Pengiblatan kepada Barat oleh orang-orang Timur, oleh bangsa kita mulai mewabah di tahun 70-an, di paruh pertama kekuasaan orde baru. Terjadi saat arus lintas budaya mulai memasuki ruang lebar bernama gloalisasi. Buah dari itu adalah mewujudnya pengekoran bangsa ini kepada budaya Barat tanpa saringan. Dalam pandangan Leopold Weiss, fenomena baru ini disebut sebagai kelahiran para“Barat Gadungan”.
Tidak salah, ketika peniruan tidak hanya sekedar menyentuh batas permukaan. Jika Nilai-nilai yang bersifat universal; kedisiplinan, penghormatan terhadap prestasi, dan pemenuhan-pemenuhan kebutuhan dasar manusia dijadikan alasan kenapa kita harus mengikuti jejak orang-orang Barat. Hanya saja, karena nilai-nilai ini bersifat universal dan diakui secara umum, maka hal ini telah menjadi fitrah manusia, sebuah bangsa di mana pun dia berada memiliki nilai-nilai ini tanpa harus meniru dari bangsa lain.
Di era kekuasaan orde lama, di titik anti klimaks kekuasaan, ketika demokrasi terpimpin dikumandangkan oleh Soekarno, segala bentuk budaya Barat, kreasi-kreasi berbau kebarat-baratan dijadikan penegas terhadap semakin gencarnya arus Nekolim yang dipaksakan oleh Negara-negara penguasa industri kepada Negara-negara dunia ke-tiga. Maka, dibunuhlah segala bentuk budaya dari Barat tersebut, sebab dianggap sebagai sebuah ancaman yang bisa mencabut jati diri bangsa ini. Pembakaran piringan-piringan hitam berisi lagu-lagu Barat, pemenjaraan terhadap siapa pun yang mengikuti mode-mode selebritis Barat. Bahkan, lagu-lagu The Beatles dikatakan sebagai music “ngak ngik nguk ngek ngok”.
Demokrasi terpimpin membutuhkan generasi tangguh, bukan generasi canggung yang terhipnotis oleh nuansa melankolis lagu-lagu cinta. Bukan mencetak generasi hingar- bingar oleh gelombang pasang Rock ‘ n’ Roll. Kiblat era orde lama adalah Negara-negara Eropa Timur, notabene, secara geografis, Negara-negara tersebut masih merupakan Negara-negara Barat. Jelas sekali, pertempuran ideologi ini telah menyulap letak geografis. Kedekatan cara pandang dan keyakinan hidup yang diusung ini telah menyulap Negara seperti Soviet seolah lebih dekat dari Negara tetangga seperti Malaysia. Orde lama bisa jadi disebut sebagai masa kegelapan bagi para pecinta Barat.
Di awal orde baru, kehatia-hatian terhadap akan terbaliknya keadaan diisyaratkan oleh orang-orang orde lama. Alasannya jelas, sebetulnya, secara kasat mata, orde baru pun masih disesaki oleh orang-orang orde lama. Kamuflase kekuasaan ini sudah sering terjadi. Bahasa “ orang-orang titipan” bukan istilah asing, kecuali menjadi hal biasa dalam kehidupan perpolitikan di Negara mana pun. Seperti rasa khawatir terhadap akan munculnya arus balik budaya ini sering ditekankan dalam bahasa: Pertahankan Jati diri bangsa!
Namun itu tidak bisa dibendung. Alasannya banyak. Pertama, globalisasi dan modernisasi telah membuka celah lebar dan menganga bagi siapa pun untuk sekedar melihat apa yang berada di dalam lobang globalisasi dan modernisasi tersebut. Kedua, Gencarnya bangsa-bangsa Barat melakukan ekspansi Budaya dilatar belakangi oleh semangat merkantilisme. Adalah sebuah omong kosong jika sikap Barat tersebut tidak disisipi oleh semangat pencarian keuntungan . Merebaknya dapur-dapur rekaman sebagai entitas pendukung industri musik adalah bentuk nyata dari hal ini.Ketiga, bangsa kita diibaratkan sebagai seorang remaja yang sedang mencari jati diri, ketika budaya Barat dirasakan nyaman dan bisa membuat generasi muda bangsa ini kerasan, diadopsilah dia sebagai cara hidup. Budaya induk semang disebut sebagai budaya maju meskipun ada hal yang harus tercabut dalam diri anak bangsa ini, kesusilaan.
Kebijakan orde baru sering menyentuh ranah ideologi, penguatan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun semangat tersebut berada di ranah makrosistem. Di tataran mikro, seperti etika pergaulan, budaya dan jati diri bangsa, hanya mendapat sedikit bagian perhatian dari orde baru. Penguatan ideologi, penataran P4, dan hal-hal lainnya dilakukan dengan seringnya kita melihat masa lalu dan kejayaan bangsa kita tanpa melihat di berbagai sudut Negara ini budaya Barat semakin dikagumi oleh anak-anak muda, budaya popular menjadi kiblat mereka. Bahkan di tataran makrosistem pun, para Mafia Barkeley diberi keleluasaan untuk mengatur perekonomian Negara ini. Bahasa “ orang-orang titipan” ini diakui atau tidak, telah menjadi ciri utama dari kekuasaan orde baru.
Dan di era reformasi, kekhawatiran terhadap akan semakin tergusurnya budaya bangsa ini oleh budaya Barat berujung pada bentuk perlawanan. Bahasa kasarnya, ideologi dilawan dengan ideologi, budaya dilawan dengan budaya, yang akan terjadi adalah The Clash Of Civilization seperti kata Huntington, tidak sekedar mempertemukan dua negasi besar antara Islam dan Barat, juga telah menyentuh pada ranah-ranah pertentangan budaya-budaya satelit. Kutubnya jelas, siapa pengekor budaya Barat dan siapa orang yang fanatik terhadap dirinya sendiri.
Maka ditawarkan bentuk baru. Terhadap keberhasilan siapa pun, cukup bagi kita untuk mengaguminya. Ketika bentuk permukaan budaya sebuah bangsa tidak memberi izin terhadap masuknya budaya orang lain, maka cukup kita sekedar untuk menghormatinya. Mengakui bahwa itu budaya orang lain. Jika kekaguman ini muncul, Saya pikir, segala bentuk budaya akan berada di tempatnya masing-masing, tanpa akan ada yang merasa siapa sebagai superior dan siapa sebagai inferior. Munculnya pengekoran terhadap budaya Barat oleh orang-orang Timur pada dasarnya dipengaruhi oleh cara pandang yang salah terhadap kedudukan manusia. Saat bangsa Barat mengaku sebagai bangsa Superior dan Bangsa Timur sendiri menempatkan diri sebagai bangsa Inferior, karena ukurannya selalu melihat terhadap kemajuan di bidang penguasaan teknologi dan industri.
Dan Saya tidak berani memberikan jaminan bahwa perang akan bisa dihentikan ketika hal terkecil dalam kehidupan ini masih ditempatkan pada dua kutub berlainan. Timur dan Barat.[kang warsa]
Posting Komentar untuk "TIMUR - BARAT"