Pemekaran wilayah Bacile menjadi bagian dari Pemerintah Kota Sukabumi tidak hanya berpengaruh pada perluasan wilayah perkotaan dan sosial kultural, tetapi juga menimbulkan isu baru tentang proyeksi pusat perkotaan di masa depan. Salah satu isu yang muncul adalah Kecamatan Cibeureum direncanakan menjadi pusat perkantoran Pemerintah Kota Sukabumi.
Untuk menjadi pusat perkotaan memang membutuhkan waktu, terutama membangun ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pendidikan. Namun, merencanakan kecamatan ini sebagai pusat perkantoran masih cukup masuk akal dan dapat diterima oleh logika.
Hal penting darinya adalah adanya kemauan politik dan ketercukupan anggaran dalam membangun fitur-fitur perkantoran pemerintahan. Anggaran untuk memindahkan seluruh kantor pemerintah ke lokasi baru ini diperkirakan sebesar Rp. 300- 500 miliar atau sekitar setengah dari APBD Kota Sukabumi.
Proyeksi pemindahan lokasi perkantoran pemerintah menjadi satu kawasan merupakan hal positif dalam mempermudah akses pelayanan publik. Di sisi lain, keterhubungan dan koneksi antar lembaga atau satuan kerja akan lebih erat saat berada di satu kawasan.
Jika pemindahan ini berjalan lancar dan penyediaan infrastruktur serta fitur pendukungnya berjalan baik, masyarakat akan lebih mudah mengenal kantor satuan perangkat kerja lengkap dengan pelayanan-pelayanan yang disediakannya.
Kecamatan Cikole sampai saat ini identik dengan pusat pemerintahan dan perkotaan. Tiga kecamatan yaitu Baros, Cibeureum, dan Lembursitu sejak dua setengah dekade menjadi bagian dari Pemerintah Kota Sukabumi mulai menunjukkan perubahan signifikan, terutama ketersediaan infrastruktur kehidupan urban; jalan raya, pertokoan, pasar, dan pendidikan.
Pembangunan inklusif dan berkelanjutan merupakan strategi yang dianut oleh Pemerintah Kota Sukabumi untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antara wilayah-wilayah yang telah maju dan yang masih tertinggal.
Dengan menerapkan strategi ini selama sepuluh tahun terakhir, pemerintah kota Sukabumi berupaya untuk memastikan bahwa pembangunan fisik dan nonfisik tidak hanya terpusat di empat kecamatan utama, yaitu Cikole, Citamiang, Gunungpuyuh, dan Warudoyong, tetapi juga merata ke seluruh wilayah kota.
Salah satu bukti dari penerapan strategi pembangunan inklusif dan berkelanjutan ini adalah perkembangan sektor perdagangan di wilayah Lembursitu. Jika pada tahun 90-an, warga Cikundul harus pergi ke kawasan Odeon untuk membeli barang-barang elektronik, kini mereka dapat menemukannya di pertigaan Jalan Pelabuan dan Jalan Merdeka dengan harga yang kompetitif.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kota Sukabumi telah berhasil menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menarik bagi para pelaku usaha di wilayah Lembursitu.
Demikian pula dengan dua kecamatan lainnya yang merupakan hasil pemekaran, yaitu Baros dan Cibeureum. Kedua kecamatan ini juga mengalami kemajuan yang signifikan dalam sektor perdagangan.
Jalan Garuda dan Jalan Sarasa, yang dahulu hanya merupakan jalan kecil yang sepi, kini telah berubah menjadi jalan ramai yang dipenuhi oleh berbagai macam usaha, seperti toko-toko, café, warung kopi, dan mini swalayan.
Tidak hanya sektor perdagangan, sektor pemukiman, perekonomian, dan pendidikan di tiga kecamatan wilayah pemekaran ini juga mengalami perbaikan. Namun, tentu saja masih banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi untuk menjadikan ketiga kecamatan ini sebagai wilayah yang memiliki identitas perkotaan yang kuat.
Oleh karena itu, pemerintah kota Sukabumi harus terus berkomitmen untuk melanjutkan strategi pembangunan inklusif dan berkelanjutan ini hingga dua atau tiga dekade mendatang.
Salah satu dampak dari pembangunan pusat perkantoran pemerintah di wilayah transisi perdesaan ke perkotaan adalah perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Perubahan sosial ini dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti struktur, fungsi, dan budaya sosial.
