangunan selama proses sampai pelaporan kegiatan pembangunan. Dampaknya memang dirasakan terhadap penurunan swadaya murni masyarakat.


Pembangunan Fisik, Sumber: Annualreport.id

Pembangunan pada periode berikutnya lebih banyak dikerjakan oleh masyarakat yang memiliki akses terdekat kepada panitia pembangunan di wilayah. Lunturnya swadaya ini berbanding lurus dan sejalan dengan berbagai kegiatan pemerintah yang melibatkan masyarakat. Misalnya, ketika swadaya murni masyarakat masih tinggi, masyarakat yang menghadiri rapat, pertemuan, dan musyawarah di kantor desa/kelurahan tidak mendapatkan “uang transportasi”. Perubahan budaya paguyuban perkampungan (Gemeinschaft) ke budaya patembayan perkotaan (Gesselschaft) telah mengubah cara pandang masyarakat terhadap konsep-konsep pembangunan berbasis anggaran.

Tim perumus perencanaan pembangunan pun setiap periode tertentu harus mengubah cara pandang mereka dalam merumuskan pembangunan di wilayah. Tahun 2005, saya bersama tim perumus dari Kecamatan Baros harus benar-benar mampu mengajukan argumentasi yang kokoh, utuh, holistik, dan terukur ketika harus berhadapan dengan tim perumus dari kecamatan lain saat Musyawarah Pembangunan tingkat kota. Mau tidak mau, gagasan-gagasan “mentereng” dan konsep pembangunan di wilayah pemekaran harus dapat diterima oleh tim perumus tingkat kota yang saat itu terbilang “urban sentris”, lebih mengedepankan konsep pembangunan tata kelola perkotaan daripada membangun kembali kesadaran masyarakat sebagai subjek pembangunan.

Musyawarah perencanaan pembangunan sejak tahun 2010 hingga sekarang mungkin tidak semeriah seperti beberapa tahun sebelumnya. Adu argumen dan pendapat, retorika pembangunan, hingga perang mulut mewarnai setiap Musrenbang diperlihatkan oleh masing-masing perwakilan dari setiap kelurahan. Di tingkat kelurahan pun, fenomena ini menjadi hal biasa namun menarik diperhatikan. Para ketua RT, RW, dan LPM menyajikan argumen yang dapat diterima nalar dalam menyuarakan bahwa wilayahnya memang membutuhkan pembangunan, misalnya, sarana dan prasarana. Konsep penganggaran pembangunan melalui specific grant menuntut masing-masing wilayah menunjukkan sikap legowo atau dapat saja perwakilan dari satu kelurahan memberikan dukungan kepada kelurahan lain setelah rencana rumusan pembangunan ditetapkan.


Program Padat Karya, Sumber:Sindonews

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan rumusan rencana pembangunan dari partisipatoris ke permufakatan. Pertama, pembangunan di setiap daerah sampai saat ini sudah benar-benar merata, kecamatan-kecamatan di Kota Sukabumi telah sejajar dalam hal ketersediaan sarana dan prasarana fisik. Atas dasar inilah, anggaran tahunan pembangunan dalam bentuk P2RW diberikan oleh pemerintah daerah kepada para ketua RW secara merata dan sama besar.

Kedua, konsep pembangunan dan perencanaannya memang dilakukan dalam musyawarah perencanaan pembangunan dari tingkat kelurahan hingga kota, walakin rencana kegiatan pembangunan sebetulnya telah disusun oleh lembaga-lembaga keswadayaan di masyarakat. Hal ini memperlihatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan mengalami penurunan dari beberapa tahun sebelumnya.

Ketiga, pembangunan komunitas telah cukup berhasil. Dengan sendirinya, berbagai komunitas dengan ciri dan karakternya didirikan oleh masyarakat, mereka tidak lagi konsen dalam kegiatan pembangunan berbasis kemasyarakatan namun lebih mengedepankan spirit komunitasnya. Ketiga hal tersebut tidak selalu buruk, karena proses pembangunan juga harus terus berjalan berdasarkan relevansinya dengan kondisi yang ada.

