MEMBANGUN ETIKA DALAM SEBUAH NEGARA


Seorang penganut Keynessian akan selalu merasa geram dengan arah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pengelolaan keuangan. Betapa tidak, belanja untuk pemerintah selalu lebih besar dari belanja untuk pembangunan kemasyarakatan. Sejak perang dunia pertama berkecamuk, belanja pemerintah di Negara-negara Eropa untuk memenuhi  alat-alat perang dan pelengkapannya telah menguras hampir 70% keuangan Negara-negara peserta peperangan.

Nurani sama sekali tidak diletakkan pada ranah politik. Terjadi dualisme arus pikir. pembangunan didasari oleh kekerasan dan kebuasan atau hasil dari pembangunan tersebut dirusak kembali oleh kebuasan para tentara di medan perang. Kerugian sebuah Negara tidak lagi dihitung sebagai sebuah deficit anggaran, kecuali bertolak belakang bahwa kehormatan, kemuliaan , dan keheroikan sebuah bangsa lebih harus diutamakan. Hingga pada akhirnya, semua jenis perang- apalagi jika segala fasilitasnya- didonori oleh keuangan Negara akan membawa sebuah Negara kepada kehancuran.

Belanja Negara untuk pemerintah lebih besar daripada belanja Negara untuk kesejahtraan masyarakat  telah dipandang sebagai: Penyebab utama bangkrutnya sebuah Negara! Alasan ini adalah logis, sebab John Maynard Keynes memberikan analisa tepat, jika keuangan sebuah Negara lebih dititik tekankan kepada belanja pemerintah disana akan terbuka celah-celah penyelewengan, korupsi, dan berbagai jenis penyimpangan keuangan yang hanya akan dinikmati oleh sebagian kecil warga Negara (Pejabat elit).

Kondisi seperti ini telah dibahasakan dalam beberapa sejarah peradaban manusia. Sistem sebuah Negara entah itu monarki atau republic, ketika belanja pemerintah lebih dominan dari belanja yang harus diserap  oleh rakyat telah membawa Negara kepada masa gelap. Kepailitan telah membawa Prancis di era Louis XI. Kerajaan telah menguras keungan Negara tersebut hingga membawa kepada sebuah deficit yang sulit disembuhkan. Alih-alih tersembuhkan, Negara ini terjebak ke dalam pemberontakan-pemberontakan di dalam Negara itu sendiri.

Namun, manusia selalu tidak pernah jera dan mengambil  pelajaran dari sejarah yang telah dialami oleh para pendahulu. pemerintah di berbagai Negara tetap saja mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak populis. Keuangan Negara lebih banyak diserap untuk belanja pemerintah. Anggaran Belanja Negara, APBN, APBD, cenderung bersifat tidak berimbang dan sangat berat sebelah.

Kecuali tidak seimbangnya belanja Negara, juga dipengaruhi oleh jatuhnya peradaban manusia. meski pun alokasi keuangan untuk pembangunan kemasyarakatan lebih diperhatikan oleh pemerintah, tetap saja ketika peradaban telah jatuh ke titik kebiadaban , hanya akan membawa Negara  kepada kondisi: jika pun pembangunan dilakukan maka dia hanya akan bisa digunakan sesaat, jalan-jalan yang dibangun akan cepat rusak, gedung-gedung yang dibangun akan mengalami disfungsi, pembangunan akan setengah-setengah. Maka, untuk apa sebuah jalan diperbaiki jika dalam hitungan minggu rusak kembali?

Pertumbuhan apa pun, entah itu ekonomi atau politik yang semakin matang, takarannya harus diimbangi oleh tumbuhnya etika dan sikap. Negara ini bernama Indonesia lantas oleh warganya diganti menjadi  Republik Indonesia Yang Sangat Sejahtera pun akan menjadi simbol belaka, akan menjadi simbol tanpa makna jika sikap-sikap warga Negara sebagai penghuninya jauh dari etika.

Apalagi jika hanya berganti Presiden, Gubernur, Walikota, atau pemimpin-pemimpin dengan sebutan apa pun. Sama sekali tidak akan memengaruhi secara massive terhadap majunya Negara atau wilayah, jika etika dan peradaban tidak dikembalikan kepada tempat semestinya. []

KANG WARSA 

1 komentar untuk "MEMBANGUN ETIKA DALAM SEBUAH NEGARA"

  1. Nah mungkin meningkatnya golput juga gara2 para calon pemimpin jarang punya etika dan nurani yang bersih.

    BalasHapus