Struktur sosial adalah pola hubungan antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Struktur sosial mengalami pergeseran akibat adanya mobilisasi dan migrasi penduduk. Banyak penduduk setempat yang pindah ke daerah lain karena alasan ekonomi atau sosial.
Sebaliknya, banyak pendatang dari luar daerah yang datang untuk mencari peluang kerja atau berinvestasi di wilayah ini. Hal ini menyebabkan perubahan komposisi penduduk, baik dari segi usia, jenis kelamin, maupun pendidikan.
Selain itu, hal ini juga menyebabkan perubahan dalam sistem stratifikasi sosial masyarakat, yaitu cara masyarakat membagi kelompok-kelompok sosial berdasarkan kriteria tertentu, seperti kekayaan, jabatan, atau prestasi.
Fungsi sosial adalah peranan yang dimainkan oleh individu atau kelompok dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bersama. Fungsi sosial mengalami perubahan akibat adanya perubahan status dari wilayah perdesaan menjadi perkotaan.
Perubahan status ini membuka peluang kerja baru bagi masyarakat, seperti pekerjaan di sektor jasa, perdagangan, dan konstruksi. Selain itu, juga dapat meningkatkan permintaan akan barang dan jasa, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Apalagi jika pusat perkantoran telah benar-benar terwujud di tempat ini.
Budaya sosial adalah keseluruhan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dalam masyarakat. Budaya sosial mengalami perubahan akibat adanya interaksi antara masyarakat setempat dengan pendatang dari luar daerah.
Interaksi ini telah menyebabkan terjadinya akulturasi budaya, yaitu proses bercampurnya budaya asli dengan budaya pendatang. Maka dari itu, proyeksi pembangunan pusat perkantoran pemerintah harus diawali oleh masyarakat dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya disiplin dan ketertiban.
Wilayah perkotaan yang memiliki identitas padat hunian, minim dengan ruang terbuka hijau, dan pola pemukiman mengumpul, jika dilihat dari Peta Google, terdapat di Cikole, sebagian Citamiang, Warudoyong, dan Gunungpuyuh. Wilayah Bacile masih memiliki lahan terbuka hijau yang layak dijadikan pusat perkantoran pemerintah.
Salah satu isu yang hangat dibicarakan di Kota Sukabumi adalah rencana pemindahan pusat pemerintahan ke Kecamatan Cibeureum. Isu ini bukan tanpa alasan, karena sejak lama Kecamatan Cibeureum telah dipersiapkan sebagai lokasi pusat perkantoran baru oleh Dinas PUTR (dulu Tarlingkim) di era kepemimpinan Muslikh Abdusysukur.
Selain itu, keberadaan kampus Institut Pertanian Bogor di Cibeureum juga memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar, seperti berkembangnya usaha kost, warung makan, dan sektor ekonomi lainnya.
Rencana pemindahan pusat pemerintahan ke Cibeureum kembali mencuat ketika Penjabat Wali Kota Sukabumi menghadiri acara Musrenbang Kecamatan Cibeureum. Menurutnya, pusat perkantoran baru ini harus direncanakan dengan matang dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.
Proyeksi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, baik secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Namun, untuk mewujudkan proyeksi ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Pertama, keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa proyeksi ini sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, dan harapan masyarakat, serta menghindari potensi konflik atau penolakan dari masyarakat.
Kedua, kepemilikan lahan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemerintah. Jika dilakukan pembebasan lahan, maka kegiatan ini harus dilakukan dengan cara yang adil, transparan, dan humanis, serta memberikan kompensasi yang layak bagi pemilik atau pengguna lahan.
Ketiga, pelaksanaan pembangunan yang profesional dan tepat waktu. Pelaksanaan ini harus dilakukan dengan mengikuti rencana kerja dan anggaran yang telah disepakati, serta melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala untuk mengantisipasi dan menyelesaikan masalah yang mungkin timbul.
Keempat, pemanfaatan dan pemeliharaan pusat perkantoran pemerintah yang optimal dan berkelanjutan. Pemanfaatan ini harus dilakukan dengan memaksimalkan fungsi dan layanan yang disediakan oleh pusat perkantoran pemerintah bagi masyarakat, serta melakukan koordinasi dan sinergi antara instansi pemerintah yang berada di dalamnya.
Kelima, pusat perkantoran pemerintah harus dibangun dengan memperhatikan aspek keberlanjutan, seperti penggunaan energi dan air yang efisien, serta penggunaan material yang ramah lingkungan.