Dramaturgi pada Musrenbang Kota Sukabumi Tahun 2023

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat kota merupakan muara seluruh kegiatan Musrenbang di wilayah. Rumusan usulan kegiatan satu tahun berikutnya. Perhelatan ini merupakan rutinitas tahunan. Di masa pandemi pun, Musrenbang tetap dilaksanakan dengan mengikuti aturan norma baru, daring, dan memperhatikan penjarakan fisik. Bagi Pemerintah Kota Sukabumi, Musrenbang bukan sekadar rutinitas yang bersifat selebrasi, lebih dari itu harus memiliki muatan penting tentang penguatan modal sosial di masyarakat yang mulai luntur.

Penampilan hiburan rakyat, drama, dan pentas lainnya saat Musrenbang merupakan upaya ke arah sana, ikhtiar pemerintah dalam memperkenalkan kondisi sosial kultural dan historis wilayahnya. Tahun ini, konsep selebrasi Musrenbang menjadi lebih menarik dengan pementasan sebuah drama yang diperankan oleh para pejabat pemerintah kota bersama dengan sanggar kesenian Soerawoeng. Saya tidak akan memaparkan secara gamblang alasan kenapa menampilkan pentas dalam bentuk drama bertajuk sosial begitu penting dilakukan? Pementasan sama dengan memindahkan alam sosial yang besar dan kompleks ke panggung sandiwara yang lebih kecil dan detail. Dalam teori dramaturgi, apa yang diperankan selama pentas oleh para pemain drama, sebenarnya memang mewakili kondisi sosial yang sedang menjadi domain di dalam kehidupan.


Sistem Sosial Nusantara, Sumber: Historia.id

Pementasan dengan tema kehidupan di masa kerajaan kendati dikemas melalui kerangka humor. Walakin menyajikan sistem sosial masyarakat Nusantara Kuno. Pentas yang diperankan oleh mulai dari Sekretaris Daerah sampai para kepala dinas memiliki latar belakang sebuah kerajaan, tipikal kekuasaan di masa kejayaan Nusantara. Artinya, meskipun bersifat hiburan, namun harus mampu mewakili sistem sosial sebagai bagian penting dari kehidupan.

Dalam pentas hiburan, misalnya pertunjukkan drama, seorang aktor dengan latar belakang seniman dapat memerankan seorang raja. Jadi, dalam sebuah drama, raja yang disembahsujudi oleh para abdi dalemnya memang raja-rajaan, serupa dengan pemeran lainnya, memang prajurit-prajuritan. Drama pada Musrenbang tingkat kota pada 16 Maret 2023 merupakan cermin sistem sosial Nusantara diwakili oleh beberapa hal. Pertama, sistem sosial Nusantara memiliki ciri khas kesetaraan namun memiliki batasan yang jelas. Kelas sosial terbagi menjadi tujuh golongan, manusia semakin naik kelas sosialnya ketika ilmu pengetahuan yang dimilikinya semakin jembar atau luas. Kelompok sosial pada strata teratas merupakan orang-orang yang cerdas, berpengetahuan luas, dipenuhi kaweruh, dan sudah melepaskan kemelekatan dengan dunia. Para ksatria mulai dari raja hingga pegawainya menempati strata atas, mereka tidak diperkenankan kemaruk terhadap materi.

Kedua, lapisan sosial pertengahan ditempati oleh masyarakat profesional, petani, pengusaha, pedagang, dan konglomerat. Mereka merupakan saudagar dan orang kaya di zamannya namun dibatasi oleh norma tidak diperkenankan menggurui apalagi menasihati lapisan sosial pertama dan kedua. Semakin banyak memiliki materi, maka semakin tinggi kemelekatan dirinya dengan dunia, semakin rendah juga strata sosialnyua, hatta tidak diperkenankan memberikan petuah keagamaan karena bukan bidang dan wilayahnya.

Drama pada Musrenbang Kota Sukabumi menampilkan adegan seorang sais dan penjaga istal diperintah oleh raja untuk menajaga kuda berwarna putih, kemudian diperintah mengeluarkan kuda hitam karena raja akan melakukan perburuan. Di saat raja meninggalkan istana tanpa pengawalan, penasehat istana menerima informasi dari sais kemudian menerjemahkan raja pergi begitu saja meninggalkan istana (lengser keprabon). Penasehat istana tipikal yang diperankan oleh Syam Soorawoeng menghembuskan isu kepada pejabat istana, hingga menimbulkan kekisruhan, salah satunya melelang jabatan raja, para pejabat juga menjadi pamer prestasi karena memiliki ambisi dan kepentingan pribadi.


