Koboy


Koboi (cow-boy) sebuah kata dan ini telah mengalami perluasan makna sejalan dengan semakin meluasnya pembahasaan ini pada lapangan yang semakin sempit. Para penjaga peternakan di Amerika utara menjelang akhir abad ke-19 ini telah melegenda. Legenda bukan sekedar tentang kekuatan kelompok para penunggang kuda tersebut dalam menghadapi kerasnya alam, kecuali telah meluaskan dirinya dalam memengaruhi kehidupan di awal abad ke-20.

Bagaimana tidak, koboi merupakan simbol ke-maskulinan, kejantanan. Karena seorang lelaki dituntut untuk berpetualang, menunggangi kuda, melawan kerasnya kehidupan. Tampil dalam perhelatanrodeo, dia telah dibaptis menjadi icon baru bagu manusia. Sang penakluk.
Icon baru ini menyebar begitu cepat, seperti laiknya cahaya matahari menghabiskan gelap malam. Dia dianggap sebagai cahaya baru. Para lelaki di awal abad ke-20an mengenalkan atribut-atribut koboi dalam kehidupan keseharian. Segalanya didominasi oleh kerasnya hidup, topi, baju kemeja tebal, pistol, dan celana tebal. Semua lelaki harus terlihat jantan, mereka harus menjadi pelindung bagi kaum feminine, kotanya, juga bagi dirinya sendiri.

Auguste Comte memang dilahirkan pada tahun 1798, namun, pemikirannya tentang “order and progress” selalu diadopsi oleh kehidupan kaum maskulin. Tujuan tidak akan tercapai tanpa adanya perintah dari sifat-sifat lahiriah manusia, seorang lelaki. Maskulinitas tampil dalam kehidupan. Hegemoni Gramsci memang dikemukakan pada abad ke-20, tetapi hegemoni kaum pria telah menjadi rahasia umum kehidupan kaum pria, sejak sejarah manusia ada.

Manusia pertama, sesuai dengan firman dalam kitab-kitab suci setiap agama adalah Adam, seorang pria. Bahkan dewa-dewa dalam mitologi Yunani kuno dan Romawi pun sangat kental diwarnai aroma kemaskulinan. Amun Ra digambarkan sebagai seorang pria tangguh, air maninya telah melahirkan sosok-sosok penguasa tangguh, para Firaum. Zeus dilukiskan sebagai seorang lelaki tegap, memiliki tongkat sakti saat tongkat itu sendiri merupakan proyeksi dari alat vital lelaki. Titah zeus ini telah melahirkan manusia-manusia tangguh, manusia setengah dewa; Hercules dan Achiles.

Hegemoni kejantanan telah melahirkan kekuasaan dari azimuth kehidupan hingga ke nadir kerusakan moral. Pada titik azimuth, kemuliaan kerap sekali diberitakan oleh Tuhan kepada para Nabi dan Rasul. Dan pada titik nadir kebejatan moral, para lelaki pun telah menjadi agen-agen kerusakan moral. Sejarah penaklukan , conquistador terhadap wilayah-wilayah di luar Eropa kerap dilakukan oleh para lelaki, perampasan tanah atas nama Tuhan pun tidak segan dilakukan meskipun harus ada darah yang ditumpahkan. Ya, dominasi kaum pria menjadi warna kental dalam kehidupan ini.

Seolah tidak ada celah sedikitpun, sejarah harus diisi juga oleh kaum feminine. Poligami , seorang lelaki menikahi banyak istri cita rasanya sangat kental dalam sejarah kita. Raja Solomon menikahi hamper 100 orang wanita, sementara dalam kitab Suci Al-quran hal ini telah begitu diperlembut, harus hadirnya sikap dan naluri keadilan dalam diri seorang pria saat hendak berpoligami. Ini jembatan penegas, betapa sulitnya hegemoni pria diruntuhkan ketika keadilan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan sama sekali jarang dan sulit dilakukan dalam kehidupan ini.