Secara umum, isu proyeksi Cibeureum menjadi pusat perkantoran pemerintah akan berdampak positif bagi perkembangan daerah tersebut. Pembangunan pusat perkantoran pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Untuk menjadi pusat perkotaan memang membutuhkan waktu, terutama membangun ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pendidikan. Namun, merencanakan kecamatan ini sebagai pusat perkantoran masih cukup masuk akal dan dapat diterima oleh logika.
Hal penting darinya adalah adanya kemauan politik dan ketercukupan anggaran dalam membangun fitur-fitur perkantoran pemerintahan. Anggaran untuk memindahkan seluruh kantor pemerintah ke lokasi baru ini diperkirakan sebesar Rp. 300- 500 miliar atau sekitar setengah dari APBD Kota Sukabumi.
Proyeksi pemindahan lokasi perkantoran pemerintah menjadi satu kawasan merupakan hal positif dalam mempermudah akses pelayanan publik. Di sisi lain, keterhubungan dan koneksi antar lembaga atau satuan kerja akan lebih erat saat berada di satu kawasan.
Jika pemindahan ini berjalan lancar dan penyediaan infrastruktur serta fitur pendukungnya berjalan baik, masyarakat akan lebih mudah mengenal kantor satuan perangkat kerja lengkap dengan pelayanan-pelayanan yang disediakannya.
Kecamatan Cikole sampai saat ini identik dengan pusat pemerintahan dan perkotaan. Tiga kecamatan yaitu Baros, Cibeureum, dan Lembursitu sejak dua setengah dekade menjadi bagian dari Pemerintah Kota Sukabumi mulai menunjukkan perubahan signifikan, terutama ketersediaan infrastruktur kehidupan urban; jalan raya, pertokoan, pasar, dan pendidikan.
Pembangunan inklusif dan berkelanjutan merupakan strategi yang dianut oleh Pemerintah Kota Sukabumi untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antara wilayah-wilayah yang telah maju dan yang masih tertinggal.
Dengan menerapkan strategi ini selama sepuluh tahun terakhir, pemerintah kota Sukabumi berupaya untuk memastikan bahwa pembangunan fisik dan nonfisik tidak hanya terpusat di empat kecamatan utama, yaitu Cikole, Citamiang, Gunungpuyuh, dan Warudoyong, tetapi juga merata ke seluruh wilayah kota.
Salah satu bukti dari penerapan strategi pembangunan inklusif dan berkelanjutan ini adalah perkembangan sektor perdagangan di wilayah Lembursitu. Jika pada tahun 90-an, warga Cikundul harus pergi ke kawasan Odeon untuk membeli barang-barang elektronik, kini mereka dapat menemukannya di pertigaan Jalan Pelabuan dan Jalan Merdeka dengan harga yang kompetitif.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kota Sukabumi telah berhasil menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menarik bagi para pelaku usaha di wilayah Lembursitu.
Demikian pula dengan dua kecamatan lainnya yang merupakan hasil pemekaran, yaitu Baros dan Cibeureum. Kedua kecamatan ini juga mengalami kemajuan yang signifikan dalam sektor perdagangan.
Jalan Garuda dan Jalan Sarasa, yang dahulu hanya merupakan jalan kecil yang sepi, kini telah berubah menjadi jalan ramai yang dipenuhi oleh berbagai macam usaha, seperti toko-toko, café, warung kopi, dan mini swalayan.
Tidak hanya sektor perdagangan, sektor pemukiman, perekonomian, dan pendidikan di tiga kecamatan wilayah pemekaran ini juga mengalami perbaikan. Namun, tentu saja masih banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi untuk menjadikan ketiga kecamatan ini sebagai wilayah yang memiliki identitas perkotaan yang kuat.
Oleh karena itu, pemerintah kota Sukabumi harus terus berkomitmen untuk melanjutkan strategi pembangunan inklusif dan berkelanjutan ini hingga dua atau tiga dekade mendatang.
Salah satu dampak dari pembangunan pusat perkantoran pemerintah di wilayah transisi perdesaan ke perkotaan adalah perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Perubahan sosial ini dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti struktur, fungsi, dan budaya sosial.
Struktur sosial adalah pola hubungan antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Struktur sosial mengalami pergeseran akibat adanya mobilisasi dan migrasi penduduk. Banyak penduduk setempat yang pindah ke daerah lain karena alasan ekonomi atau sosial.