Bahaya Informasi Bohong, Sumber: Kominfo

Kesalahan informasi berujung pada tindakan ganjil seperti sepenggal cerita di atas. Pesan moral darinya yaitu seorang raja tidak diperkenankan melakukan tindakan atas kemauannya sendiri, karena struktur kerajaan memiliki orang lain yang dapat memberikan nasihat kepada raja. Penasehat kerajaan juga harus terdiri dari orang-orang yang memiliki kompetensi bukan malah membuka lebar-lebar semangat kompetisi yang tidak sehat kepada para pejabat istana. Dalam sejarah sistem monarki, tindakan sais penjaga istal, penasehat, dan pejabat istana merupakan tindakan yang tidak akan pernah ditolerir oleh pihak kerajaan. Sebab, dalam sistem monarki tidak pernah dikenal istilah pelelangan jabatan apalagi dilelang kepada orang-orang yang tidak memiliki ikatan darah dengan penguasa sebelumnya.

Ketiga, lapisan sosial paling bawah ditempati oleh warga negara asing (mleccha) dan para penghamba materi atau tuccha. Dua kelompok ini tidak diperkenankan memberikan rekomendasi apa pun, apalagi sampai bisa masuk ke dalam lingkaran kekuasaan istana. Sebab, jika dua kelompok ini sudah dapat leluasa memasuki istana akan melahirkan kolaborasi kejahatan dan kongkalikong antara ksatria dengan para pemuja materi (dalam sistem sosial Nusantara, tuccha merupakan para penjahat, begal, dan perampok yang haus materi).

Sistem sosial nusantara tidak ingin memecah manusia ke dalam derajat berbeda dan pengkastaan, melainkan sikap alamiah dan sejalan dengan hukum kesemestaan. Sistem ini memiliki tujuan membangun keajegan dan ketertiban dalam hidup. Ketimpangan mulai terjadi, ketika para ksatria di Nusantara telah merelakan diri melakukan kolaborasi dengan warga negara asing (Belanda). Sistem sosial Nusantara telah dilanggar oleh skandal para ksatria pribumi yang tanpa segan dan kehilangan rasa malu meminta petuah kepada para pendatang. Dampaknya, Nusantara sebagai bentangan zamrud ini terus-menerus dieksploitasi sumber daya alamnya.


Sidang Landraad (Pengadilan untuk kaum Pribumi ), Sumber: Trofen Museum

Dramaturgi pada Musrenbang Kota Sukabumi tahun ini memiliki pesan penting, setiap orang memang harus memiliki peran sesuai dengan keahliannya. Kolaborasi dan koordinasi sebagai ciri penting manusia harus tetap dijalani sesuai dengan jenjangnya. Sebagai contoh, 2.500 tahun lalu, demokrasi dicetuskan di Athena. Kendati demikian, rakyat Athena tidak sepenuhnya melepaskan norma dan etika kehidupan. Demokrasi Athena tetap mendapatkan dukungan penuh dari para pencetus Aristokrasi agar bandul demokrasi tidak bergerak secara liar dan semaunya. Seorang penjahat di era demokrasi Athena tidak akan dapat mencalonkan diri sebagai anggota senat karena dirinya pun menyadari bahwa pencalonan dirinya bertolak belakang dengan norma dan etika.

Skandal antara ksatria pribumi dengan Belanda telah merusak tatanan sosial adiluhung, merendahkan rakyat pada strata sosial paling rendah, dan pembangunan juga hanya ditujukan untuk mengontrol serta menarik sumber daya alam dari pemilik asli kepada tangan kotor para penjajah. Ilustrasi ini mendapatkan satire dan kritik dalam lirik lagu permainan anak-anak:

Ayang-ayang gung// Gung goongna ramé, // Ménak Ki Mas Tanu// Nu jadi Wadana// Naha mana kitu// Tukang olo-olo// Loba anu giruk// Ruket jeung kumpeni// Niat jadi pangkat// Katon kagorengan// Ngantos Kangjeng Dalem// Lempa-lempi lempong// Jalan ka Batawi ngelempong!

Posting Komentar untuk "Dramaturgi Sistem Sosial Nusantara pada Musrenbang Kota Sukabumi"