Uman

Diceritakan, dahulu di kampungku hidup seorang lelaki, para penduduk memanggilnya Bah Uman. Karena hidup di kampung, orang boleh memanggilnya apa saja, orang pun bisa dijuluki apa saja oleh orang lain. Ada hal menarik dari seorang Bah Uman, terutama dalam hal bertutur kata. Semua orang tahu, di kampungku ada seekor anjing diberi nama Boma. Boma selalu mengikuti ke mana saja Bah Uman melangkah, seperti Tumang dan Sangkuriang. Karena kedekatan dan kesalehan sosial yang dimiliki oleh Bah Uman, kepada Si Boma pun dia memanggilnya Jang Boma.

Dalam hal bertutur kata, pandangan orang-orang kampung terhadap Bah Uman sudah pada mafhum, disebutlah lelaki itu sebagai seorang yang sopan dalam berucap. Namun, sikap lebih dari seorang Bah Uman bukan hanya itu. Ada kelebihan lain, tidak dimiliki oleh mayoritas orang-orang, juga oleh Saya sendiri. Bah Uman akan selalu mengaku salah kepada siapa pun ketika ada persoalan yang menjerat dirinya. Jika ada satu kesalahan, kemudian berbuntut pada satu perdebatan, Bah Uman akan mengatakan; Iya, Saya salah... Dan perdebatan itu pun selesai, tidak berujung pada perang mulut apalagi sebuah perkelahian.

Dari kisah singkat di atas, ada pelajaran berharga. Sebesar apa pun kepintaran kita, sehebat apa pun kecerdasan manusia, sesoleh apa pun amalan-amalan manusia, bukan satu alasan bahwa kita harus merasa lebih benar dari orang lain. Persoalan-persoalan dalam kehidupan membutuhkan jawaban sederhana, bukan untuk diperdebatkan harus sistem mana yang dipakai, harus menggunakan cara mana kita menyelesaikan sebuah perkara. Segalanya bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan pikiran jernih, dengan menunjuk diri sendiri terlebih dahulu oleh ibu jari kita.

Seperti dalam sebuah kisah disebutkan, suatu hari datanglah seorang pemuda kepada Imam Ali. Dia bertanya kepada Khalifah ke-empat itu dengan nada heran, kerutan di dahinya terlukis kuat. " Wahai Khalifah. Aku sangat heran, di zaman kepemimpinan Rasulullah, ummat ini hidup dalam naungan rasa aman, tidak ditemui perpecahan, perang kelompok, apalagi sampai kepada saling bunuh. Sedangkan di zaman ini, saat Anda tampil sebagai khalifah. Aku melihat, ummat ini terbelah ke dalam faksi-faksi, mereka seagama namun berperang satu sama lain, ada apa ini, wahai Khalifah?"

Imam Ali dengan sikap tenang menjawab. " Ummat hidup dalam kedamaian dan keluhuran budi pekerti di zaman Rasulullah adalah hal yang wajar, sebab di zaman itu Rasulullah memimpin orang-orang seperti Umar, Abu Bakar, Utsman, dan Aku. Sementara di masa kepemimpinanku, ummat hidup dalam perpecahan, masing-masing mengaku sebagai kelompok paling benar, ini juga wajar... sebab orang-orang yang Aku pimpin adalah orang-orang seperti Kamu..." [ ]

KANG WARSA




Posting Komentar untuk "Uman"