DESA MENGEPUNG KOTA

Ada arus terbalik saat kita menempatkan kalimat: Desa Mengepung Kota di era ketika Kota semakin memperluas kekuasaannya. Cakaran-cakaran kekuasaan Kota di era gelombang ke-tiga sebagaimana pandangan Toffler berbanding lurus mengikuti arus pembangunan. Alhasil, Kota seolah tidak rela jika dirinya dikepung oleh desa. Sebaliknya, Kota harus melakukan serangkaian counter attack terhadap pengepungan desa-desa.

Kekuasaan Kota akan dipaksakan meluber ke wilayah-wilayah perdesaan, bukan hanya pemikiran, kebijakan, hingga sisi-sisi lain yang seharusnya dipertahankan pun dikikis - meskipun secara perlahan-. Areal-areal pertanian di wilayah perdesaan dikikis dengan pembangunan-pembangunan pemukiman, pembebasan lahan, pengadaan lapang-lapang golf, dan sejumlah alasan lain tanpa mempertimbangkan AMDAL. Cengkraman kuat pun mengepal segi ekonomi, waralaba-waralaba didirikan hanya memiliki jarak satu kilometer saja. Dibangun di pinggir warung-warung masyarakat. Seolah memberikan pesan penantangan kepada warung-warung kecil yang ada di daerah tersebut.

Pemekaran wilayah administratif pemerintahan Kota memang bukan akar masalah timbulnya Kota menyerang Desa. Ini disebabkan oleh semakin buram dan suramnya unsur-unsur tradisi dalam kehidupan masyarakat. Raksasa modernitas telah menyihir pola pikir manusia, seolah hanya dengan mengadopsi modernitas lah kehidupan akan berjalan dengan baik di zaman ini. Pola pikir modern seperti efektivitas cara pandang sebetulnya telah menjebak diri kita ke dalam penjara pikiran. Seperti begini: Hanya dengan memindahkan lampu mobil dari bawah agak ke atas saja, harganya menjadi lebih mahal dari harga sebelumnya. Kita memberi respon baik, ohh ini model baru. Padahal ini sekedar memindahkan letak lampu saja.

Sementara unsur dan hal yang berkaitan erat dengan ketradisionalan ketika akan berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain sering dianggap telah keluar dari tetekon. Maka, dominasi pemikiran modern tetap saja akan lebih kuat memengaruhi kehidupan di zaman ini. Sudah tentu, ini tidak bisa dipersalahkan.

Desa mengepung Kota hanya mengejawantah dari sisi fisik secara umum dan bahasa saja. Karena, lambat laun, Kota dengan kekuatannya akan semakin meluber memenuhi setiap ruang gerak yang ada di perdesaan. Tiba-tiba kita akan sadar saat rumah-rumah kita telah berada di balik kokohnya pusat perbelanjaan dan pertokoan. Saat bangun pagi, hidangan pertama kita bukan lagi cicit burung, sinar matahari, atau titik embun di dedaunan, melainkan dinding beton tinggi yang telah mengurung pemikiman penduduk. [ ]

KANG WARSA

Sent from BlackberryMail



Posting Komentar untuk "DESA MENGEPUNG KOTA"