Pada satu panggung sejarah, poliandri, seorang wanita dinikahi oleh banyak pria merupakan deviasi dari moralitas. Wanita seperti itu diilustrasikan sebagai bukan mansusia normal, tercela, bahkan mengidap satu kelainan yang harus dibersihkan. Saat, perselingkuhan dan skandal-skandal besar kerap dilakukan oleh dewa-dewa yang mereka puja. Entah berapa ribu anak haram keluar dari perselingkuhan para dewa dengan manusia telah lahir ke dunia ini.

Dominasi kaum pria ini telah menampilkan sebuah steretif, kekuatan tertinggi hanya dimiliki oleh para pria. Ada tuntutan; hanya pria-pria tangguh yang akan mampu membuat wanita hidup dalam keyamanan. Hingga malahirkan pemikiran ubermench-nya Nietzche, Zarathustra sebagai simbol manusia mandiri, tangguh, tak terkalahkan, sepi dari penyakit apa pun. Dunia harus melahirkan para lelaki yang harus berkuasa dalam bentuk apa pun.

Padahal, ada keseimbanga dalam kehidupan ini. Kekuasaan harus bersanding dengan aturan-aturan tentang kelembutan. Kehalusan yang dimiliki oleh kaum hawa, maskulinitas yang tampil dalam kekuasaan tanpa bersanding baik dengan wadah feminitas telah melahirkan kerakusan kaum maskulin yang mereka proyeksikan dalam bentuk menhir, tugu-tugu, patung-patung pria penunggang kuda, lukisan-lukisan lelaki berkumis tebal. Kehidupan terlihat begitu sepi dari kehalusan, padahal kuas dan cat itu sendiri digariskan pada alur rasa lembut. 

Barangkali dari sini lah Gandhi telah menyulap hegemoni kekuatan pria dalam gerakan-gerakan perlawaannya melawan dominasi penjajah Inggris. Dalam tulisan dan sepak terjang Gandhi akan tampak perpaduan ketegasan kebenaran seorang lelaki dengan perasaan lembut seorang perempuan, saat dia menulis Hate the sin, Love the sinner.

Dan penjara pikiran tentang kekuatan kaum maskulin ini menjadi santapan reklame-reklame. Saat televisi ditemukan, koboi-koboi (dominasi maskulinitas) telah melaju dengan cepat. Sinar-sinar yang dihasilkan oleh televisi itu telah diibaratkan sebagai dewa Ra, dewa matahari tertinggi pembawa pencerahan.

Kapitalisme yang dipandang oleh Weber sebagai penyimpangan dari etika keagamaan mencoba untuk menangkap kekasaran-kekasaran dalam kehidupan, kemudia dipindahkannya ke dalam layar kaca agar segalanya, tentang kekuatan kaum pria yang patut dihormati, semakin diinginkan dan dicita-citakan oleh para lelaki.

Lone Ranger, Zorro, Ghost Rider, Mad-Max, dan Renegade diproduksi oleh Hollywood sebagai film-film yang melatih kesadaran para pria, betapa harus dimilikinya kekuatan tubuh, sikap ksatria , berani di jalanan, seperti telah diperluasnya makna pada kata Koboi bukan hanya sebatas pada seorang penjaga peternakan di Amerika Utara.

Genk motor pun terbentuk di Negara Ini. Sebagai proyeksi yang tidak tepat dari penemuan jati diri kejantanan seorang pria. Namun mereka tidak lahir begitu saja, mereka dilahirkan dari rahim keputus-asaan penegakan hukum dan nilai-nilai kebaikan di Negara ini. Kejadiannya begitu cepat, saat kasih sayang seorang ibu, kelembutan hati seorang wanita, tidak lagi bersanding dalam petualangan seorang ayah. [ ]

KANG WARSA

Posting Komentar untuk "Koboy"