Sebaliknya, banyak pendatang dari luar daerah yang datang untuk mencari peluang kerja atau berinvestasi di wilayah ini. Hal ini menyebabkan perubahan komposisi penduduk, baik dari segi usia, jenis kelamin, maupun pendidikan.
Selain itu, hal ini juga menyebabkan perubahan dalam sistem stratifikasi sosial masyarakat, yaitu cara masyarakat membagi kelompok-kelompok sosial berdasarkan kriteria tertentu, seperti kekayaan, jabatan, atau prestasi.
Fungsi sosial adalah peranan yang dimainkan oleh individu atau kelompok dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bersama. Fungsi sosial mengalami perubahan akibat adanya perubahan status dari wilayah perdesaan menjadi perkotaan.
Perubahan status ini membuka peluang kerja baru bagi masyarakat, seperti pekerjaan di sektor jasa, perdagangan, dan konstruksi. Selain itu, juga dapat meningkatkan permintaan akan barang dan jasa, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Apalagi jika pusat perkantoran telah benar-benar terwujud di tempat ini.
Budaya sosial adalah keseluruhan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dalam masyarakat. Budaya sosial mengalami perubahan akibat adanya interaksi antara masyarakat setempat dengan pendatang dari luar daerah.
Interaksi ini telah menyebabkan terjadinya akulturasi budaya, yaitu proses bercampurnya budaya asli dengan budaya pendatang. Maka dari itu, proyeksi pembangunan pusat perkantoran pemerintah harus diawali oleh masyarakat dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya disiplin dan ketertiban.
Wilayah perkotaan yang memiliki identitas padat hunian, minim dengan ruang terbuka hijau, dan pola pemukiman mengumpul, jika dilihat dari Peta Google, terdapat di Cikole, sebagian Citamiang, Warudoyong, dan Gunungpuyuh. Wilayah Bacile masih memiliki lahan terbuka hijau yang layak dijadikan pusat perkantoran pemerintah.
Salah satu isu yang hangat dibicarakan di Kota Sukabumi adalah rencana pemindahan pusat pemerintahan ke Kecamatan Cibeureum. Isu ini bukan tanpa alasan, karena sejak lama Kecamatan Cibeureum telah dipersiapkan sebagai lokasi pusat perkantoran baru oleh Dinas PUTR (dulu Tarlingkim) di era kepemimpinan Muslikh Abdusysukur.
Selain itu, keberadaan kampus Institut Pertanian Bogor di Cibeureum juga memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar, seperti berkembangnya usaha kost, warung makan, dan sektor ekonomi lainnya.
Rencana pemindahan pusat pemerintahan ke Cibeureum kembali mencuat ketika Penjabat Wali Kota Sukabumi menghadiri acara Musrenbang Kecamatan Cibeureum. Menurutnya, pusat perkantoran baru ini harus direncanakan dengan matang dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.
Proyeksi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, baik secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Namun, untuk mewujudkan proyeksi ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Pertama, keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa proyeksi ini sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, dan harapan masyarakat, serta menghindari potensi konflik atau penolakan dari masyarakat.
Kedua, kepemilikan lahan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemerintah. Jika dilakukan pembebasan lahan, maka kegiatan ini harus dilakukan dengan cara yang adil, transparan, dan humanis, serta memberikan kompensasi yang layak bagi pemilik atau pengguna lahan.
Ketiga, pelaksanaan pembangunan yang profesional dan tepat waktu. Pelaksanaan ini harus dilakukan dengan mengikuti rencana kerja dan anggaran yang telah disepakati, serta melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala untuk mengantisipasi dan menyelesaikan masalah yang mungkin timbul.
Keempat, pemanfaatan dan pemeliharaan pusat perkantoran pemerintah yang optimal dan berkelanjutan. Pemanfaatan ini harus dilakukan dengan memaksimalkan fungsi dan layanan yang disediakan oleh pusat perkantoran pemerintah bagi masyarakat, serta melakukan koordinasi dan sinergi antara instansi pemerintah yang berada di dalamnya.
Kelima, pusat perkantoran pemerintah harus dibangun dengan memperhatikan aspek keberlanjutan, seperti penggunaan energi dan air yang efisien, serta penggunaan material yang ramah lingkungan.
Secara umum, isu proyeksi Cibeureum menjadi pusat perkantoran pemerintah akan berdampak positif bagi perkembangan daerah tersebut. Pembangunan pusat perkantoran pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Posting Komentar untuk " Musrenbang Cibeureum dan Proyeksi Pusat Pemerintahan"